Kondisi jadwal dan fisik KRL
khususnya Jakarta-Bogor dalam beberapa hari ini benar-benar aduhai. Mau yang
commuter ataupun yang ekonomi benar-benar menguras kesabaran dan tenaga.
Mulanya, waktu jadwal kereta
mulai tersendat-sendat. Masih dapat dimaklumi. Sudah biasa kalau kereta suka
telat mah. Tapi, ketika tiba-tiba ada kereta anjlok….., wow…, itu jadi hal yang
luar biasa. Karena sebetulnya hal yang seperti ini jarang sekali terjadi.
Apalagi ketika aku dengar sebab
yang membuat kereta itu anjlok. Ternyata rel-nya dipotong oleh seseorang. Edaaaannnnn,
rel kereta api dipotong demi kepuasan hati orang gila yang tidak berotak itu.
Taruhlah dia dendam pada seseorang atau pada Petinggi PT KAI, tapi haruskah
sampai memepertaruhkan ribuan nyawa penumpang yang tidak berdosa? Benar-benar
nggak punya otak kan? Beruntung saat kejadian itu tidak sampai mengorbankan
jiwa manusia, hanya fisik bangunan peron stasiun saja yang jadi rusak.
Akibat dari anjloknya gerbong
kereta itu, jelas membuat perjalanan kereta terganggu. Kereta yang biasanya
dimulai dan berakhir di Stasiun Bogor dari Jakarta, terpaksa hari itu hanya
dapat diberangkatkan dan diakhiri di Stasiun Bojonggede, dua stasiun sebelum Stasiun
Bogor.
Waktu aku berangkat kerja, jadwal
ngaco nggak masalah karena perjalanan masih lancar sampai ke tujuanku. Tapi
ketika pulang….., ala maakkkk…, perjalanan yang biasanya memakan waktu hanya
tiga perempat jam, bisa molor jadi hampir tiga jam. Ya, gimana nggak jadi molor
kalau setiap akan masuk stasiun harus berhenti dulu sekian ratus meter sebelum
stasiun, kemudian setelah kereta yang saat itu masuk di di stasiun itu jalan,
barulah kereta kita masuk stasiun. Biasanya di setiap stasiun, kereta tidak
pernah berhenti lebih dari tiga menit, sekarang bisa hampir setengah jam.
Begitu seterusnya sampai tiba di Stasiun Bojonggede.
Kondisi di dalam kereta commuter
yang sudah naik tarifnyapun menjadi semakin amburadul. Bayangin saja,
penumpangnya sama berjubelnya dengan ekonomi. Pintu dan kaca semua tertutup
karena janjinya kan kereta ini ber AC, tapi kenyataannya AC-nya jarang sekali
terasa, paling-paling hanya fan yang sibuk muter berusaha mengatasi gerahnya
penumpang, tapi kenyataannya ya tetap tidak terasa dan tidak sanggup mengatasi
kondisi di dalam gerbong.
Ketika kereta sampai di Stasiun
UI, penumpangnya sedikit berkurang, dalam artian aku sudah dapat mencari kakiku
dan meletakkannya pada posisinya, yaitu berdiri dengan kokoh. (Tadinya kan aku
sendiri tidak tahu, sedang berdiri atau menyandar pada orang lain, saking tidak
bisa bergeraknya)
Karena kereta juga berhenti dalam
waktu yang tidak dapat dipastikan, aku mencoba merangsek ke arah pintu sebelah
kiri. Pintu ini tidak akan terbuka sampai Stasiun Depok Lama, karena arah peron
stasiun-stasiun sebelumnya adalah sebelah kanan. Aku minta tempat pada
bapak-bapak yang berdiri di situ untuk dapat duduk di bawah (lantai) dan
menyender ke pintu. Bodo amat, aku memang seperti ini. Ngapain jaim. Capek ya
duduk, kalau sudah nggak capek ya nanti berdiri lagi. Duduk di lantai juga
nggak masalah, toh nggak ada juga yang kutaksir di dalam kereta ini…, hehehe…… Temanku kulihat masih berdiri berpegangan
pada tiang kursi, padahal tadi dia tidak mau kuajak ke gerbong wanita karena
berharap ada kaum adam yang memberinya tempat duduk…, tapi toh kenyataannya dia
tetap juga berdiri, nggak ada yang memberinya tempat duduk. (Di gerbong wanita
juga begitu, tidak ada yang saling memberi tempat duduk…, mungkin karena
menganggap sama-sama wanita). Akhirnya, walaupun dengan tersendat-sendat dan hawa yang pengap, keretaku
sampai juga di Bojonggede setelah menempuh perjalanan selama hamper 3 jam.
