Rabu, 21 September 2011

Selera

Kepala boleh sama hitam, tapi isinya pasti beda-beda. Selera masing-masing orang pasti tidak sama, ini jelas sekali terlihat ketika kemarin malam aku pergi ke warung untuk beli tissue.

Kira-kira lima meter dari warung, langkahku kontan menyurut. Berat mengayun menuju warung itu. Aku ragu-ragu melangkah karena pandangan mataku tiba-tiba tertumbuk pada makhluk itu. Hitam legam, dari ujung kaki sampai ujung kepala. Dari ujung moncong sampai ujung ekornya. Benar-benar hitam dan hitam, tanpa setitik warna lain di sana.

Sorot matanya yang berkilat menatapku, membuatku merinding dan ngeri. Benar-benar membuat bulu kudukku meremang. Langkah kakiku seolah terseret, karena separuh dari jiwaku menolak untuk terus maju.

Makhluk itu memang hanya diam menatapku tanpa berusaha menerkamku. Tapi kehadirannya seolah menyelimutiku dengan sesuatu yang ghaib, sesuatu yang gelap, kematian?! Entahlah.

Akupun menguatkan tekat untuk tetap dapat sampai ke warung itu, walaupun di emper terasnya terdapat makhluk mengerikan itu, dan dadaku berdegup kencang sekali.

Sampai akhirnya aku melihat seorang laki-laki tinggi besar, berambut keriting dan beranting sebelah keluar dari warung yang lantas menaiki motor yang diparkir di depan pintu.

“hsh…hsh…hsh….” Laki-laki itu memacu motornya sambil mengeluarkan suara tidak jelas.

Ternyataaaa………………., suara itu adalah cara memanggil makhluk itu untuk mengikutinya yang dengan patuh serta tanpa suara, makhluk itu mulai mengejar tuannya. Anjing itu mengikuti tuannya pulang.

Ya, makhluk mengerikan yang kuceritakan di atas tadi adalah seekor anjing. Seekor anjing sebesar kambing yang benar-benar hitam legam seluruh tubuhnya.

Aku tidak punya anjing, aku juga tidak pernah punya niat untuk memeliharanya. Tetapi, aku juga tahu kalau di dunia ini banyak anjing-anjing dengan berbagai ras, bentuk dan tingkah polahnya yang lucu-lucu, sehingga akupun tidak merasa aneh pada mereka yang sampai harus mengeluarkan dana berjeti-jeti yang seolah tidak masuk akal karena hanya untuk keperluan seekor anjing.

Misalnya saja, tantenya suamiku punya anjing-anjing kecil yang bulunya panjang-panjang dan warnanya seputih salju (aku lupa mereka jenis anjing apa). Kalau habis disisir dan dikuncir rambutnya, sang tante suka menaruhnya di atas buffet disamping pajangan-pajangan yang lain. Ajaibnya, si anjing itu ya diam saja diletakkan di sana. Sumprit lucu banget dan kalau orang tidak tahu, mungkin akan disangka boneka atau kotak tissue.

Ada lagi, bekas tetangga yang sudah pindah. Mereka sekeluarga suka memelihara anjing yang fisiknya besar-besar, gagah tapi tetap lucu…. Anjingnya besar, bulunya panjang dan berwarna keemasan. Yang ini juga tampak lucu dan tidak menakutkan. Walaupun anjing itu terpaksa harus mati muda karena sakit jantung.

Di TV, di film-film, di majalah, di internet, atau di manapun, kita dengan mudah akan menemukan banyak gambar anjing yang lucu-lucu. Aku juga suka menikmati itu semua.

Tapi, kalau yang ini tadi……. Fuih,…., benar-benar menakutkan dengan aura mistisnya. Seringainya seolah menghipnotisku dan menyeretku masuk ke dalam belahan bumi yang kelam.

Aku sama sekali tidak punya hak untuk melarang orang lain memelihara apa, tapi kenapa harus anjing hitam kelam yang mengerikan yang dipelihara? Di mana letak lucunya? Di mana letak keindahannya? Apanya yang harus dinikmati?

Seperti judul tulisan ini bahwa setiap manusia pasti punya selera yang berbeda, maka sebenarnyapun, seharusnyapun dan apapun itu, aku tetap harus menghormati pilihan orang lain yang kebetulan suka pada penampakan seekor anjing hitam.

(Walaupun dalam hati aku tetap saja mempertanyakan alias nggak puas, kenapa harus seekor anjing hitam yang menjadi pilihan?) Bagaimana menurut anda?

Bogor, 20 September 2011