Memang sepertinya tidak terlalu
banyak kenangan antara kita di masa lalu. Atau…, mungkin juga memory masa
kecilku tidak mampu menyimpan berbagai kenangan indah itu sehingga saat ini
hanya sedikit sekali yang kupunya tentang kita.
Serpihan kenangan itu memunculkan
selembar foto (yang aku tidak tahu lagi, sekarang ada di mana), dengan suasana
dalam kelas anak-anak Sekolah Dasar, dengan tiga orang gadis mungil yang duduk
sebangku. Itu kamu, aku, dan seorang teman kita yang lain. Namanyapun masih
melekat erat di kepalaku : Dian Natalina Gamawati, Diane Budi Ariaty, Diana
Purnamasari. Aku selalu ingat nama-nama itu, karena setiap di absen, nama kita
bertiga dipanggil berurutan, dan aku yang terakhir.
Kamu selalu berambut pendek, tapi
bukan potongan laki-laki macam rambutku. Model rambutmu lebih feminine, hehehe…
Kamu juga adalah seorang gadis cilik yang pendiam, tetapi berotak cerdas. Ya,
kamu adalah termasuk murid yang pandai di kelas.
Dulu itu, setiap aku berangkat
sekolah, kalau tidak naik sepeda, naik becak, ya jalan kaki. Naaah…., kalau pas
tidak naik sepeda itulah biasanya setiap pulang sekolah aku nebeng kamu yang
selalu diantar jemput mobil jeep hijau dengan om supir yang setia mengantarmu.
Maklum, rumahmu lumayan jauh dari sekolah tempat kita belajar, di Kebun Bibit.
Aku ingat kalau hari minggu, bersama beberapa orang teman, kami main ke rumahmu
naik sepeda.
Rasanya, jaman dulu jalanan masih
amat bersahabat buat kita yang masih anak-anak untuk bersepeda biarpun jaraknya
agak jauh, dan sepertinya dulupun kita tidak pernah mengenal kata capek ya….
Sampai saatnya tiba ketika aku
tidak dapat nebeng kamu lagi kalau pulang sekolah karena kamu harus ikut ayahmu
pindah sekolah ke Kediri. Ayahmu, Bp Usri Sastradireja alm diangkat menjadi Bupati di sana.
Hubungan kita masih berlanjut via
surat. Ya, dulu kita selalu bersurat-suratan. Edisi curhat jaman dulu sebelum
ada kecanggihan tekhnologi seperti sekarang. Sampai SMA seingatku kita masih
saling menyurat, karena aku tahu kamu sekolah di SMAN 1 Kediri.
Setelah itu…, entah kapan, dan entah
kenapa, tiba-tiba kita lost kontak. Mungkin karena kita sudah semakin banyak
acara dan kegiatan di sekolah, sehingga acara menulis surat mungkin saat itu
jadi agak menyita waktu, sehingga harus sering tertangguhkan, sampai akhirnya
terhenti.
Kemudian, hari itu….., aku
benar-benar merasa surprise sekali…
Saat itu adalah hari pertama
kegiatan Pembinaan Mahasiswa Baru untuk Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam
(WANALA) di Universitas Airlangga Surabaya. Pesertanya lumayan banyak, dan kami
dikumpulkan di halaman Gedung Koperasi Mahasiswa.
Sebagai mahasiswa baru yang belum
banyak kenal orang, akupun hanya duduk tanpa berani tengok-tengok. Takut kena
semprot karena katanya senior itu kan galak-galak.
Ketika nama peserta dipanggil
satu-satu, aku terkejut mendengar sebuah nama yang disebut : Dian Natalina
Gamawati. Deg. Nama yang tidak asing bagiku. Ataukah sekedar kesamaan sebuah
nama?
Pelan-pelan kuedarkan pandanganku
ke seluruh peserta. Aku mencarimu dalam diam karena mencuri-curi menengok ke
belakang (saat itu aku duduk di barisan depan).
Dor! Di sana di sebuah sudut, di
barisan paling belakang aku melihatmu. Masih dengan wajah yang sama mungilnya
dengan dulu, dan potongan rambut yang sama seperti dulu, sedangkan saat itu
rambutku panjang melewati bahu.
Ketika ada kesempatan berpindah
posisi, aku beringsut mendekatimu. Kamu menyambutku dengan senyum. Sepertinya
saat itu kamu juga sudah tahu kalau ada aku di situ. Tapi ada yang aneh, karena
kamu terlihat tegang dan berusaha untuk tidak menarik perhatian sedikitpun dari
siapapun.
Kamu duduk sendiri, menyudut,
mengecilkan diri, mencoba menghilangkan diri ternyata adalah karena kamu
sebenarnya terpaksa mengikuti UKM Pecinta Alam ini karena UKM yang lain sudah
fullbooking, hehehe….. Jadi kamu takut dipanggil senior atau disuruh
macam-macam yang kamu sebenarnya sangat buta dengan kegiatan ini. Seperti aku
yang tiba-tiba dipanggil maju ke depan dan disuruh copot sepatu kemudian
merayap naik ke lantai dua gedung Kopma lewat roaster yang bolong kotak-kotak
itu (dengan pinggangku diikat tali sih buat belay). Tapi ini juga karena
kebetulan senior yang saat itu sedang memberikan materi rock climbing kebetulan
pernah dengar kalau aku kemarin habis dari gunung kapur latihan panjat. So,
harusnya saat itu kamu nggak perlu takut.
“Kamu koq berani sih disuruh
naik-naik begitu An…” katamu waktu itu.
