“Kak, nengokin Diklat yuk...” ajakku pada Kk pagi itu.
Padahal
sih sebetulnya aku galau antara mau pergi atau tidak, sebab aku belum tahu
lokasi tepatnya yang dipakai Diklatsar Mahasiswa Pecinta Alam Wanala Unair
Surabaya ke 41 saat ini (6-13 Januari 2019). Terakhir kudengar lokasi Basecampnya sudah pindah dari tempatku
menjalani Diklatsar yang sama 32 tahun yang lalu. Kalau Pelantikannya sih masih
tetap di Sumber Tetek.
“Ayuk...”
jawab Kk. Dia sih seneng aja kalau ikut
aku ke acara Wanala, sebab dia lebih banyak kenal dengan Juniorku di Wanala ini
daripada aku. (Karena usia mereka memang tidak jauh berbeda).
“Tapi
mamie nggak tau lokasi Basecampnya.” kataku.
“Ini,
dikasih sharelocnya sama mas Fais.” katanya. Tuuh kan..., aku aja nggak ada
kontak sama mereka yang saat ini di lapangan, tapi si Kk malah punya sharelocnya.
“Ya
udah, kita naik bis aja turun di Masjid Cheng Ho, terus katanya sih naik ojek
ke lokasi...” kataku.
“Kata
Sabil nanti dijemput pakai motor di Masjid Cheng Ho mie...” kata Kk. Wah wah
wah..., si Kk ini bener-bener dapat diandalin ya...
“Okkkeee...,
mamie suka sekali yang begini...., hehehe.....” jawabku sambil tertawa. Sabil
itu Ketua Umum Wanala yang masih aktif saat ini, seumuran sama Kk. Dan bersama
Fais, Robby, Wahyu cowok, Wahyu cewek, serta Tommy (kalau nggak salah) mereka
pernah naik Gunung Argopura bersama. Makanya mereka akrab.
Sekitar
jam satu siang, aku dan Kk naik Grab ke Arjosari kemudian nyambung bis ke arah
Surabaya. Nanti turun di Terminal Pandaan, terus nyebrang ke Masjid Cheng Ho.
Tadi
sih Kk sempat nanya, apa perlu bawa Sleeping Bag. Kujawab nggak usah, sebab malam
nanti kita langsung pulang. Nggak usah nginep, pikirku.
Sampai
di terminal Pandaan, aku dan Kk langsung ke toilet dulu. Mumpung masih ketemu
toilet. Sebab kondisi Basecamp sekarang kan aku nggak tahu sama sekali,
sedangkan untuk menggunakan toilet alam (baca: semak-semak), sepertinya di
usiaku saat ini koq rasanya gimana gitu....
Begitu
sampai di Masjid Cheng Ho, hp Kk tiba-tiba mati. Dia langsung manyun tuh. Sudah
dicolokin power bank yang dia bawa, tetap aja nggak mau nyala. Cemberut tingkat
dewa-dewi deh... (motto anak-anak jaman now kan hp adalah nafasku).
Sekitar
setengah jam (lebih mungkin), tiba-tiba hpku bunyi....., Sabil menelpon.
“Mbak,
ada di mana?” tanyanya.
“Di
depan Bil, di gerbang masuk dari depan tuh...”jawabku sambil berdiri, “Kamu di
mana?” sambungku sambil melongok kanan kiri mencari-cari.
Ketika
aku berbalik, “Astaghfirullah...” Sabil berdiri di depanku sambil memegang
hpnya. Sama-sama kaget, dan tawa kamipun
pecah.
Ternyata
daritadi tuh kami duduk di tempat yang sama, hanya saja beradu punggung. Aku
dan Kk sibuk menatap ke arah pintu masuk..., sedang Sabil mengawasi ke arah
dalam.
Sabil
mengajak anak Diklat 40, cewek, namanya Hanif buat menjemput aku dan Kk. Aku
dibonceng Sabil. Kk mengikuti di belakang, dia yang membonceng Hanif. Nggak
tahu, kenapa Kk yang membonceng. Ssst..., Kk juga yang kasih tahu aku nama
Hanif ini.
