Selasa, 15 Februari 2011

Masa Depan Antah Berantah Anak-anak Kita

Beberapa waktu yang lalu aku pernah menyatakan keberuntunganku mempunyai rumah dan tinggal di sebuah perumahan di tepian kota Jakarta, di mana aku dapat melihat anak-anakku tumbuh dan bermain-main serta bereksplorasi dengan alam sebebas-bebasnya yang hal itu tidak akan mungkin mereka dapatkan bila rumah tinggal kami ada di kota besar seperti Jakarta.

Lahan yang terbatas di kota-kota besar sangat tidak memberi ruang bagi anak-anak untuk dapat beraktifitas fisik dan bersosialisasi dengan teman-teman sebaya di lingkungan tempat tinggal. Tetapi saat ini, aku kembali merenungi dan menelaah pernyataan keberuntunganku itu. Apakah aku benar-benar beruntung? Apakah aku sudah benar-benar memberikan yang terbaik untuk pertumbuh kembangan fisik dan mental anak-anakku?

Semuanya bermula ketika anakku lelaki yang masih duduk di kelas 4 SD dan baru akan genap berumur 10 th di bulan depan, tiba-tiba bertanya padaku,”Mamie, sebetulnya KW itu singkatan dari apa sih?!” tanyanya.

Aku mengernyitkan dahi sambil sedikit berpikir, “Ya, banyak dik…, tapi biasanya sih KW itu singkatan dari Kualitas. Misalnya gini, mamie mau beli keramik. Nanti yang jual akan tanya, mau yang KW berapa? Mamie tinggal bilang KW 1, KW 2 atau KW 3. Itu artinya Kualitas atau Kelas . Dari yang paling bagus, sampai yang biasa saja.”

Anakku manggut-manggut,”Oh, jadi bukan singkatan ‘Kelamin Wanita’ ya mie…” katanya.

“Apa dik?!” tanyaku takut salah dengar.

“Kata anak-anak, KW itu singkatan dari Kelamin Wanita….” katanya. Deg!! Astagfirullah. Jantungku sempat terhenti sejenak.

“Memangnya kalian lagi ngomongin apa sih koq sampai membicarakan Kelamin Wanita segala..” tanyaku sambil berusaha untuk tetap terlihat biasa.

“Mas ‘X’ itu kan kalau mau ngenet biasanya ngomongnya mau ngebokep. Terus ngajak anak-anak mau lihat KW nggak….” kata anakku. Astagfirullah al adzim.

“Tapi dik, waktu mereka ngenet di sini tempo hari tuh mamie kan tanya mereka buka apa, mereka bilang kalau sedang lihat gambar-gambar Naruto. Mamie juga lihat memang ada gambar Naruto…” kataku.

“Mamie, mereka memang lihat gambar-gambar Naruto,… tapi bukan Naruto yang biasa… Di situ mereka pilih yang Naruto XXX…. Itu gambar Naruto yang jorok-jorok.” kata anakku.

“Jorok-jorok gimana? “ aku jadi penasaran

“Misalnya gini, Naruto X (lawan) siapa gitu….,bisa cewek bisa cowok,… nah katanya nanti ada gambar Naruto lagi ciuman atau ngapain gitu sama cewek atau cowok itu…” kata anakku. Astagfirullah al adzim…, aku kembali mengucap.

Yang di sebut ‘mas x’ oleh anakku itu adalah anak tetangga yang masih kelas 6 SD, dan aku terpaksa tidak menyebutkan namanya karena hal ini rentan sekali. Menyangkut hubungan pertetanggaan yang sangat baik antara aku dan para tetanggaku. Aku sama sekali tidak ingin membuat masalah sebab tidak semua orang dapat menerima ‘kekurangan’ atau ‘kenakalan’ anaknya dengan legowo. Sejelek apapun wajahnya dan seburuk apapun tabiat seorang anak orang lain di mata kita, tetapi di rumahnya dia adalah tetap permata hati dalam keluarga.