Aaaaaaa…………
Jujur saja kondisi kereta
commuter memang agak mending bersihnya dibanding ekonomi, kalau di ekonomi ya
tidak mungkin aku duduk di bawah seperti di dalam commuter. Di sana bercampur
berbagai macam kotoran, termasuk air ludah ataupun air kencing… (Kadang
anak-anak ada yang ngompol di kereta, dan orang tuanya cuek saja… hehehe…)
Itu kondisi di dalam kereta
commuter waktu aku pulang kerja dua hari lalu. Lain lagi ceritanya di dalam
kereta ekonomi waktu aku pulang kerja tadi malam. WOOOWW…, (wow-nya harus
dengan huruf besar semua supaya mantab!)
Waktu aku sampai di loket Stasiun Tebet, ternyata kereta ke arah Bogor
adalah ekonomi dulu. Dua kali ekonomi,
baru commuter. Ya sudah, aku beli ekonomi karena aku buru-buru harus
meninggalkan Stasiun Tebet ini karena ada sesuatu hal. (Temanku belum pulang karena
laporannya belum selesai, jadi aku sendirian)
Kereta langsung tiba begitu aku
memasuki peron, akupun masuk karena masih ada celah. Perjalanan lancar jaya
walaupun di luar hujan cukup deras. (Nggak kebayang gimana dinginnya para
penumpang yang duduk di atap, terkena hujan dan angin yang kencang)
Eeh, begitu kereta memasuki
Stasiun Pasar Minggu, ternyata kereta masuk ke jalur satu. Para penumpang mulai
curiga, jangan-jangan keretanya mogok. Sebab, biasanya kereta yang bermasalah
memang masuk jalur ini, supaya tidak mengganggu yang lain. Tapi kira-kira lima
menit kemudian ternyata kereta berjalan kembali. Semua penumpang menarik nafas
lega. Padahal kondisi kereta di dalam gerbong yang kunaiki ini lampunya mati
dan bocor di sana-sini. Oh ya, saat aku naik tadi sekitar jam enam , berarti
sekarang hampir setengah tujuh malam.
Masuk Stasiun Depok Baru, kereta
berhenti lumayan lama. Aku dapat tempat duduk karena ibu-ibu yang duduk di
depanku turun. Keretapun melaju ke Stasiun Depok Lama. Nahhh…, di Stasiun Depok
Lama inilah kereta berhenti lamaaa……, bukan agak lagi. Sedangkan kondisi di
dalam gerbong semakin berjubel karena kereta commuter sebelum kereta ini tadi
kan hanya sampai Stasiun ini, tidak sampai Bogor. Jadi yang mau ke Bogor pada
naik ke kereta ini.
Ternyata, sampai kereta ekonomi
di belakang keretaku juga masuk ke Stasiun Depok Lama, kereta yang kutumpangi
tidak juga berjalan. Pengumuman dari Pengeras Suara Stasiun sama sekali tidak
menyinggung kapan kereta kami akan diberangkatkan. Sementara para penumpang sudah
berteriak-teriak minta keretanya dijalankan.
Akhirnya ada juga pengumuman yang
menyatakan kalau keretaku dan kereta ekonomi yang baru masuk tadi, tidak dapat
melanjutkan perjalanan karena mogok! Para penumpang diminta menunggu di jalur
dua, nanti setelah commuter ke arah Bogor yang masuk di jalur dua meninggalkan
stasiun, akan ada kereta ekonomi dari DEPO yang menggantikan kereta kami yang
mogok. Aaaaa…..
