Senin, 21 Januari 2019

Diklatsar Pecinta Alam Wanala Unair XLI



“Kak, nengokin Diklat yuk...” ajakku pada Kk pagi itu.
Padahal sih sebetulnya aku galau antara mau pergi atau tidak, sebab aku belum tahu lokasi tepatnya yang dipakai Diklatsar Mahasiswa Pecinta Alam Wanala Unair Surabaya ke 41 saat ini (6-13 Januari 2019). Terakhir kudengar lokasi  Basecampnya sudah pindah dari tempatku menjalani Diklatsar yang sama 32 tahun yang lalu. Kalau Pelantikannya sih masih tetap di Sumber Tetek.
“Ayuk...” jawab Kk.  Dia sih seneng aja kalau ikut aku ke acara Wanala, sebab dia lebih banyak kenal dengan Juniorku di Wanala ini daripada aku. (Karena usia mereka memang tidak jauh berbeda).
“Tapi mamie nggak tau lokasi Basecampnya.” kataku.
“Ini, dikasih sharelocnya sama mas Fais.” katanya. Tuuh kan..., aku aja nggak ada kontak sama mereka yang saat ini di lapangan, tapi si Kk malah punya sharelocnya.
“Ya udah, kita naik bis aja turun di Masjid Cheng Ho, terus katanya sih naik ojek ke lokasi...” kataku.
“Kata Sabil nanti dijemput pakai motor di Masjid Cheng Ho mie...” kata Kk. Wah wah wah..., si Kk ini bener-bener dapat diandalin ya...
“Okkkeee..., mamie suka sekali yang begini...., hehehe.....” jawabku sambil tertawa. Sabil itu Ketua Umum Wanala yang masih aktif saat ini, seumuran sama Kk. Dan bersama Fais, Robby, Wahyu cowok, Wahyu cewek, serta Tommy (kalau nggak salah) mereka pernah naik Gunung Argopura bersama. Makanya mereka akrab.

Sekitar jam satu siang, aku dan Kk naik Grab ke Arjosari kemudian nyambung bis ke arah Surabaya. Nanti turun di Terminal Pandaan, terus nyebrang ke Masjid Cheng Ho.
Tadi sih Kk sempat nanya, apa perlu bawa Sleeping Bag. Kujawab nggak usah, sebab malam nanti kita langsung pulang. Nggak usah nginep, pikirku.
Sampai di terminal Pandaan, aku dan Kk langsung ke toilet dulu. Mumpung masih ketemu toilet. Sebab kondisi Basecamp sekarang kan aku nggak tahu sama sekali, sedangkan untuk menggunakan toilet alam (baca: semak-semak), sepertinya di usiaku saat ini koq rasanya gimana gitu....
Begitu sampai di Masjid Cheng Ho, hp Kk tiba-tiba mati. Dia langsung manyun tuh. Sudah dicolokin power bank yang dia bawa, tetap aja nggak mau nyala. Cemberut tingkat dewa-dewi deh... (motto anak-anak jaman now kan hp adalah nafasku).

Sekitar setengah jam (lebih mungkin), tiba-tiba hpku bunyi....., Sabil menelpon.
“Mbak, ada di mana?” tanyanya.
“Di depan Bil, di gerbang masuk dari depan tuh...”jawabku sambil berdiri, “Kamu di mana?” sambungku sambil melongok kanan kiri mencari-cari.
Ketika aku berbalik, “Astaghfirullah...” Sabil berdiri di depanku sambil memegang hpnya.  Sama-sama kaget, dan tawa kamipun pecah.
Ternyata daritadi tuh kami duduk di tempat yang sama, hanya saja beradu punggung. Aku dan Kk sibuk menatap ke arah pintu masuk..., sedang Sabil mengawasi ke arah dalam.
Sabil mengajak anak Diklat 40, cewek, namanya Hanif buat menjemput aku dan Kk. Aku dibonceng Sabil. Kk mengikuti di belakang, dia yang membonceng Hanif. Nggak tahu, kenapa Kk yang membonceng. Ssst..., Kk juga yang kasih tahu aku nama Hanif ini.


