Jumat, 08 Juli 2011

Mengintip Dunia Lain

Kalau hidup yang nyaman itu ibarat hidup dalam kepompong yang hangat, maka kebanyakan dari kita pasti sudah mengalami dan menikmatinya. Hidup dengan segala ketersediaan yang kadang berlebihan. Tapi pernahkah terlintas sekejab saja dalam benak untuk sekali saja mencoba keluar dari kepompong itu dan mencoba dunia baru yang amat berbeda dengan keseharian kini. Tidak perlu harus masuk ke dalamnya, cukup mengintip sedikit saja. Sekedar tahu.

Pasti tidak pernah terlintas ya? Lagipula untuk apa juga harus meninggalkan kepompong hangat kita untuk suatu hal yang tidak pasti di luar sana? Dunia baru dan asing yang mungkin tidak akan ramah pada kita.

Beberapa kali aku pernah mencobanya, dan aku suka sekali berada di setiap tempat itu. Banyak hal-hal baru yang dapat ikut serta meramaikan sel-sel kelabu dalam benakku serta mengisi kantong-kantong hati yang masih tersisa.

Satu contoh, ketika di sebuah situs pertemanan, ada seorang wanita dari Jerman, usianya sebayaku. Saat ini kebetulan dia ditugaskan perusahaan tempatnya bekerja untuk berada di Indonesia selama satu tahun, dan dia baru datang sekitar dua bulan yang lalu. Dia menawari aku untuk mencoba sesuatu yang ‘different’. Ceritanya, dia bercerai dengan suaminya karena dia memergoki suaminya tidur dengan pembantu rumahtangganya. Sejak itu dia tidak percaya lagi ataupun mau menjalin hubungan dengan pria.

“Maybe some times.” Katanya. Tapi untuk sekarang, No!

Aku tahu dan paham benar maksudnya, tapi aku tidak serta merta menolak berkomunikasi lagi dengan dia. Beberapa hari kami ngobrol, beberapa hari itu dia terus menerus membujukku untuk mencoba hal yang baru dengan dia. Beberapa hari itu pula aku berusaha untuk membujuknya supaya tetap mau berkomunikasi dengan aku sebagai sahabat atau saudara.

“”I want ** with you. Are you understand? I want to k*** you, play…..zzzsensorzzz… dan seterusnya. ”

Aku jawab, aku mengerti, aku juga ‘open mind’ pada hal seperti itu untuk dia dan orang lain. Tapi untukku sendiri, aku tidak bisa. Aku juga tetap menawarkan persahabatan padanya, tapi dia menolak. Dia bilang dia memang butuh teman, sahabat, tapi dia mau lebih intim dari itu.

Ketika aku tanya, artinya apa? Dia jawab, “Means it goodbye…. “

Sudah. Sejak hari itu dia tidak pernah lagi menghubungiku, padahal aku sudah beberapa kali mencoba menghubunginya. Jujur saja aku merasa sedikit kehilangan. Karena beberapa hari ngobrol, aku seperti mendapat sahabat baru, saling bercerita dan bercanda. Tetapi setiap kali pembicaraan sampai pada masalah ‘itu’…., mentok dah!

Itu salah satu cerita. Ada satu contoh lagi, kali ini aku mengajak serta anak-anakku untuk ‘mencoba sesuatu yang berbeda’ dalam konteks kehidupan sehari-harinya. Sesuatu yang mudah-mudahan dapat diambil pelajarannya oleh mereka.

Aku mengajak kedua anakku ‘naik kereta ekonomi’ jurusan Jakarta – Surabaya. Satu hal yang belum pernah dialami mereka. Sudah pernah menggunakannya?! Oke, kapan? Duluuuu…… sekaliii… Pasti bukan akhir-akhir ini kan, di saat semua yang terbaik sudah berada dalam genggaman.

Anak-anakku yang tidak pernah tahu keadaan kereta ekonomi jarak jauh sih menjawab ‘YA’ dengan antusias yang tinggi ketika aku menawarkan pilihan itu. Aku yang sudah tahu keadaannya, mempersiapkan berbagai macam snack dan minuman (sampai satu tas), untuk berjaga-jaga kalau mereka tidak bisa tidur atau tidak doyan makanan yang dijajakan di atas kereta.