Mengenai anakku sendiri, aku juga tidak ingin memaksa semua orang untuk percaya pada semua kata-kata anakku, sebab kebetulan sekali anakku ini punya imajinasi yang agak tinggi. Dia pintar bercerita dan menggambar lebih dari anak-anak lain seusianya. Sehingga, boleh jadi orang-orangpun akan mengira kalau anakku rancu dalam membedakan antara khayalan dan kenyataan. Tapi aku kan ibunya, kurasa sampai saat ini aku masih dapat membedakan kapan anakku berkhayal dan kapan dia menceritakan hal yang sungguh-sungguh terjadi.

Seperti yang kubilang tadi, aku sama sekali tidak ingin mencari masalah dengan siapapun, maka cerita anakku tadi hanya kusimpan saja di dalam hati sambil mencari cara untuk mengurangi aktifitas ‘bersosialisasinya’ anakku dengan teman-teman sebayanya. Kebetulan juga anakku ini tidak begitu betah duduk lama di depan computer, padahal kalau dia mau kan tinggal pilih aja, mau nongkrong di mana, sehingga aku jadi agak kesulitan untuk melarangnya main keluar rumah tanpa alasan. Apalagi kalau alasannya mau shalat maghrib atau isya bareng teman-temannya ke masjid.

Sampai akhirnya di satu sore, ketika aku dan seorang tetangga sedang ngobrol di depan warnetku, ada serombongan anak laki-laki kecil sekitar 4 orang yang bermain sepeda lewat depan kami sambil berteriak-teriak ke arah serombongan anak-anak perempuan yang sedang main di taman depan rumahku.

“Hei…!! M***k lo bau!!... M***k lo bau!!” teriak rombongan anak laki-laki itu.

“Anjing lo…!!!” sahut rombongan anak perempuan.

“Hei, jaga mulut kalian ya!!” teriak tetanggaku spontan. (Dia orang Batak, suaranya keras dan menggelegar. Membuat anak-anak itu langsung kabur semua) Aku dan diapun saling berpandangan, sulit merangkai kata selanjutnya.

Tahukah umur berapa kira-kira rombongan anak laki-laki tadi???? …. Hadoooh…, paling banter mereka baru berumur 6 tahun. Ya… anak-anak kecil yang masih duduk di bangku TK, bahkan mungkin ada yang belum sekolah. Serta berapa umur anak-anak perempuan itu????... Jawabnya adalah mereka kira-kira seumuran atau mungkin setahun lebih tua dari anak laki-laki tadi, sebab kelihatannya baru kelas 1 SD.

Coba, bagaimana perasaan kita mendengar dan melihat kenyataan ini? Betapa parah cara berkomunikasi anak-anak ini yang nota bene belum lama lepas dari susuan.

“Lo tau, gua kemarin sama bunda (tetanggaku yang lain) lagi ngobrol di taman ketika tiba-tiba dengar si ‘B’ teriak: ng****t lo!! … Ke kakaknya…. Gua sampai shock.” kata tetanggaku itu.

Sekarang, coba tebak, berapa umur si ‘B’ ini?! Jangan kaget kalau aku bilang dia baru berumur sekitar 4 tahunan. Byuh!! Dapat dari mana anak sekecil itu kata-kata yang sama sekali tidak pantas diucapkan, bahkan oleh orang dewasa sekalipun. Pasti dari kakak dan teman-teman mainnya bukan? Sedangkan kakaknya masih kelas 3 SD.

Setelah terdiam sejenak, akhirnya aku ngomong deh ke tetanggaku ini, hal apa yang sempat membuatku galau beberapa hari terakhir ini, “Kata anakku…, anak2 itu kalau mau ngenet, bilangnya tuh mau ngebokep…” kataku ke tetanggaku ini.

“Apaan tuh ngebokep?!” tanyanya spontan. Nah ini lagi….., masak ngebokep aja nggak tau. Akupun jadi menerangkan lebih dulu apa yang dimaksud dengan ngebokep itu. Inilah keuntunganku suka usil buka macam-macam situs tempat anak-anak muda pada nongkrong. Aku jadi familiar dengan berbagai istilah yang mereka gunakan sehari-hari.

“Hh,… bunda kemarin cerita, katanya pas dia lewat di sebelah anak-anak yang lagi menggerombol itu, bunda denger kalau anak-anak itu ngomongin seputar hal begituan. Sampai bunda tegur mereka dan omelin mereka semua.” kata tetanggaku. Aku hanya menghela nafas panjang mendengar ini.