Menuju Basecamp, aku benar-benar hilang arah. Aku belum pernah sekalipun lewat sini, dan sepertinya lumayan jauh. Melewati beberapa perkampungan penduduk, tapi jalanan aspal oke... Melihat jaraknya, nggak salah kalau agak lama juga Sabil nyampai di Masjid Cheng Ho.
Setelah sampai di depan Pos Pantau Vulkanologi, kami masuk ke jalan tanah berumput di sepanjang tepian sungai. Jalannya tidak terlalu lebar, hanya pas sebuah mobil masuk. Jadi kalau bawa mobil musti hati-hati supaya roda tidak terperosok masuk sungai.

Akhirnya sampailah kami di Basecamp.
Dua buah tenda berukuran raksasa tampak berdiri di tepi sebuah tanah lapang yang luas (atau lapangan bola?). Seorang cewek nyamperin aku dan memberi salam, dia Pipit  dari Diklat 39, Ketua Panitia Diklat 41 ini. Aku tahu dia karena pernah datang ke rumahku beberapa bulan lalu.
Suasana sepi. Karena saat ini sebagian besar panitia Diklat sedang menunggu peserta yang Linmed menuju pos pendaratan di SD Wonosunyo, dan sebagian lagi pasti sedang mempersiapkan lokasi pelantikan nanti malam di Sumber Tetek.
Di tenda konsumsi ada Ipe yang sedang membuat bubur kacang hijau (dia pernah ke rumahku dengan Pipit) dengan satu orang cewek (aku lupa namanya), dan seorang lagi cewek yang aku juga lupa namanya, dia tampak sibuk dengan laptopnya (mungkin dia yang bertanggung jawab di dokumentasi dan publikasi).
Di tenda satunya ada Bowo dan Bambang (ALB dari Diklat berapa, lupa). Kemudian ada Bernard yang baru datang juga. Ada Wahyu (kata Kk sih dipanggilnya pak Lurah), dan siapa lagi ya..., lupa. Waktu itu nggak kucatat sih, kami langsung asyik ngobrol aja.
Sempat ketemu Robby (dan pacarnya) yang kemudian langsung berangkat mengantar konsumsi ke lapangan.

Eeh, nggak lama kemudian hpku bunyi, Etty Harjanti Handayani (Diklat 10) nelpon, “Mbak...., aku kesasar. Sekarang aku di depan Pos Pantau, ini terus ke mana?” tanyanya. Ternyata dia nyusul juga. Padahal tadi pagi juga sama galaunya dengan aku, antara mau pergi atau enggak, hehehe....
“Kesasar? Posisimu di mana sekarang?” tanyaku.
“Suruh tunggu di situ aja mbak, biar kujemput... “ kata Sabil yang mendengar aku bertelpon dengan Etty.

Ternyata Etty nggak lama. Dia nggak 
nunggu acara pelantikan nanti malam. Jadi ketika setelah maghrib, aku dan yang lain-lain menuju lokasi pendaratan, Etty dan suaminya pulang. Tapi kurasa yang sebegitupun pasti sudah hal yang luar biasa buat Etty, cukup untuk mengobati rasa kangen pada suasana seperti ini. Suasana Diklat yang mengharu biru.

Tiba di SDN Wonosunyo, dua team peserta sudah mendarat dan pada bergelimpangan di teras sekolah, beristirahat menunggu pelantikan nanti malam, setelah Linmed mereka sehari semalam di lereng Gunung Penanggungan ini. Pasti lelah lahir bathin, bercampur lega.  Sudah pernah kualami dulu, hehehe....

