Minggu, 05 Agustus 2012

Tanah Abang


Awal bulan, pertengahan bulan puasa, beberapa waktu menjelang lebaran. Byuh. Manusia tumplek blek di Pasar Grosir ini. Seumur-umur tinggal di Ibu Kota, sebelumnya aku tidak pernah menginjakkan kakiku ke tempat ini. Sudah males kalau mendengar cerita teman-teman ataupun tetangga yang pernah atau sering pergi ke sana. Bayangin saja, apa enaknya coba, dengan suasana yang panas menyengat, sedang berpuasa, kemudian hiruk pikuk suara pedagang yang saling bersahutan menjajakan dagangannya, suara tangis anak-anak, dan menurutku yang terparah adalah berdesakan dengan para pembeli lain, yang sampai-sampai mau jalan aja susssaaahhh. (Ini suasana di sepanjang lapak-lapak pedagang eceran dan grosir kecil)

Tapi kali ini aku terpaksa harus ke tempat ini karena tuntutan pekerjaan. Hari ini aku harus mengelilingi Pusat Grosir Tanah Abang ini untuk mencari responden yang mau diwawancara.
“Memangnya kita harus lewat sini ya?” tanyaku pada temanku yang jalan di depan karena aku memang tidak tahu sama sekali daerah ini.
“Sebetulnya bisa lewat jalan lain, tapi kejauhan…., lewat sini aja lebih dekat.” jawabnya.

Dalam suasana seperti  itu, hal  yang paling membuatku pusing  adalah banyaknya ibu-ibu yang mengajak anak-anaknya yang masih kecil-kecil ke tempat ini. Kenapa harus bawa anak-anak sih? Apa nggak kasihan sama anaknya? Mereka pada menangis kepanasan dan pasti merasa sangat tidak nyaman, belum lagi yang terinjak-injak. Wewwww, benar-benar kacauuu….

Ketika hampir sampai ke Lokasi Gedung tujuan, ada tempat yang agak lengang. Aku dan temanku berhenti sejenak untuk menarik nafas sebab tadi rasanya mau nafas aja susah. (hehehe… lebay.com….)
Mataku berputar berusaha menangkap moment-moment menarik yang mungkin dapat dijadikan bahan cerita. Biasa, naluri ‘penggosip’…., hehehe….
Betul saja, aku melihat ada sekitar lima orang ibu-ibu yang tampak berembuk, sambil celingak-celinguk dengan muka nggak jelas. Ternyata beberapa orang diantara mereka kecopetan. Aku rasa pasti dompetnya, karena sang copet juga pasti tau kalau ibu-ibu yang datang ke tempat ini pasti bawa duit banyak. Lain kalau di atas kereta, rata-rata penumpang cuma bawa uang pas untuk ongkos dan makan, makanya dompetnya bukan sasaran copet, tapi HP.

Hal seperti itu juga yang membuat daftar malasku untuk pergi ke tempat seperti ini bertambah, sebab seandainyapun isi dompetku cuma sepuluh ribu dan aku kecopetan, pasti rasanya nyesek dan jengkel banget. Lain kalau uang sepuluh ribu itu memang sudah niat mau disedekahkan. Bener nggak?

Suasana di dalam gedung Blok A, Blok B, dan Blok F yang kumasuki juga ramai pembeli, tapi tidak separah yang tadi. Di sini agak tertib karena di dalam gedung ‘kali ya…., dan mungkin juga karena barang dan harganya juga agak beda, hehehe…., jadi yang masuk juga sudah tersaring.

Dari beberapa responden pedagang yang berhasil kuwawancara, rata-rata omzetnya tiap hari aja sudah puluhan juta, per bulannya berapa, per tahunnya berapa? Woww…., perputaran duit yang kenceng sekali…. Itu baru di sini, di Tanah Abang. Di tempat lain, apakah juga seperti ini? Membludak dengan lautan manusia yang ingin membelanjakan duitnya?

Apakah itu artinya masyarakat kita juga banyak duitnya? Katanya masyarakat semakin menderita secara ekonomi? Lha ini, koq pada berebut membelanjakan duitnya semua? Hehehe…., tunggu dulu….., orang-orang yang membludak memenuhi pusat-pusat perbelanjaan ini jumlahnya belum mencapai sekian persen dari seluruh rakyat Indonesia lho…
Masih banyak di belahan Indonesia yang lain yang untuk makan hari ini saja susah. Nggak usah jauh-jauh deh contohnya, yaitu copet tadi. Coba dia hidupnya mapan, ada pekerjaan tetap yang dapat diandalkan, apa dia juga mau jadi copet? (Sebetulnya sih, jawabannya relative ya…., sebab ternyata jadi copet itu juga terkadang bukan karena sekedar kepepet tapi karena males. Jadi gimana dong…? Jadi bingung nih nulisnya….., hehehe…)

Oke deh, nulisnya sudah dulu. Aku juga tidak tahu harus nulis apa lagi, aku kan hanya sekedar share perasaan dan pengalamanku ke Pasar Tanah Abang yang baru pertama kalinya kudatangi ini, hanya saja otakku terlalu penuh dan tanganku selalu gatal kalau aku belum mengeluarkannya seperti ini…. Anggap saja ini salah satu referensi pengalaman buat yang tidak pernah bersentuhan secara langsung dengan mereka yang berada di kebanyakan masyarakat kita…..



Bogor, 2 Agustus 2012