Jumat, 04 Oktober 2013

Tukang Ojekku Hari Ini



Seperti biasanya, kalau berangkat kerja agak siang di hari jum’at, aku dan temanku pasti kesulitan mencari tukang ojek. Padahal sih belum jam 11.00 siang, tapi mungkin para tukang ojek itu segan kalau kelihatan masih nongkrong di pangkalannya karena sebentar lagi orang-orang pada shalat jum’at. (kebetulan pangkalan ojek terdekat dari rumahku adalah di depan masjid).

Tadi siangpun begitu, dan ketika aku dan temanku sedang berjalan pelan-pelan di sekitar pangkalan ojek sambil mencari-cari, tiba-tiba datanglah seorang anak laki-laki memakai celana seragam abu-abu dan atasan kaos putih (sepertinya kaos Olah Raga) dengan motornya, “Ibu mau naik ojek bu?” tanyanya.
“Iya, nih… “ jawabku.
“Mari bu,…” katanya.
“Lho, ini ojek? Kamu ngojek? Beneran  ini mau narik?” tanyaku setengah tidak percaya. Sebab kalau melihat tongkrongannya, anak ini pastilah bukan tukang ojek, tapi anak-anak yang baru pulang dari sekolah.
“Iya bu,…, mari saya antar…” katanya.
“Ya udah, lu naik aja dulu…” kata temanku.
Eh, tidak lama setelah aku naik, ternyata datang lagi seorang anak laki-laki sebaya anak yang pertama tadi yang langsung menghampiri temanku. Temankupun naik.
“Emang sering ngojek?” tanyaku pada ‘tukang ojekku’.
“Enggak bu….” Jawabnya.
“Masih sekolah kan? Sekolah di mana?” tanyaku.
“Di SMK di Kemang bu….”
“Kelas berapa?”
“Kelas dua jurusan akutansi perkantoran….” Ini aku agak lupa, jurusan akutansi perkantoran atau administrasi perkantoran.
“SMK di Kemang ini apanya SMPN 1 Kemang?” tanyaku, sambil mengira-ira letaknya di sebelah mana Sekolahan anakku.
“Sebelumnya bu, kalau siang gini dijadiin kampus tempat kuliah…” katanya.
“Tinggalnya di mana? Ini pasti ngojek buat main game ya?” tanyaku lagi.
“Di Cimanggis bu…” jawabnya.
Hmm, aku salut juga pada anak-anak semacam ini. Tidak perduli duitnya nanti buat apa, yang penting dia berusaha mencarinya dengan cara halal. Mau dipakai main gamepun kurasa sah-sah saja, karena mereka tidak mencuri atau merampok. Kurasa, tadi itu mereka pasti sedang lewat entah mau main ke rumah temannya atau bagaimana, terus melihat aku berdua temanku yang terlantar di pangkalan ojek karena tidak ada ojek sebutirpun, maka timbullah niat mereka buat ngojekin kami.
“Ibu mau diantar sampai ke mana?” tanyanya.
“Ke Stasiunlah…., tau kan?” tanyaku.
“Iya bu…” jawabnya.
Ketika akhirnya kami tiba di depan stasiun, kuberikan ongkos ojeknya tujuh ribu rupiah sambil bilang, “Kalau main game nggak usah sampai kecanduan ya…, sayang duitnya… Makasih ya…” kataku. Dasar ibu-ibu, biarpun tadi aku bilang sah-sah saja buat dia  main game, tapi naluri emak-emak cerewet tetap saja tidak dapat di rem…, hehehe….
“Iya bu, trimakasih…” jawabnya.
Akupun melangkah menyebrang masuk ke Stasiun sambil berpikir, semoga saja anak itu tadi tidak bercita-cita menjadi tukang ojek dan tetap meneruskan sekolahnya dengan benar (karena tergiur menjadi tukang ojek ternyata enak juga, sekali antar tujuh ribu rupiah sampai stasiun sedangkan bensin yang dipakai mungkin baru habis satu liter setelah empat atau lima kali antar).


Bogor, 4 Oktober 2013