Kamis, 26 Mei 2016

Selamat Jalan Dian Natalina Gamawati





Memang sepertinya tidak terlalu banyak kenangan antara kita di masa lalu. Atau…, mungkin juga memory masa kecilku tidak mampu menyimpan berbagai kenangan indah itu sehingga saat ini hanya sedikit sekali yang kupunya tentang kita.

Serpihan kenangan itu memunculkan selembar foto (yang aku tidak tahu lagi, sekarang ada di mana), dengan suasana dalam kelas anak-anak Sekolah Dasar, dengan tiga orang gadis mungil yang duduk sebangku. Itu kamu, aku, dan seorang teman kita yang lain. Namanyapun masih melekat erat di kepalaku : Dian Natalina Gamawati, Diane Budi Ariaty, Diana Purnamasari. Aku selalu ingat nama-nama itu, karena setiap di absen, nama kita bertiga dipanggil berurutan, dan aku yang terakhir.

Kamu selalu berambut pendek, tapi bukan potongan laki-laki macam rambutku. Model rambutmu lebih feminine, hehehe… Kamu juga adalah seorang gadis cilik yang pendiam, tetapi berotak cerdas. Ya, kamu adalah termasuk murid yang pandai di kelas.

Dulu itu, setiap aku berangkat sekolah, kalau tidak naik sepeda, naik becak, ya jalan kaki. Naaah…., kalau pas tidak naik sepeda itulah biasanya setiap pulang sekolah aku nebeng kamu yang selalu diantar jemput mobil jeep hijau dengan om supir yang setia mengantarmu. Maklum, rumahmu lumayan jauh dari sekolah tempat kita belajar, di Kebun Bibit. Aku ingat kalau hari minggu, bersama beberapa orang teman, kami main ke rumahmu naik sepeda.
Rasanya, jaman dulu jalanan masih amat bersahabat buat kita yang masih anak-anak untuk bersepeda biarpun jaraknya agak jauh, dan sepertinya dulupun kita tidak pernah mengenal kata capek ya….

Sampai saatnya tiba ketika aku tidak dapat nebeng kamu lagi kalau pulang sekolah karena kamu harus ikut ayahmu pindah sekolah ke Kediri. Ayahmu, Bp Usri Sastradireja alm diangkat menjadi Bupati di sana.
Hubungan kita masih berlanjut via surat. Ya, dulu kita selalu bersurat-suratan. Edisi curhat jaman dulu sebelum ada kecanggihan tekhnologi seperti sekarang. Sampai SMA seingatku kita masih saling menyurat, karena aku tahu kamu sekolah di SMAN 1 Kediri.

Setelah itu…, entah kapan, dan entah kenapa, tiba-tiba kita lost kontak. Mungkin karena kita sudah semakin banyak acara dan kegiatan di sekolah, sehingga acara menulis surat mungkin saat itu jadi agak menyita waktu, sehingga harus sering tertangguhkan, sampai akhirnya terhenti.

Kemudian, hari itu….., aku benar-benar merasa surprise sekali…
Saat itu adalah hari pertama kegiatan Pembinaan Mahasiswa Baru untuk Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam (WANALA) di Universitas Airlangga Surabaya. Pesertanya lumayan banyak, dan kami dikumpulkan di halaman Gedung Koperasi Mahasiswa.
Sebagai mahasiswa baru yang belum banyak kenal orang, akupun hanya duduk tanpa berani tengok-tengok. Takut kena semprot karena katanya senior itu kan galak-galak.

Ketika nama peserta dipanggil satu-satu, aku terkejut mendengar sebuah nama yang disebut : Dian Natalina Gamawati. Deg. Nama yang tidak asing bagiku. Ataukah sekedar kesamaan sebuah nama?
Pelan-pelan kuedarkan pandanganku ke seluruh peserta. Aku mencarimu dalam diam karena mencuri-curi menengok ke belakang (saat itu aku duduk di barisan depan).
Dor! Di sana di sebuah sudut, di barisan paling belakang aku melihatmu. Masih dengan wajah yang sama mungilnya dengan dulu, dan potongan rambut yang sama seperti dulu, sedangkan saat itu rambutku panjang melewati bahu.

Ketika ada kesempatan berpindah posisi, aku beringsut mendekatimu. Kamu menyambutku dengan senyum. Sepertinya saat itu kamu juga sudah tahu kalau ada aku di situ. Tapi ada yang aneh, karena kamu terlihat tegang dan berusaha untuk tidak menarik perhatian sedikitpun dari siapapun.
Kamu duduk sendiri, menyudut, mengecilkan diri, mencoba menghilangkan diri ternyata adalah karena kamu sebenarnya terpaksa mengikuti UKM Pecinta Alam ini karena UKM yang lain sudah fullbooking, hehehe….. Jadi kamu takut dipanggil senior atau disuruh macam-macam yang kamu sebenarnya sangat buta dengan kegiatan ini. Seperti aku yang tiba-tiba dipanggil maju ke depan dan disuruh copot sepatu kemudian merayap naik ke lantai dua gedung Kopma lewat roaster yang bolong kotak-kotak itu (dengan pinggangku diikat tali sih buat belay). Tapi ini juga karena kebetulan senior yang saat itu sedang memberikan materi rock climbing kebetulan pernah dengar kalau aku kemarin habis dari gunung kapur latihan panjat. So, harusnya saat itu kamu nggak perlu takut.
“Kamu koq berani sih disuruh naik-naik begitu An…” katamu waktu itu.