Mereka bahkan minta beli burger, kentang goreng dan milk shake di A*, restorant cepat saji dari Amerika yang ada di Stasiun Kota. Aku turutin saja. Setelah itu kami menuju Stasiun Senen, tempat pemberangkatan keretanya.

Waktu melihat para calon penumpang, anak-anakku pada geli melihat cara berpakaian para calon penumpang itu. (Sebetulnya aku sendiri juga merasa gimana gitu, ketika melihat cara berpakaian mereka). Ada anak perempuan kecil yang berpakaian dan didandanin seperti mau ke pesta. Kemudian remaja tanggung (ABG) yang berdandan seperti mau nyanyi rock di panggung. Dan lain-lain.

“Heh, nggak boleh tertawa. Itu adalah hal yang terbaik menurut mereka. Mungkin mereka juga tertawa melihat penampilan kalian yang cuma pake t-shirt.” Kataku.

Begitu mulai masuk kereta dan melihat cara para calon penumpang itu naik, anak-anakku sudah mulai was-was. Rasa was-was itupun kemudian berubah menjadi shock ketika kami sudah berada di dalam kereta. Kami pergi bertiga, tapi aku beli karcisnya 4. Maksudku supaya bisa gentian tidur. Tapi ternyataaaa……. Kursi/nomor yang kubeli itu bahkan tidak bisa kami pakai. Sudah langsung ditempati orang, dan orang-orang itu tidak perduli apakah kursi itu ada yang punya atau tidak. Pokoknya kosong, ya hajar saja!

Sepanjang malam anak-anakku tidak bisa tidur. Bagaimana mau tidur, para penjual asongan itu setiap detik tiap waktu berteriak-teriak menawarkan dagangannya. Padahal keadaan sudah penuh sesak, bahkan jalanpun susah, tapi mereka masih saja bisa lewat dan hilir mudik.

Kedua anakku, selain tidak bisa tidur, merekapun tidak mampu menelan bekal yang dibawa. Mereka berdua terdiam tanpa kata. Muka pucat dan merasa tidak nyaman. Tetapi mereka tidak berani protes padaku. (Protesnya ketika sudah sampai di rumah Ibuku, hehehe…)

“Mamie, toiletnya ada sepedanya.” Kata anakku yang besar, ketika kembali dari toilet. Itupun aku ikut mengawasi dari tempat dudukku yang memang tidak jauh dari pintu, maklum di pintunya banyak laki-lakinya. Aku tersenyum.

Ketika giliran anakku yang kecil minta ke toilet, aku yang mengantar dengan melompati berpuluh-puluh manusia yang duduk di jalanan kereta itu. Pintu toilet terbuka, dan bekas kaleng cat besar yang mungkin tadinya adalah tempat air, sudah di tengkurepin dan dipakai duduk oleh orang.

“Maaf pak, boleh pakai toiletnya? “ kataku pada bapak-bapak yang lagi duduk sambil ngerokok itu. Bapak-bapak itu bangun dan kembali duduk lagi setelah anakku selesai. Gile, apa hidungnya buntu ya? Duduk sepanjang malam di depan toilet yang pasti tidak disiram karena tempat airnya saja sudah dijungkir.

“Mamie parah!” kata anakku,”Nanti pulangnya nggak mau naik kereta itu lagi!”

“Hehehe…, sesekali kalian harus juga merasakan suasana yang lain dari yang biasa kalian alami. Kalian juga harus tahu bahwa ada kehidupan lain di luar dunia kalian. Untuk itu, kalian harus pandai bersyukur atas apa yang selama ini kalian dapatkan. Jangan mengeluh saja. Kalian harus jadi orang yang kuat, yang bisa menghadapi segala jenis keadaan. Mamie tidak mau kalian kelak jadi orang yang cengeng.”

Begitu sebagian ceritaku tentang keluar dari kepompong dan menikmati sedikit kehidupan yang berbeda dari dunia kita. Sungguh mengasyikkan. Tapi memang butuh sedikit keberanian untuk semua itu. Berani kehilangan, berani sedikit tersesat, berani malu, dan berani lain-lainnya……

Di tengah teriknya Matahari Bogor,

Bogor, 7 Juli 2011