Menuju
Basecamp, aku benar-benar hilang arah. Aku belum pernah sekalipun lewat sini,
dan sepertinya lumayan jauh. Melewati beberapa perkampungan penduduk, tapi
jalanan aspal oke... Melihat jaraknya, nggak salah kalau agak lama juga Sabil
nyampai di Masjid Cheng Ho.
Setelah
sampai di depan Pos Pantau Vulkanologi, kami masuk ke jalan tanah berumput di
sepanjang tepian sungai. Jalannya tidak terlalu lebar, hanya pas sebuah mobil
masuk. Jadi kalau bawa mobil musti hati-hati supaya roda tidak terperosok masuk
sungai.
Akhirnya
sampailah kami di Basecamp.
Dua
buah tenda berukuran raksasa tampak berdiri di tepi sebuah tanah lapang yang
luas (atau lapangan bola?). Seorang cewek nyamperin aku dan memberi salam, dia
Pipit dari Diklat 39, Ketua Panitia Diklat
41 ini. Aku tahu dia karena pernah datang ke rumahku beberapa bulan lalu.
Suasana
sepi. Karena saat ini sebagian besar panitia Diklat sedang menunggu peserta
yang Linmed menuju pos pendaratan di SD Wonosunyo, dan sebagian lagi pasti
sedang mempersiapkan lokasi pelantikan nanti malam di Sumber Tetek.
Di
tenda konsumsi ada Ipe yang sedang membuat bubur kacang hijau (dia pernah ke
rumahku dengan Pipit) dengan satu orang cewek (aku lupa namanya), dan seorang
lagi cewek yang aku juga lupa namanya, dia tampak sibuk dengan laptopnya
(mungkin dia yang bertanggung jawab di dokumentasi dan publikasi).
Di
tenda satunya ada Bowo dan Bambang (ALB dari Diklat berapa, lupa). Kemudian ada
Bernard yang baru datang juga. Ada Wahyu (kata Kk sih dipanggilnya pak Lurah),
dan siapa lagi ya..., lupa. Waktu itu nggak kucatat sih, kami langsung asyik
ngobrol aja.
Sempat
ketemu Robby (dan pacarnya) yang kemudian langsung berangkat mengantar konsumsi
ke lapangan.
Eeh,
nggak lama kemudian hpku bunyi, Etty Harjanti Handayani (Diklat 10) nelpon,
“Mbak...., aku kesasar. Sekarang aku di depan Pos Pantau, ini terus ke mana?”
tanyanya. Ternyata dia nyusul juga. Padahal tadi pagi juga sama galaunya dengan
aku, antara mau pergi atau enggak, hehehe....
“Kesasar?
Posisimu di mana sekarang?” tanyaku.
“Suruh
tunggu di situ aja mbak, biar kujemput... “ kata Sabil yang mendengar aku
bertelpon dengan Etty.
Ternyata
Etty nggak lama. Dia nggak
nunggu acara pelantikan nanti malam. Jadi ketika
setelah maghrib, aku dan yang lain-lain menuju lokasi pendaratan, Etty dan
suaminya pulang. Tapi kurasa yang sebegitupun pasti sudah hal yang luar biasa
buat Etty, cukup untuk mengobati rasa kangen pada suasana seperti ini. Suasana
Diklat yang mengharu biru.
Tiba
di SDN Wonosunyo, dua team peserta sudah mendarat dan pada bergelimpangan di
teras sekolah, beristirahat menunggu pelantikan nanti malam, setelah Linmed
mereka sehari semalam di lereng Gunung Penanggungan ini. Pasti lelah lahir
bathin, bercampur lega. Sudah pernah
kualami dulu, hehehe....
