Minggu, 12 Agustus 2012

Penjaja Akting


Pulang kerja naik krl ekonomi menjelang maghrib, penumpangnya tidak sepadat hari-hari biasa waktu belum bulan puasa. Mungkin sebagian ada yang pulang lebih awal, atau mungkin malah menunggu buka puasa dulu baru pada pulang, yang jelas kereta jadi lumayan lengang, sorga bagi para penumpang… hehehe…

Para pedagang asongan semangat banget mondar-mandir, “Ayo, persiapan-persiapan…., sebentar lagi buka…., yang dingin yang dingin, ayo persiapan….. “ begitu teriak para penjual minuman. Kebanyakan memang yang lewat hanya penjual minuman dan buah. Mungkin para pedagang asongan yang lain juga pada istirahat nunggu buka puasa dulu.

Tiba-tiba ada yang mengucapkan salam dari ujung gerbong, “Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh…, dan salam sejahtera pada para penumpang semuanya.”
Aku sempat menengok dan melihat seorang laki-laki gondrong berpakaian hitam-hitam dengan ikat rambut batik membawa tas kain dan sebuah seruling berdiri di sana. Setelan bajunya seperti pakaian orang Baduy atau Madura dengan celana lebar tiga perempat. Pokoknya penampilan etnik gitu.

“Permisi bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian, saya minta waktunya sebentar untuk bersedia mendengarkan saya. Saya berasal dari sanggar bla bla bla…. yang ingin mengungkapkan isi hati….” Aku lupa nama sanggar yang dia sebut, dan masih ada beberapa kalimat panjang pembuka yang diucapkannya, tapi aku lupa. Intinya semacam protes social pada para pemimpin begitu.

Kemudian dia langsung menjatuhkan diri bersimpuh di lantai kereta sampai nyaris bersujud sambil mulai meniup serulingnya yang melengkingkan penderitaan. Aku sih tidak terlalu faham dengan bahasa music, tapi kalau yang seperti ini sih, kurasa semua orang juga tau kalau suara lengkingan seruling itu adalah suara kesedihan karena mendayu-dayu mirip orang merintih.

Selanjutnya aksi theatrikalnyapun berlanjut, diselang-seling antara suara seruling dan puisi serta gerakan-gerakan tubuhnya yang mengekspresikan kalimat-kalimatnya. Kulihat beberapa penumpang  menahan tawa dan ada juga yang cekikikan karena tidak bisa menahan tawanya.

Aku jadi berpikir, apakah pertunjukan ini tepat sasaran? Disuguhkan pada masyarakat penumpang kereta ekonomi yang sudah lelah lahir batin dalam memperjuangkan hidup sehari-hari. Apakah pertunjukan ini tidak terlalu berat bagi mereka? Apakah mereka dapat memahami apa maksud dan tujuan pertunjukan ini? Apakah tidak sia-sia pertunjukan ini digelar di hadapan mereka?

Ataukah sang actor memang sengaja mencari penumpang kelas ini karena merekalah yang paling mudah tersulut api bila disuguhi kata-kata yang sedikit bernada protes pada para pemimpin, sehingga lebih gampang mengambil simpati mereka dan mendapatkan recehan dari mereka? Hehehe…., pikiran setan mulai menggelitikku,  mulai berandai-andai dan merangkai prasangka-prasangka negative.

Di akhir pertunjukannya, sang actor kembali bernarasi, mengucap doa keselamatan bagi para penumpang kemudian berkeliling mengacungkan tas kainnya yang sudah kumal. Kulihat banyak juga yang memasukkan recehannya ke dalam tas kain itu, termasuk yang tadi kulihat menahan tawa dan cekikikan melihat pertunjukannya.

Hehehe, kurasa sang actor pasti bersyukur karena pertunjukannya berhasil menarik simpati para penumpang sehingga mereka bersedia mengeluarkan recehannya. Atau mungkin hanya sekedar rasa kasihan tanpa tahu sama sekali arti pertunjukan itu karena tadi melihat sang actor yang sampai bersimpuh seperti itu?!..... Ah, tidak tahulah aku, apapun alasannya, yang pasti kantong kain sang actor berhasil menampung recehan itu…. Hehehe…

Kereta semakin melaju, waktupun sudah memasuki saatnya berbuka puasa. Dengan kecanggihan tekhnologi masa kini, khususnya HP yang dimiliki oleh hampir setiap penumpang kereta ekonomi ini, semua penumpang dapat mengakses dengan tepat kapan saatnya berbuka.

Alhamdulillah. Setetes demi setetes air mineral yang melewati tenggorokan, sudah membatalkan puasaku hari ini. Kenikmatan yang eksotis karena berada di atas kereta ekonomi yang rata-rata juga hanya meneguk segelas air mineral, tanpa kolak, es buah, kurma, biji salak,  dan sebangsanya. Semoga puasa hari ini diterima oleh Sang Pemberi Hidup. Aamiin.



Bogor, 10 Agustus 2012