Yang namanya para pedagang, di
mana saja lokasinya berjualan memang terkadang agak lebay saat menjajakan
dagangannya. Tapi menurutku itu semua biasa saja karena untuk menarik pembeli
supaya dagangannya laku. Demikian juga halnya dengan pedagang asongan di KRL
Ekonomi, byuh…., hebat-hebat euy….
Contohnya begini, “Donat-donat,
isi 5 buah cuma sepuluh ribu, tahan sampai besok dan kuat menahan rasa lapar
tiga hari….”
Atau begini, “Jeruk bu jeruk pak…,
manis-manis…, biar kecil tapi manis kayak saya…” (padahal yang jual tuh, si
abang-abang itu nggak ada manis-manisnya sama sekali, malah berewokan iya…hehehe…)
Nah, ini ada lagi yang super
heboh, “Bapak-bapak ibu-ibu, Negara kita semakin lama semakin miskin karena
setiap hari digerogotin para koruptor. Pancasila semakin tidak ada artinya
karena ternyata banyak para pejabat yang tidak hafal bunyi ‘Pancasila’ itu
sendiri. Kereta Ekonomi inipun sedikit demi sedikit akan menghilang dari
peredaran. Akan seperti apa nasib kita nantinya….. Maka dari itu bapak-bapak
ibu-ibu, marilah kita bantai tikus-tikus itu secara beramai-ramai, mari kita
selamatkan hidup anak cucu kita dari ancaman tikus yang meraja lela….”
Tahukah kira-kira pedagang apa
itu yang pakai acara berpidato panjang lebar seperti itu? Yang belum pernah
mendengarnya berjualan mungkin akan mengira dia sedang melakukan kegiatan
teater dengan cara ber-orasi seperti itu dan tampak mendengarkan dengan
sungguh-sungguh semua yang dikatakan pedagang itu. Tapi kalau yang sudah sering
mendengar seperti aku, mungkin akan diam saja dan merasa biasa (tidak
mendengarkan lagi, maksudnya), atau ada juga yang tersenyum-senyum setelah tahu
apa yang dijual pedagang itu.
Kasih tahu nggak ya, pedagang
apakah orang itu?
Hehehe…., pedagang itu adalah
penjual racun tikus. Ya, dia menjual racun tikus yang sebungkus harganya tujuh
ribu rupiah.
Entah apa pendapat orang lain
tentang penjual racun tikus ini, mungkin ada yang menganggapnya lebay,
menghibur, atau justru menyebalkan?
Tetapi memang seperti itulah, memang
banyak hal yang terjadi di atas KRL ini, banyak aktifitas yang terjadi di sana
dan hampir semua orang menikmatinya. Mulai dengan terjadinya jual-beli,
hiburan, pengemis, sampai pencopetpun ada semua di sana.
Termasuk kejadian menyebalkan
kalau kereta sedang penuh-penuhnya, seperti yang kualami kemarin. Aku sedang
berada di posisi berdiri dengan berpegangan pada pegangan kereta, berusaha
menahan tubuh supaya tidak oleng atau terjatuh karena goncangan kereta. Eeeh….,
manusia (laki-laki) di belakangku yang sedang ngerumpiin salah satu teman
kantornya dengan temannya, kurasakan koq semakin merapat ke belakangku.
Punggungku terasa semakin berat (untungnya tas ranselnya berada di antara aku
dan orang itu, jadi kami tidak bersentuhan langsung), rupanya orang itu
berdirinya menyender padaku. Enak saja, dipikir nggak berat apa?! Aku yang
berusaha menahan tubuhku sendiri saja sudah repot, eh… disenderi!
Maka, akupun umek terus, aku
bergerak terus, ke kanan-ke kiri, menggeliat… pokoknya umek deh….., yang
akhirnya membuat dia merasa/tersadar dan
kemudian berdiri tegak serta agak minggir ke samping kiriku. (aku nggak tahu,
apakah dia ganti bersender pada bapak-bapak di samping kiriku itu atau tidak…..,
yang penting aku bebas….)
Menurut rencana (kebijakan baru
yang amat sangat terlambat, karena sudah terlanjur mengakar), nantinya bakalan
nggak ada lagi tuh pedagang asongan yang beroperasi di atas KRL, karena sejak
sekarangpun mereka --para pedagang asongan-- itu sudah dikejar-kejar oleh petugas
dan dilarang berjualan di atas KRL lagi. Pasti bakalan ada sesuatu yang hilang.
Moment dan sensasi yang tidak ada di tempat lain.
Bogor, 18 Maret 2013
(semoga para pedagang asongan itu
sudah memikirkan/mendapatkan tempat lain sebagai lahannya mencari nafkah)