Beberapa
orang Anggota Wanala (aktif) yang melihatku tampak datang menghampiriku, seperti
Fais, Reza, siapa lagi ya...., mengucap salam, dan yang belum kenal mengenalkan
diri sambil menyebut Diklatnya, ngobrol sedikit, kemudian melanjutkan
aktifitasnya lagi. Yang lain mah cuek bebek.
Sungguh beda dengan jamanku dulu ketika menanggapi apressiatif senior
yang datang di acara mereka, hehehe....
Aku
sempat mau ke toilet, tapi kata panitia, di sekolahan ini toiletnya tidak
keluar airnya dan tempatnya horor karena tidak berlampu.
“Nggak
ada airnya mbak, pakai ini aja...” Bambang langsung menyodorkan botol air
mineral yang dibawanya. Kuterima dengan takjub, makasih ya...
“Mamie
manja ih..., apa harus ke toilet sekarang? Jangan ngrepotin anak-anak dong mie,
mereka kan sibuk...” kata Kk. Manja katanya?! Enak aja!! Biarpun aku juga
Anggota Wanala, tapi sudah emak-emak nih. Dia belum ngerasain jadi emak-emak
sih.
“Saya
antar ke masjid aja mbak..., ini juga saya barusan dari masjid...” dua orang panitia
cewek cantik yang baru turun dari motor menawarkan diri. Oke deh..., akupun
diantar salah satunya (aku lupa namanya, tapi sepertinya dari Diklat 40) menuju
masjid pakai motor. Jauh, katanya. Makasih ya..., sudah meladeniku...., muach.
Kembali
dari toilet, aku tetap ngobrol dengan Bambang dan siapa ya..., lupa lagi, masuklah
sebuah mobil sedan ke halaman SDN Wonosunyo ini. Pasti ALB lagi yang datang. (Eh, jangan risau dengan banyaknya lupaku lho
ya..., karena tampaknya saat ini faktor U sudah amat turut andil banget dalam
hidupku, hihihi....)
Sungguh
suatu perasaan yang tidak dapat kuceritakan melihat begitu besar support, perhatian
dan interestnya para ALB dengan kegiatan juniornya di wadah Pecinta Alam yang
kami miliki ini. Sebuah wadah yang mengikat kami dan menjadikan kami sebagai
saudara seumur hidup, walaupun rentang perbedaan usia kami yang sangat jauh.
Keluar
dari mobil adalah cowok-cowok ganteng dari Diklat 28, 29, dan 30. Sepuluh tahun
bedanya dengan Diklat saat ini. Ada Arya, Viki, Bobo, dan Tatang (?). Tetapi
mereka masih menyempatkan diri hadir.
Sambil
menunggu acara Evaluasi Linmed jam 22.00 WIB, Sabil dan Fais mengajak aku dan
Bambang mengobrol di sebuah kelas kosong.
“Sambil
duduk mbak, daritadi mbak Aan berdiri terus, apa nggak capek... “ kata Sabil. Si Kk ke mana? Entahlah..., pasti dia sudah
menemukan teman ngerumpinya sendiri.
Ketika
sedang ngobrol itulah, ada panitia yang memberitahu Sabil dan Fais kalau acara
Evaluasi di Lapangan depan sekolah itu akan dimulai. Kamipun keluar dari kelas
dan melihat semua peserta sudah dibawa ke lapangan oleh panitia.
“Mbak
Aan nanti ke Sumber sama anak-anak ya...., tunggu saya carikan dulu...” kata
Sabil.
“Iya,
iya..., gampang Bil... Sudah sana, kamu Evaluasi dulu.” kataku.
Naah,
baru sekarang tuh kelihatan si Kk. Dia muncul begitu saja, entah dari mana.
“Lapar
nggak Kak, mamie lapar nih.... Perasaan tadi kita belum makan dari pagi ya...”
kataku sambil berjalan menghampiri tempat cowok-cowok ganteng (ALB yang datang
pakai sedan tadi) nongkrong.
“Di
mana ada warung ya....” tanyaku ke mereka.