Pertemuan beberapa hari saat
Pembinaan Mahasiswa Baru itu hanya menyisakan pengetahuan, bahwa kamu diterima
di FK Unair dan aku di FISIP Unair, selebihnya tidak ada lagi karena kita juga
tidak pernah ada kontak lagi. Tapi aku maklum koq dengan jadwal kuliah
mahasiswa FK, beda banget denganku yang masih amat bisa jalan-jalan. Mungkin juga
kamu ngeri ya dengan hobbyku yang satu ini, hehehe….
Berpuluh tahun berlalu. Masa
Facebookpun dimulai.
Di dunia maya inilah aku berhasil
menjalin kontak denganmu lagi. Kitapun bertukar nomer HP (Dulu belum musim HP
sih, jadi kita ilang-ilangan deh….), dan bertukar no PIN BBM. Walaupun
sebetulnya aku agak kurang suka BBM an…
Kamu sempat membuat group SD kita
dulu di BBM, SDN Pucang Jajar II yang isinya cuma beberapa orang (7 kalau nggak
salah; kamu, aku, ukik, rina, wiwik, mbak corny, aku lupa siapa lagi sebab aku
jarang banget buka BBM).
Beberapa kali aku sempat
menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan padamu. Sampai aku dengar
khabar kalau kamu sakit.
“Dian, aku dengar kamu sakit…,
gimana kondisimu sekarang?” tanyaku.
“Alhamdulillah aku sudah sembuh
An…, tapi sayang ya aku kemarin gak sempat ikut reuni di Pacet, jadi kita gak
bisa ketemu..” katanya.
“Ya, semoga nanti kalau ada reuni
lagi kamu bisa datang…” jawabku.
Waktu itu kudengar kan kamu sakit
DBD, jadi aku juga sempat membicarakan kondisi anaknya karyawanku yang
kebetulan juga sakit DBD sama kamu. Kita sempat ngobrol ngalor ngidul tentang
DBD.
Aku sama sekali tidak tahu apapun
tentang kamu, tentang sakitmu, dan tentang apapun. Betapa tidak bergunanya aku
ini sebagai temanmu…
Begitu juga ketika aku mendapat
khabar kalau kamu masuk RS lagi karena sakitmu sudah parah, adalah ketika aku
sudah berangkat ke Jakarta tugas kerja untuk masa sekitar satu bulan. Sakitmu
bukan sakit biasa, dan kamu adalah seorang dokter. Bagiku tidak mungkin kalau
kamu sendiri tidak mengenali tanda-tanda awal sakitmu ini sejak dini. Ini
Le****** Dian….. :’( :’(
Selama sebulan di tempat kerja,
aku hanya dapat memantau kondisimu dari teman-teman yang berkesempatan
menengokmu ke RS. Aku belum punya kesempatan itu.
Sepulang aku dari tugas, aku ke
Surabaya untuk menemani anakku yang sedang UNAS SMP. Aku mencoba menghubungi
seorang teman dan menanyakan kondisimu sebab aku ingin menjengukmu di RS.
“Kondisi Dian sudah parah sekali,
nggak mau makan, dan suaminya mohon supaya selanjutnya mendoakan Dian dari
rumah saja…”
“Oh, begitu ya…. Baiklah, kita harus hargai keinginan
keluarganya, sebab merekalah yang lebih berhak atas Dian daripada kita….”
“Iya, betapapun kangennya kita
pada Dian dan ingin menengoknya, tapi keluarganya lebih berhak menentukan yang
terbaik buat Dian…”
Aku sedih mendengar kondisimu
Dian, tapi aku hanya bisa menangis sendiri
dan berdoa untuk kebaikanmu. Kukirimkan doaku dari jauh. Semoga Allah
memberikan kesembuhan padamu.
Manusia berusaha dan Allah yang
menentukan.
Siang-siang aku mendapat telpon
yang mengabarkan kepergianmu. Inna Lillahi Wa Inna Illaihi Roji’un.
Allah menyayangimu Dian. Allah
telah mengangkat sakitmu.
Aku, Ceplik, Ninis, dan Myta
(teman Ceplik) sampai di rumahmu ketika hari sudah gelap. Kamu sudah diantar ke
peristirahatanmu yang terakhir selepas ashar, tetapi pelayat yang datang masih
terus sambung menyambung. Konon itu karena kamu orang baik Dian…., sehingga
banyak sekali orang-orang yang ingin mendoakanmu. Kamu orang yang cantik luar dalam. Suami dan dua buah hati terkasihmu juga pasti tak akan pernah lepas dari doa-doanya untukmu.
Kakakmu bercerita bahwa tidak ada
secuilpun keluhmu atas sakitmu ini. Kamu menahannya untuk dirimu sendiri. Kamu
hanya memejamkan mata dan mengerutkan alis untuk menahan sakitmu. Allah Maha
Besar, Allah Maha Penyayang, semoga Allah mengampunkan semua dosa-dosamu. Aamiin.
Sedihku menyengat ketika
mendengar bahwa saat kamu sakit, kamu sempat menanyakan aku. Maafkan aku yang
tidak sempat menemuimu sampai di akhir hidupmu. Selamat jalan Dian…., semoga
Allah menempatkanmu di tempat yang terbaik di sisiNya. Aamiin.
Malang, 25 mei 2016
masih merasakan sakit di sudut hati ini..., maafkan aku....
masih merasakan sakit di sudut hati ini..., maafkan aku....
Sakit apa dr dian? Kebetulan itu ibunya temen saya
BalasHapusMaaf baru balas, almarhumah katanya Leukimia.
BalasHapuslho beliau dokter langganan sejak masa kecil, udah lama ga kesana
BalasHapus