Kamis, 11 Agustus 2011

Masa Iya Aku Kena Hipnotis?

Kemarin aku janji ketemuan dengan seorang teman yang kukenal lewat chatting di sebuah situs. Dia seorang pemuda berumur 26 tahun yang berasal dari South Africa (Itu ngakunya). Tempat pertemuan ditetapkan di sebuah Mall di Jakarta sekitar jam dua belas siang.

Karena dia yang datang lebih dulu, maka dia menungguku di Food Court lantai 4, kalau tidak salah. Aku lupa lantai berapa, sebab ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di Mall ini. Tadinya rencanaku, kalau aku yang datang lebih dulu, aku bermaksud menunggu di Bookstore yang ada di lantai 1 (Aku sudah bertanya pada mbah google, apa saja isi Mall itu).

Aku tidak terlalu sulit menemukannya diantara para pengunjung Food Court. Penampakan orang dari Africa tentu agak berbeda dengan kita yang orang Indonesia.

Melihatku datang menghampiri tempat duduknya, dia berdiri menyambutku dan kami bersalaman. Akupun duduk di depannya dan dia menawarkan menu padaku.

“No, thank’s. I’m fasting.” Jawabku. (Eh, bener nggak sih ngomong Inggrisku?)

“Oh, I’m sorry……., saya tidak tahu.” Katanya,”Maybe, better kita jalan-jalan saja di bawah sambil tunggu the Lady call me.” Katanya dia sudah satu setengah tahun tinggal di Jakarta, makanya Bahasa Indonesianyapun cukup lancar.

“It’s okey.” Jawabku, “Nggak apa-apa.”

“Tapi kasihan you lihat orang makan, pasti…..” dia tidak meneruskan kata-katanya, tapi mengisyaratkan orang yang terlihat ‘kepingin’.

“Saya sudah biasa puasa dari kecil, tidak masalah. I’m fasting not you.” Kataku.

Akhirnya kami tetap mengobrol di tempat sambil menunggu telpon dari kenalannya yang ingin dikenalkan padaku, seorang Lady dari Kanada. Konon The Lady ini akan give me job, yang sekarang masih meeting.

Tidak lama kemudian, HP-nya berbunyi dan terdengar dia berbicara dalam bahasa Inggris campur Perancis yang aku nggak ngerti.

Setelah itu, baru dia mengajakku keluar dari Food Court, turun ke lantai dasar, kemudian keluar dari Mall, menyebrang jalan, berjalan melewati air mancur dan menuju sebuah apartemen di kiri jalan.

Di apartemen itu kami ketemu seorang wanita kulit hitam tinggi besar seperti yang biasa kulihat di film-film TV Amerika. Rambutnya dicat warna pirang, tapi masih tampak keriting. Kuku tangannya bercat warna merah dengan motif hiasan putih di tengahnya.

Sampai di kamar The Lady, kamipun ngobrol. Aku setengah blank, sebab The Lady sama sekali tidak bisa bahasa Indonesia dan kadang kata-katanya cepat sekali. Kalau sudah begitu, aku tinggal menoleh ke teman Africaku berharap dia menstranslate buatku. Hehehe…

“I told you, aku ajari kamu bahasa inggris, Perancis, Mandarin kalau kamu mau. Tapi kamu malas. Please jangan malas dong baby… “ kata teman Africaku setiap kali melihatku tampak bengong. Memang, dia ngakunya padaku sih adalah seorang guru privat bahasa Inggris dan Perancis.

Setelah The Lady banyak bertanya tentang latar belakangku, pendidikan, pekerjaan, bisnis apa yang kujalankan, dan lain-lain. Akhirnya diapun menceritakan keinginannya untuk membuka bisnis di Indonesia, yang katanya perlu partner orang Indonesia asli untuk melancarkan berbagai macam perijinan, pendanaan yang berhubungan dengan Bank, pajak, dan lain-lain.

Tetapi, untuk saat ini dia belum memegang uang tunai. Keterbatasan membawa uang tunai antar negara, katanya hanya bisa membuatnya membawa dua ratus ribu dolar saja.

Singkat kata, The Lady akhirnya mendemokan sesuatu di depanku yang membuatku tercengang. Sungguh, tadinya aku sama sekali tidak mengerti maksudnya. Sampai hal yang menakjubkan itupun terjadi. Akupun terpesona.

Sampai di rumah, aku ceritakan semuanya pada suamiku, dan tau apa tanggapannya atas ceritaku tadi? “Mamie ini tadi pasti sudah kena hipnotis.” Katanya.

“Hipnotis dari mana? Disentuh aja nggak.” Jawabku. Tapi sambil mengingat-ingat kalau tadi aku sempat bersalaman dengan teman Africaku, dan ketika bertemu The Lady, kami saling temple pipi. Kapan menghipnotisnya?

