Rabu, 12 September 2012

Di Stasiun Kereta Tanah Abang



Setelah dua hari selalu pulang (nyaris) tengah malam, akhirnya hari ini bisa juga pulang sore hari…, walaupun sampai rumahnya juga sudah hampir setengah tujuh malam.

Tadi, waktu duduk di peron Stasiun Tanah Abang sambil menunggu kereta yang ke Bogor, aku berdebat dengan temanku tentang jalur mana yang akan dimasuki kereta yang kami tunggu, sebab ketika dari tadi kami sudah menunggu di jalur tiga, ternyata ada kereta ke Depok yang masuk di jalur lima. (Saat itu di jalur tiga memang sedang ada kereta AC Ekonomi Brantas jurusan Kediri yang sudah standby dan siap berangkat)

Kalau dari jalur tiga ke jalur lima tinggal melangkahkan kaki aja sih, kami pasti sudah berada di jalur lima untuk naik kereta ke Depok ini. Tapi, di sini masalahnya adalah, dari jalur tiga ke lima itu kami harus naik tangga dulu, terus nyebrang lewat bangunan di atas rel,  baru kemudian turun lagi masuk ke jalur lima itu. Temanku tidak mau, “Capek!” katanya.

Ya sudah, kamipun tetap duduk di tempat sambil menunggu kereta Brantas ini berangkat, baru kemudian Commuter Line jurusan Depok masuk ke jalur ini. Nanti, setelah sampai di Depok lama kami akan menunggu dan nyambung kereta yang akan ke Bogor.

“Coba tanya ibu-ibu di sebelah itu, dia mau ke mana…” kataku pada temanku sambil menunjuk dengan isyarat mataku pada ibu-ibu yang duduk di samping kiri temanku.
“Ibu mau ke mana?” tanya temanku.
“Oh, saya mau pulang ke Solo…” jawabnya.
“Oh, ibu mau ke Solo? Jam berapa keretanya berangkat bu…?” kata temanku.
“Nanti malam, jam delapan..” jawabnya.
“Jam delapan malam?!” Aku dan temanku bersamaan mengeluarkan kata-kata itu. Saat itu masih jam empat sore lewat lima belas menit.
“Ya ampun bu, apa nggak kelamaan nunggu di sini sampai malam…” kata temanku.
“Daripada di tempat kost anak saya, panas banget dan sumpek. Mending di sini, pikiran saya tenang karena nggak takut ketinggalan kereta karena macet.” jawab si ibu. Aku tersenyum sendiri. Aku setuju dengan si ibu. Memang begitulah rasanya, daripada tinggal terlalu lama di tempat asing, ya lebih baik di tempat umum seperti ini.

“Anaknya laki-laki atau perempuan bu?” tanya temanku lagi.
“Perempuan bu, dan tau nggak…. Anak saya itu bobotnya 107 kg dan hitam banget kayak saya. Bener-bener persis saya…” jawab si ibu. Aku dan temanku langsung tertawa mendengar si ibu yang langsung bercerita tentang anaknya pada kami seolah ibu itu dan kami sudah kenal puluhan tahun.

