Sekarang di seluruh media dan
dunia maya sedang hangat (panas) membahas tentang pilpres, tentang beradunya argument
yang masing-masing kubu berusaha menunjukkan kelebihan jagoannya, dan jeleknya
juga jadi berusaha menjatuhkan lawan dengan (mencari-cari) kekurangan lawan.
Semua dapat dibaca dengan jelas, walaupun terkadang ada juga akses yang agak sulit untuk dibuka atau malah sudah dihapus. Serunya mungkin karena kali ini hanya ada dua pilihan yang harus dipilih, kalau
nggak A ya B.
Tapi aku nggak akan menulis
tentang panasnya politik Indonesia saat ini koq, aku hanya ingin menulis
tentang ‘rasa’ ku. Rasa yang kupunya dulu dan rasa yang dimiliki orang-orang sekarang.
Rasa apa saja, rasa senang, benci, asmara, dan lain-lain. Yang enteng-enteng sajalah.....!
Duluuu….,
Mungkin sekitar dua
puluh tahun lalu atau lebih….., semua rasa yang kupunya adalah hanya milikku.
Semua hanya aku yang tahu pasti. Ada juga sih beberapa orang terdekat yang
tahu, tapi tetap tidak banyak, hanya sebatas luarnya saja. Masih tetap ada ruang yang terkunci dan anak kuncinya selalu dalam genggamanku.
Duluuu….,
Kalau aku mempunya rasa pada
seseorang, aku menyukainya…., aku mencintainya…., hanya aku yang tahu. Aku
hanya menyimpannya di dalam dada dan akan mengungkapkannya hanya pada yang
bersangkutan bila ternyata diapun punya rasa yang sama denganku. Tapi kalau misalnya aku ternyata jatuh hati pada Michael Jackson, ya mana mungkin aku mengungkapkan pada si Jacko kan?
Kalau aku tidak punya rasa pada
seseorang, aku tidak suka, aku benci padanya……, hanya aku juga yang tau. Akupun
hanya menyimpannya di dalam dada supaya dia tidak tahu kalau aku tidak
menyukainya. Misalnya saja ada teman sekelas yang naksir dan aku tidak suka, aku tidak mungkin menunjukkan rasa tidak sukaku dong, supaya aku tidak disantet.
Ketika ‘rasa’ku kuanggap dapat
memberikan kegembiraan pada yang lain, mungkin akan kubagi pada mereka sedikit
cerita bahagiaku supaya berimbas sama.
Tapi ketika ‘rasa’ku mengalami
sakit, akan kututup rapat-rapat hal itu dari dunia supaya yang lainpun tidak
ikut merasakan sakit. Yang lain jangan sampai tahu kalau ‘rasa’ku sedang
merasakan sakit. Apalagi sampai harus mengejek rasa sakitku.
Sekarang,
Ketika aku membaca status-status yang
ada di social media (yang menurutku adalah ekspresi penulis saat itu,
aktualisasi yang sesungguhnya tetapi sering tidak diakui kebenarannya), aku
begitu melihat dengan jelas gambaran ‘rasa’ mereka saat ini. Rasa suka, benci,
asmara, patah hati, kecewa, senang, dan lain-lain. Padahal aku bukanlah orang
yang dekat baginya.
Sungguh suatu perubahan yang
sangat berarti. Perubahan dalam berpikir. Perubahan dalam bersikap. Perubahan dalam cara berinteraksi. Apa ini termasuk juga dalam
perubahan social dan budaya ya? Ah…, menyesal sekali dulu waktu kuliah kerjaku cuma
melamun saja…. Hehehe….
Sekarang seribu orang pembaca
seribu orang mengetahui isi hatimu. Semua isi dunia membaca, semua isi dunia
melihatmu bagai kaca bening….
Kalau dulu aku merasa aku milik
diriku sendiri, kira-kira rasa apa ya yang dimiliki orang-orang sekarang?
Kira-kira apa ya yang dapat tetap menjadi miliknya yang paling pribadi?
Surabaya, 12 Juli 2014
(ketika mataku mbliyur baca semua
tulisan di komputerku, padahal aku sudah pakai kaca mata)