“Lagian, buat apa dia menghipnotis mamie? Orang mamie nggak kehilangan apa-apa, malah dia kasih mamie sesuatu….” Kataku sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam dompetku, “Nih!”

“Tapi kan mamie jadi percaya dan menelan bulat-bulat semua omongan orang-orang itu.” Katanya. Ah, apa iya…., pikirku. Orang aku hanya menceritakan apa yang tadi kulihat saja koq.

“Coba aja mamie telpon teman mamie dan tanyain tentang itu, pasti jawabannya sama dengan papie” kata suamiku.

Penasaran, aku telpon seorang temanku yang dimaksud suamiku dan kurasa pasti tahu tentang hal-hal yang berhubungan dengan itu.

“Yang seperti itu memang ada benar, dan bukan bohongan. Hanya saja be carefull, sebab itu bermain dengan hal-hal yang banyak, besar dan melibatkan oknum-oknum tertentu yang berhubungan dengan pemerintahan. Bisa juga sindikat tertentu.” Kata temenku.

“Gimana?” Tanya suamiku.

“Dia bilang beneran tuh.” Jawabku. Suamiku terdiam, kalah suara.

Keesokan harinya, iseng-iseng aku tanya temenku yang lain tentang yang kualami itu, dan apa jawabannya?

“Sampean pasti sudah kena hipnotis mbakyu…., Itu penipuan. Orang sana kan sudah terkenal punya reputasi yang tidak baik. Mulai dari Narkoba sampai tukang tipu.” Kata temenku.

“Lho, maksudnya nipu tuh ngapain? Orang aku nggak kehilangan sesuatu koq. Malah dia kasih aku sesuatu.” Jawabku.

“Dari cerita njenengan itu semua sungguh tidak masuk logika. Nggak ada sama sekali, sungguh…” katanya dengan nada meyakinkan.

“Tapi kata “X” yang seperti itu tuh beneran.” Aku masih ngotot.

“Dasar “X” itu ngawur. Mungkin dia memang pernah melakukan penipuan seperti itu ke orang lain atau malah pernah jadi korbannya.” Katanya.

Sekarang aku pusing, kondisi jadi dua sama. Gimana dong…………………………………………………t.o.l.o.n.g..!!



Dengan hati dan pikiran yang tidak saling kompak,

Bogor, 11 Agustus 2011

Sabtu, 06 Agustus 2011

Sehelai Rumput Bertanya Pada Tuhannya

Sehelai rumput yang hampir koyak karena terinjak dan terlindas, masih berusaha menggeliat…….

Berusaha mengabaikan tubuhnya yang tercabik untuk tetap dapat bangkit, untuk tetap dapat melambai, supaya padang rumput luas yang hijau indah itu tidak ternoda oleh keberadaannya yang tanpa daya

Sehelai rumput yang hampir luruh itu masih berusaha bertahan, supaya padang rumput itu tetap hijau dan indah serta sedap dipandang mata dengan segala upaya

Sehelai rumput itu berpura-pura menjadi batang, yang tidak mudah koyak dan tercabik hanya karena terinjak dan terlindas

Berusaha menipu dirinya sendiri yang senyatanya hanyalah sehelai rumput

Aku tidak mau menyerah atau mengalah, karena ada yang berlindung dibawah helai rapuhku

Coba lihatlah semut-semut itu yang seolah sekoloni peri-peri cantik

Atau, coba perhatikan bintik-bintik kecil kutu daun di balik helaiku

Mereka membutuhkanku

Mereka membutuhkanku

Sehelai rumput yang hampir koyak karena terinjak dan terlindas, masih berusaha menggeliat.....

Menahan sakit dalam diam yang lama, tangisnyapun berurai

Katanya Tuhan tidak akan memberikan cobaan di luar batas kemampuan umatNya?

Apakah aku bukan umatNya, sehingga Tuhan harus memberiku cobaan yang sudah tak mampu lagi kuhadapi?

Atau, apakah Tuhan menganggapku super rumput sehingga cobaan demi cobaan terus melindasku tanpa henti?

Astaghfirullah al adzim………… Astaghfirullah al adzim…………. Astaghfirullah al adzim………………, ampunilah aku Tuhanku…………… aku bukanlah rumput super yang mampu terus menerus bertahan dari semua injakan, lindasan dan hempasan badai ini

Aku hanyalah sehelai rumput lemah yang ada karena kasihMu, aku menyerah sekarang, aku datang padaMu sekarang…………, kuserahkan diriku padaMu………….. Maukah Kau menerimaku sekarang?

Bogor, 6 Agustus 2011