Beberapa hari kemudian, aku memergoki anak-anak sekitar umur 10 tahunan atau lebih , (seingatku mereka kelas 5 SD, karena beberapa hari sebelumnya mereka mengerjakan tugas di sini), di warnetku yang lagi buka gambar porno gitu yang kemudian kuancam akan kulaporkan ke orangtua mereka dan kubilang supaya mereka dikawinkan saja, nggak usah di sekolahkan. (Sampai sekarang 3 orang anak laki-laki itu tidak ada yang berani ngenet di tempatku lagi).

Kemudian, ketika aku lagi baca-baca di ‘kaskus’, aku menemukan hal yang menarik. Sebuah tulisan tentang Hasil Seminar tanggal 30 Oktober 2010 di Kemang Village, Jakarta. Yang dibawakan oleh Ibu Elly Risman, M.Psi (Yayasan Buah Hati).

Ternyata tak lama kemudian aku melihat acara Kick Andy yang membahas tentang Sex bebas di kalangan anak-anak muda sekarang yang juga mengundang Ibu Elly risman, M.Psi sebagai Pembicara Ahli.

Sungguh semua yang kualami begitu kebetulan dan berurutan. Seolah, seandainya masakan…, semua sudah siap dimasak, tinggal dihidangkan di meja makan dan kita siap menikmatinya dalam artian menindak lanjuti apa yang harus kita lakukan dengan hidangan yang ada saat ini.

Dari hasil seminar yang kubaca di kaskus (aku langsung mengeprintnya, dengan harapan ada manfaat yang didapat), dan acara di Kick Andy, ternyata mengangkat tema yang sama. Semuanya tentang perilaku anak-anak kita tentang sex dan pornografi yang makin memprihatinkan.

Kata Ibu Elly, bila dari hasil survey secara umum didapat kenyataan bahwa ABG kita sudah akrab dengan semua yang berbau pornografi dan malah ikut menjadi pemeran di dalamnya, maka yang lebih menyakitkan adalah hasil survey yang dilakukan oleh Kelompok Ibu Elly, yang ternyata mendapati kenyataan bahwa anak kelas 5 SD pun sudah tau dan mengenal apa itu pornografi. (Tepat sekali dengan pengalamanku yang mendapati anak-anak kelas 5 SD sedang membuka situs porno serta rekaman pembicaraan mereka sehari-hari bila sedang berkumpul itu)

Kata Ibu Elly, kalau dulu remaja kita saling sayang-sayangan di SMS dengan saling menyatakan I love You atau I miss you… sekarang sudah bukan begitu lagi. Hasil survey Ibu Elly mendapati SMS yang berbunyi : “Hi sayang, aku kangen nih. Udah lama kita GA ML. Yuk, mumpung bonyok lagi pergi dst…..” (sumber dari Hasil Seminar yang dimuat di kaskus).

Tulisan di SMS itu ditulis dengan bahasa ALAY dan harus dibaca dari belakang. Ada juga yang dibacanya harus dengan HP terbalik/dijungkir. Pusing?! Nggak bisa ngebayangin gimana caranya baca SMS dengan kondisi HP terbalik?! Silahkan memutar otak deh, sebab kata Ibu Elly, kita sebagai orangtua juga harus GAUL dan tidak boleh Gaptek supaya kita dapat mengontrol semua perilaku anak-anak kita.

Bayangkan, betapa mudahnya anak-anak sekarang saling mengajak ML. Apa nggak takut hamil???

“Hamil?! Siapa takuut…, bisa aborsi!!” Naudzubillahi mindzalik. Aku juga punya anak gadis kelas 2 SMA.

Racun Sex Bebas dan Pornografi dihidangkan oleh penjaja lewat berbagai media cetak dan elektronik yang dapat dengan mudah diakses oleh anak-anak. Diantaranya dari Games, HP, TV, VCD, Komik, Majalah, dll.