Pertemuan beberapa hari saat Pembinaan Mahasiswa Baru itu hanya menyisakan pengetahuan, bahwa kamu diterima di FK Unair dan aku di FISIP Unair, selebihnya tidak ada lagi karena kita juga tidak pernah ada kontak lagi. Tapi aku maklum koq dengan jadwal kuliah mahasiswa FK, beda banget denganku yang masih amat bisa jalan-jalan. Mungkin juga kamu ngeri ya dengan hobbyku yang satu ini, hehehe….

Berpuluh tahun berlalu. Masa Facebookpun dimulai.
Di dunia maya inilah aku berhasil menjalin kontak denganmu lagi. Kitapun bertukar nomer HP (Dulu belum musim HP sih, jadi kita ilang-ilangan deh….), dan bertukar no PIN BBM. Walaupun sebetulnya aku agak kurang suka BBM an…
Kamu sempat membuat group SD kita dulu di BBM, SDN Pucang Jajar II yang isinya cuma beberapa orang (7 kalau nggak salah; kamu, aku, ukik, rina, wiwik, mbak corny, aku lupa siapa lagi sebab aku jarang banget buka BBM).
Beberapa kali aku sempat menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan padamu. Sampai aku dengar khabar kalau kamu sakit.
“Dian, aku dengar kamu sakit…, gimana kondisimu sekarang?” tanyaku.
“Alhamdulillah aku sudah sembuh An…, tapi sayang ya aku kemarin gak sempat ikut reuni di Pacet, jadi kita gak bisa ketemu..” katanya.
“Ya, semoga nanti kalau ada reuni lagi kamu bisa datang…” jawabku.
Waktu itu kudengar kan kamu sakit DBD, jadi aku juga sempat membicarakan kondisi anaknya karyawanku yang kebetulan juga sakit DBD sama kamu. Kita sempat ngobrol ngalor ngidul tentang DBD.
Aku sama sekali tidak tahu apapun tentang kamu, tentang sakitmu, dan tentang apapun. Betapa tidak bergunanya aku ini sebagai  temanmu…

Begitu juga ketika aku mendapat khabar kalau kamu masuk RS lagi karena sakitmu sudah parah, adalah ketika aku sudah berangkat ke Jakarta tugas kerja untuk masa sekitar satu bulan. Sakitmu bukan sakit biasa, dan kamu adalah seorang dokter. Bagiku tidak mungkin kalau kamu sendiri tidak mengenali tanda-tanda awal sakitmu ini sejak dini. Ini Le****** Dian…..  :’(  :’(

Selama sebulan di tempat kerja, aku hanya dapat memantau kondisimu dari teman-teman yang berkesempatan menengokmu ke RS. Aku belum punya kesempatan itu.
Sepulang aku dari tugas, aku ke Surabaya untuk menemani anakku yang sedang UNAS SMP. Aku mencoba menghubungi seorang teman dan menanyakan kondisimu sebab aku ingin menjengukmu di RS.
“Kondisi Dian sudah parah sekali, nggak mau makan, dan suaminya mohon supaya selanjutnya mendoakan Dian dari rumah saja…”
“Oh, begitu  ya…. Baiklah, kita harus hargai keinginan keluarganya, sebab merekalah yang lebih berhak atas Dian daripada kita….”
“Iya, betapapun kangennya kita pada Dian dan ingin menengoknya, tapi keluarganya lebih berhak menentukan yang terbaik buat Dian…”
Aku sedih mendengar kondisimu Dian, tapi  aku hanya bisa menangis sendiri dan berdoa untuk kebaikanmu. Kukirimkan doaku dari jauh. Semoga Allah memberikan kesembuhan padamu.

Manusia berusaha dan Allah yang menentukan.
Siang-siang aku mendapat telpon yang mengabarkan kepergianmu. Inna Lillahi Wa Inna Illaihi Roji’un.
Allah menyayangimu Dian. Allah telah mengangkat sakitmu.

Aku, Ceplik, Ninis, dan Myta (teman Ceplik) sampai di rumahmu ketika hari sudah gelap. Kamu sudah diantar ke peristirahatanmu yang terakhir selepas ashar, tetapi pelayat yang datang masih terus sambung menyambung. Konon itu karena kamu orang baik Dian…., sehingga banyak sekali orang-orang yang ingin mendoakanmu. Kamu orang yang cantik luar dalam. Suami dan dua buah hati terkasihmu juga pasti tak akan pernah lepas dari doa-doanya untukmu.

Kakakmu bercerita bahwa tidak ada secuilpun keluhmu atas sakitmu ini. Kamu menahannya untuk dirimu sendiri. Kamu hanya memejamkan mata dan mengerutkan alis untuk menahan sakitmu. Allah Maha Besar, Allah Maha Penyayang, semoga Allah mengampunkan semua dosa-dosamu. Aamiin.

Sedihku menyengat ketika mendengar bahwa saat kamu sakit, kamu sempat menanyakan aku. Maafkan aku yang tidak sempat menemuimu sampai di akhir hidupmu. Selamat jalan Dian…., semoga Allah menempatkanmu di tempat yang terbaik di sisiNya. Aamiin.



Malang, 25 mei 2016
masih merasakan sakit di sudut hati ini..., maafkan aku....

3 komentar:

  1. Sakit apa dr dian? Kebetulan itu ibunya temen saya

    BalasHapus
  2. Maaf baru balas, almarhumah katanya Leukimia.

    BalasHapus
  3. lho beliau dokter langganan sejak masa kecil, udah lama ga kesana

    BalasHapus