“Ibu ini bisa aja…” kata temanku.
“Lho, memang bener bu, anak saya ini hitam dan gendut sekali. Kalau diingatkan supaya jangan terlalu sering makan, eh dia malah marah-marah…. Padahal bu, kakaknya yang laki-laki itu baguuuss banget, kulitnya bersih kayak bapaknya…., pokoknya bagus deh….., eh.. kenapa yang perempuan ini koq persis saya banget…” katanya. Aku tertawa dan mencoba mengamati penampilan si ibu yang ternyata memang bentuk fisiknya agak kurang langsing dan berkulit agak gelap…. Hehehe…
“Tapi bu, kalau otaknya…., anak saya ini nomer satu se kabupaten. Matematika, juara olimpiade. Fisika, tok cer…. Pokoknya kalau otaknya, boleh diadu. Dia memang pinter sekali…” kata si ibu lagi.
“Walaupun dia itu sering diejek dan dipandang sebelah mata oleh orang lain, tapi saya selalu besarkan hatinya…, biarpun terkadang saya juga mikir sendiri, kenapa ya, punya dua anak itu koq berbeda jauh dalam hal bentuknya…., sampai-sampai orang nggak percaya kalau anak saya yang laki-laki itu adalah anak saya…” sambungnya lagi.
“Kalau anaknya sendiri nggak minder ya nggak masalah kan bu?” tanyaku.
“Wah, kalau itu sih enggak ya… anak saya biar begitu juga pede banget koq…, tapi pernah juga sih dia bilang ke saya begini…, bu orang-orang itu lho, kusapa koq diam aja, apa karena aku gendut dan hitam sekali ya, sampai kutegur saja nggak merespon.” kata si ibu.
“Saya sih bilang begini ke anak saya, kalau kamu nggak ditegur atau disapa sama orang, ya nggak usah negur lagi….,  begitu. Biarkan saja mereka seperti itu, kelak mereka akan menyesal bila tau kamu akan jadi apa besoknya, siapa tahu jodohmu kelak malah orang bule… Orang pinter dan sukses itu tidak melihat fisik dalam mencari jodoh. Yang penting otaknya.” kata si ibu lagi.

Ibu yang hebat. Dia menerima semua kekurangan anaknya (kalau gendut dan hitam itu dilihat sebagai kekurangan) dengan ikhlas dan jujur, tetapi dia juga sangat bangga pada kelebihan (maksudnya bukan kelebihan berat badan, tapi otak cerdas … hehehe…) yang dimiliki anaknya. Si Ibu percaya bahwa anaknya kelak dapat menaklukkan dunia dengan otak cerdasnya itu.

Aku benar-benar salut pada si ibu yang dapat memberikan harapan indah pada si anak tentang jodohnya kelak, walaupun disamping setuju pada pendapat si ibu tentang jodoh itu, pikiran jahatku juga meloncat-loncat berandai-andai seperti ini?
Apa betul orang-orang pintar dan sukses itu tidak melihat fisik dalam memilih pasangan hidupnya? Sebab yang selalu tampak di TV adalah para pejabat, pengusaha, bahkan ustad yang istrinya cantik-cantik  jelita lho. Mereka semua punya pasangan hidup yang sedap dipandang mata dan dapat dibanggakan alias dipamerkan ke hadapan public.
Kalau kantor atau perusahaan yang mencari karyawan sih memang iya, mereka tidak terlalu perduli pada fisik (kecuali bagian yang berhadapan dengan public ya) asalkan otaknya brilliant, asalkan otaknya dapat dimanfaatkan untuk menumbuh kembangkan perusahaan tersebut. Bukannya begitu?

Astagfirullah al adzim, kenapa aku jadi membicarakan bentuk fisik manusia? Sedangkan semua itu, bagaimanapun bentuknya, mau cantik atau jelek, mau gendut atau kurus, adalah ciptaan Tuhan, yang bahkan manusia itu sendiri membuat sehelai rambut yang terus menerus tumbuh saja tidak bisa.

Seorang sahabatku ada yang pernah bilang begini, aku lebih suka pada orang-orang yang hanya dapat membaca huruf Braille, sebab mereka tidak melihat materi dengan matanya tetapi mereka melihat dengan rasa, dengan hati.

Mudah-mudahan masih banyak lagi orang-orang yang punya pikiran seperti sahabatku tadi, sehingga teori si ibu tadi ada yang mendukung. Semoga harapan (yang dapat berarti doa) ibu kelak terjadi ya ibu ya…., semoga kelak anak perempuan ibu berhasil menaklukkan dunia ini dengan otaknya. Semoga…





Bogor, 12 September 2012
(teori sahabatku tadi indah sekali ya, walaupun istrinya sendiri termasuk cantik jelita… hehehe,…sehingga teorinya agak tidak  mendukung kenyataannya, begituuuu ….)