“Waduh,
di mana ya... Biar diantar Tatang aja mbak, cari warung ke bawah...., pakai
mobil aja...” kata mereka. Itu yang Diklat 30, kamu namanya Tatang kan? Bener
nggak sih... Sorry kalau salah ya..., dan makasih sudah diantar-antar.
Aku dan
Kk pun diantar mencari warung ke dekat masjid tempat aku tadi numpang ke
toilet. Tapi ternyata warung-warungnya sudah pada tutup. Jadi aku cuma membeli
beberapa bungkus roti sisir. Lumayan buat mengganjal perut supaya tidak masuk
angin, pikirku. Kamipun kembali ke SDN Wonosunyo tadi.
Evaluasi
masih berlangsung, jarum jam semakin merambat naik, tiba-tiba saja rombongan
cowok ganteng tadi pada pingin jalan kaki ke Sumber Tetek. Si Kk ikut jalan.
Aku mah ogah. Jadi aku dan Tatang naik mobil ke Sumber Tetek. Nunggu
pelantikannya di sana aja.
Sampai
di Sumber Tetek, ternyata ada Ibu Nur (Pembina Wanal saat ini) yang lagi tidur
di mobilnya. Tadi sekitar jam 21.00 dijemput Bernard di GG karena nggak berani
bawa sendiri ke atas (lokasi) yang memang medannya naik turun curam dengan
kondisi jalan yang hanya cukup dua mobil berpapasan.
Ada
juga Nuh dan Zaky dari Diklat 10. Wowowowooo....!! Mereka bawa Martabak dan Terang
Bulan banyak banget. Sampai-sampai mobilnya bau Martabak, kata Tatang yang
sempat diminta tolong ambil ke mobilnya buat dicemilin sambil nunggu acara
pelantikan.
Kira-kira
setengah jam kemudian robongan cowok ganteng dan Kk yang tadi berjalan kaki
sampai di sini. Pada keringatan di tengah malam begini. Biar perutnya pada kempes dikit....,
hehehe.... Sejak lulus kuliah dan kerja, pasti pada jarang Binjas, jadinya
perutnya mulai membuncit tuh...
Menjelang
tengah malam, Upacara Pelantikan Anggota Baru wanala Unairpun dimulai.
Penerangan sekitar lokasi dipadamkan, para pesertapun berdiri dengan kaki
direndam di air sumber. Aku melihat dari pinggir pagar.
“Mbak,
ikut upacara ya. Berdiri di sini aja. Pasti kangen suasana ini kan.” kata Wahyu
sambil mengajakku berdiri di samping Bu Nur dan Sabil.
Okelah.
Sebab, ternyata akupun juga masih hafal dan dapat menyanyikan lagu Hymne
Airlangga yang dinyanyikan setelah lagu Indonesia Raya dengan benar.
Begitupun
juga ketika Ikrar dan Janji Wanala dibacakan yang diikuti oleh seluruh peserta,
akupun dapat menikmatinya dengan perasaan yang bercampur aduk. Untung nggak
mewek.
“Ayo
mbak, mbak Aan ikut mengguyur anak-anak...” kata Sabil ketika acara pengesahan
pengguyuran air pada para peserta. Wahyu memberikan gayung air padaku.
Kuambil
segayung air kembang yang sudah disiapkan panitia di sebuah tong besar dan
mengguyurkan sedikit-sedikit ke atas kepala para peserta. Benar-benar campuran
air dan kembang yang wangi itu, bukan air bekas cucian piring seperti jamanku
dulu, hehehe...
Sekitar
jam 01,00 dini hari, Upacara Pelantikan selesai dan semua kembali ke Basecamp.
Peserta dinaikin Pick-up, dan kulihat si Kk ikut naik Pick-up dengan Sabil. Aku
sendiri ikut mobilnya Bu Nur.
Sudah
lewat tengah malam. Rencanaku tadi kan tidak nginap. Tapi kalau sekarang
kondisi begini, apa iya aku tetap mau pulang? Kasihan Sabil (dan yang lain) yang
pasti harus mengantarku ke terminal.