Games yang banyak tersedia dengan berbagai macam bentuk, versi dan model, sungguh adalah jembatan yang paling mudah terserap oleh anak-anak. Mulai yang awalnya action, tiba-tiba ujung-ujungnya (bonus level) karena berhasil menyelesaikan permainan adalah ML dengan pelacur. Astagfirullah al adzim. Malah ada game yang berjudul ‘Bagaimana cara memperkosa paling asyik’, jadi tinggal pilih mau latar belakang cerita apa, model yang mana (modelnya nggak pakai baju sama sekali), dengan cursor berbentuk tangan yang bias memilih untuk memegang bagian mana saja yang pengendaliannya oleh anak-anak kita. (sumber dari Hasil Seminar yang di muat di kaskus). Ngeri kan?!!

Ada satu hal yang lebih membuatku tertegun lagi, yaitu menurut penelitian team Ibu Elly, ternyata games, komik, dvd dan lain-lain yang berjudul dan berbau NARUTO, adalah BERBAHAYA!! Sungguh tepat benar seperti yang dikatakan anakku, bahwa anak-anak itu suka melihat GAMBAR-GAMBAR NARUTO (dengan tambahan XXX) di internet.

Sekarang bagaimana? Kita sebagai orang tua harus bagaimana? Apa yang harus kita lakukan? Di acara Kick Andy tampak Ibu Elly sambil menitikkan airmata ketika mengatakan bahwa keadaan anak-anak kita saat ini adalah sudah dalam kondisi yang amat parah dan memprihatinkan. Ibu Elly berkali-kali mengatakan supaya kita, para orang tua ini hendaknya melihat dan mendengar jangan hanya dengan mata dan telinga saja, tetapi harus dengan hati.

Aku jadi pusing memikirkan tindakan apa yang harus kulakukan utuk mensterilkan anakku dari hal-hal yang tidak baik yang mungkin di dapatnya dari luar sana. Apakah aku harus melarang anakku beraktifitas di luar rumah sedangkan anakku adalah anak laki-laki yang mana saat ini adalah masa-masanya mereka perlu berinteraksi langsung dengan alam yang kelak aku harap dapat menjadi kenangan masa kecil (bermain) yang indah, supaya anakku kelak tidak menjadi anak yang cengeng dan merasa menyesal karena masa kecilnya tidak mendapatkan waktu yang cukup untuk bereksplorasi.

Sedangkan kalau kubiarkan dia bergaul dengan teman-temannya yang cara berinteraksinya saja sudah membuatku miris tatkala mendengarnya, aku takut lama-lama diapun akan terkontaminasi dengan semua hal itu. (kata anakku, kata-kata ‘anjing’, ‘bangsat’, ‘goblok’, dll, itu adalah hal yang biasa buat ngobrol sehari-hari)

Ketika aku menerima undangan arisan bulanan RT, akupun mendapatkan jalan untuk ‘memberi tahu’ pada para ibu-ibu tetanggaku bahwa kondisi anak-anak kita saat ini sudah berada dalam titik kritis. Kita sebagai orang tua harus mau membuka hati demi masa depan anak-anak kita sendiri.

Supaya aku tidak dianggap sok tau dan supaya tidak ada yang tersinggung, maka aku tidak mengeluarkan argument apapun, aku hanya membagikan Hasil Seminar tanggal 30 Oktober 2010 di Kemang Village, Jakarta. Yang dibawakan oleh Ibu Elly Risman, M.Psi, yang tempo hari sudah kuprint dari kaskus.

Aku berharap Ibu Elly Risman, M.Psi tidak berkeberatan kalau hasil surveynya kupakai untuk membuka hati para orang tua tetanggaku supaya lebih hati-hati dalam memberi kebebasan pada anak untuk bereksplorasi dengan era digital ini. Supaya mereka juga mau untuk sekali-sekali mengecek situs apa saja yang telah dibuka oleh sang buah hati di internet (tentu saja kalau bisa tanpa setahu anak yang bersangkutan). Supaya mereka juga mau sedikit-sedikit belajar BAHASA GAUL atau ALAY, sehingga kita tahu apa saja yang sedang mereka tulis dan bicarakan.

Dari kaskus aku juga banyak tahu dan belajar cara-cara anak muda saat ini dalam berkomunikasi. Kadang memang ada yang LEBAY, ngawur, tapi tidak sedikit yang sungguh bermanfaat.

Dengan keprihatinan yang mendalam,

Bogor, 14 Februari 2011