Kebayang nggak, dua rangkaian kereta
ekonomi yang mogok, hanya digantikan satu rangkaian kereta ekonomi lagi.
Huahhhh…..!!! Penumpangpun berebut untuk dapat masuk supaya terangkut. Sudah
tidak perduli lagi tua muda, nenek-nenek ataupun anak-anak. Yang mau masuk ya
masuk dengan keadaan seperti pindang, yang tidak mau ya silahkan menunggu entah
sampai kapan kereta ekonomi berikutnya akan datang.
Kondisi seperti ini sudah pernah
kualami, dan waktu itu aku langsung meninggalkan stasiun untuk berganti
angkutan naik angkot ke Bojonggede. Tapi, angkot itu hanya dapat berjalan lancar
sampai di depan Stasiun Citayam saja. Selanjutnya stag di situ sampai hampir satu
jam karena macet. Aku sih sabar saja menunggu di dalam angkot, terserah mau
nyampe jam berapa. Tapi ternyata sopir angkotnya yang patah hati dan memutuskan
untuk tidak melanjutkan perjalanan. Kami, para penumpangnya di suruh turun. Akupun
turun, dan masuk ke dalam Stasiun Citayam. Menunggu kereta lagi. (???)
Makanya kali ini aku tidak mau
keluar stasiun dan mencari angkot. Aku tidak mau kejadian dulu terulang lagi,
aku naik angkot tapi akhirnya keretanya jalan juga.
Hehehe…, ternyata kondisi kali
ini beda. Ternyata kali ini jauuuhhhh lebih paraaahhhh dibanding saat itu. Aku
yang sudah berhasil masuk dalam himpitan penumpang di kereta pengganti, rupanya
masih harus menelan kekecewaan lagi. Sebab baru beberapa ratus meter dari
Stasiun Depok Lama, lampu kereta mati dan diikuti mesin kereta yang juga mati.
Aaaa…… Keretanya mogok lagi!!
Suara penumpang berteriak-teriak,
“Kiloin aja… kiloin aja….”
Lampu dinyalain lagi…, kereta
mulai jalan… lampu mati lagi….. Aaaaaaaa…
“Sudah, nggak usah lampu asal
jalan…!!” teriak penumpang-penumpang yang sudah pada stress.
“Gua mandi keringet nih!” kata
penumpang laki-laki di sebelah kananku.
“Iyalah…, kalau mandi susu mah di
spa!” jawab temannya. Hehehe…., dalam kondisi seperti ini, mereka masih juga
bisa bercanda. Aku sendiri sibuk memeluk buah melon yang tadi kubeli di Stasiun
Depok Lama. Takut ibu-ibu di depanku punggungnya sakit karena buah melon kan
keras.
Setelah lewat setengah jam, tapi
rasanya sudah lima tahun…, akhirnya kereta jalan juga. Tanpa lampu. Untungnya
hujan sudah berhenti sejak tadi, jadi tidak ada adegan kebocoran lagi di dalam
gerbong kereta, dan akupun sampai di rumah dengan perjalanan selama hampir tiga
jam juga.
Benar-benar deh, beberapa hari
ini aku harus menguras kesabaran dan tenaga demi menempuh perjalanan dengan KRL
tercinta. Seharusnya para Petinggi dan Pejabat PT KAI memasukkan juga kondisi
kereta dan penumpangnya ini ke dalam agendanya. Walaupun kondisinya hanya
sekian persen, tapi kan kami ini juga masih rakyat yang harus diberi perhatian
juga. Kalaupun rangkaian kereta ekonomi itu sudah uzur banget dan tidak layak
pakai, mbok ya jangan dipaksain. Tolong diganti dengan yang lebih layak dan
agak manusiawi…. Alokasi dana yang kadang terbuang mubazir (dan akhirnya
dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang ‘cerdas’) di bagian lain, mbok ya disalurkan
ke bagian urgent seperti ini.
Bogor, 6 Oktober 2012
(ngetiknya masih dalam keadaan
lemas karena capek)