“Nginap
aja ya mbak, besok pagi aja pulang..., habis ini makan dulu...” kata mereka.
“Mbak,
mau pulang jam berapa..., saya besok selepas shubuh langsung balik..., ayo sama
saya aja.” tadi Bu Nur juga sempat menawarkan begitu ketika kami di dalam mobil
dalam perjalanan menuju Basecamp ini.
Ya
sudahlah. Tanggung juga kan, kalau nggak merasakan suasana seperti ini sampai
tuntas. Kapan lagi ada kesempatan begini..., belum tentu tahun depan bisa
datang lagi nengokin Diklat. Namanya juga emak-emak, urusannya kan banyak.
Akhirnya
Nasi Tumpengpun dipotong sekitar jam setengah tiga pagi. Ini syukuran sekalian
sahur kali ya...., hehehe... Beberapa ALB tampak lagi. Ada Iwan si ayah, ada
Yasak, dan lain-lain.
Setelah
acara makan selesai. Masing-masingpun langsung merebahkan diri di tempat itu
juga. Bergelimpangan begitu saja. Walaupun tampak beberapa panitia menggunakan
Sleeping Bag sebagai selimut. Si Kk juga memakai Sleeping Bag punya Panji dan
merebahkan diri tidak jauh dari tempatku duduk.
Aku
sendiri, masih ngobrol dengan Sabil dan Sodek. Sesekali juga ada yang ikut
nimbrung. ALB yang lain pada ngerumpi di luar di depan api unggun yang dibuat
Yasak. Tidurpun mereka pada bergelimpangan beratap langit.
Setengah
empat pagi. Aku masih ngobrol dengan
Sabil dan Sodek. Mau tidur? Ini sudah hampir shubuh. Tanggung amat.
Setengah
lima Bu Nur bangun dan diantar ke masjid oleh Yasak dan Sabil.
Kk
bangun, dan menuju semak-semak untuk menunaikan buang air kecil. Sudah biasa ke
gunung dan hutan ya seperti itu. Cukup bawa tissu basah (yang seharusnya tidak
boleh), katanya.
Pulang
dari masjid bu Nur bermain bola dan kami sempat foto-fotoan. Belum banyak yang
bangun, baik peserta maupun panitia Diklat. Kasihan, pasti remuk redam luluh
lantak deh tubuh mereka, setelah sepekan penuh beban, perjuangan dan doa...,
hehehe...
Ketika
aku akan pulang, kusempatkan menengok sebentar ke tenda. Ternyata Sabil tampak
pulas..., hanya Sodek yang masih sempat kulihat terjaga sampai aku pulang.
Sabil,
maaf ya... aku benar-benar lupa kalau kamupun pasti lelah sangat, tapi
semalaman masih menyempatkan diri menemani aku ngobrol sampai pagi. Sungguh aku
jadi merasa egois dan tidak tahu diri.
Sebetulnya,
nggak perlu juga memaksakan diri harus menemani aku ngobrol, walaupun memang
saat itu bisa dibilang aku adalah ALB tertua yang hadir. Salahku sendiri kan
kalau aku tidak tidur?
Ketika
pulang, Bu Nur yang disupirin Tatang, mengantarku sampai ke Terminal Pandaan
untuk menunggu bis ke Malang. Trimakasih ya bu..., dan Tatang.
Trimakasih
buat semua adik-adik Wanala yang terlibat dalam penyelenggaraan Diklatsar kali
ini. Trimakasih telah menghadirkan satu lagi kenangan indah untuk kunikmati
besok. Viva Wanala!!
Malang, 22 Januari 2019
***setelah
sampai rumah, si Kk bilang kalau Sabil dan Fais minta maaf karena tidak
melepasku pulang, karena mereka masih tidur. Ya ampuunn..., sampai segitunya
ya... (aku jadi terharu nih...)