Beberapa orang Anggota Wanala (aktif) yang melihatku tampak datang menghampiriku, seperti Fais, Reza, siapa lagi ya...., mengucap salam, dan yang belum kenal mengenalkan diri sambil menyebut Diklatnya, ngobrol sedikit, kemudian melanjutkan aktifitasnya lagi. Yang lain mah cuek bebek.  Sungguh beda dengan jamanku dulu ketika menanggapi apressiatif senior yang datang di acara mereka, hehehe....
Aku sempat mau ke toilet, tapi kata panitia, di sekolahan ini toiletnya tidak keluar airnya dan tempatnya horor karena tidak berlampu.
“Nggak ada airnya mbak, pakai ini aja...” Bambang langsung menyodorkan botol air mineral yang dibawanya. Kuterima dengan takjub, makasih ya...
“Mamie manja ih..., apa harus ke toilet sekarang? Jangan ngrepotin anak-anak dong mie, mereka kan sibuk...” kata Kk. Manja katanya?! Enak aja!! Biarpun aku juga Anggota Wanala, tapi sudah emak-emak nih. Dia belum ngerasain jadi emak-emak sih.
“Saya antar ke masjid aja mbak..., ini juga saya barusan dari masjid...” dua orang panitia cewek cantik yang baru turun dari motor menawarkan diri. Oke deh..., akupun diantar salah satunya (aku lupa namanya, tapi sepertinya dari Diklat 40) menuju masjid pakai motor. Jauh, katanya. Makasih ya..., sudah meladeniku...., muach.

Kembali dari toilet, aku tetap ngobrol dengan Bambang dan siapa ya..., lupa lagi, masuklah sebuah mobil sedan ke halaman SDN Wonosunyo ini. Pasti ALB lagi yang datang.  (Eh, jangan risau dengan banyaknya lupaku lho ya..., karena tampaknya saat ini faktor U sudah amat turut andil banget dalam hidupku, hihihi....)
Sungguh suatu perasaan yang tidak dapat kuceritakan melihat begitu besar support, perhatian dan interestnya para ALB dengan kegiatan juniornya di wadah Pecinta Alam yang kami miliki ini. Sebuah wadah yang mengikat kami dan menjadikan kami sebagai saudara seumur hidup, walaupun rentang perbedaan usia kami yang sangat jauh.
Keluar dari mobil adalah cowok-cowok ganteng dari Diklat 28, 29, dan 30. Sepuluh tahun bedanya dengan Diklat saat ini. Ada Arya, Viki, Bobo, dan Tatang (?). Tetapi mereka masih menyempatkan diri hadir.
Sambil menunggu acara Evaluasi Linmed jam 22.00 WIB, Sabil dan Fais mengajak aku dan Bambang mengobrol di sebuah kelas kosong.
“Sambil duduk mbak, daritadi mbak Aan berdiri terus, apa nggak capek... “ kata Sabil.  Si Kk ke mana? Entahlah..., pasti dia sudah menemukan teman ngerumpinya sendiri.

Ketika sedang ngobrol itulah, ada panitia yang memberitahu Sabil dan Fais kalau acara Evaluasi di Lapangan depan sekolah itu akan dimulai. Kamipun keluar dari kelas dan melihat semua peserta sudah dibawa ke lapangan oleh panitia.
“Mbak Aan nanti ke Sumber sama anak-anak ya...., tunggu saya carikan dulu...” kata Sabil.
“Iya, iya..., gampang Bil... Sudah sana, kamu Evaluasi dulu.” kataku.

Naah, baru sekarang tuh kelihatan si Kk. Dia muncul begitu saja, entah dari mana.
“Lapar nggak Kak, mamie lapar nih.... Perasaan tadi kita belum makan dari pagi ya...” kataku sambil berjalan menghampiri tempat cowok-cowok ganteng (ALB yang datang pakai sedan tadi) nongkrong.
“Di mana ada warung ya....” tanyaku ke mereka.
“Waduh, di mana ya... Biar diantar Tatang aja mbak, cari warung ke bawah...., pakai mobil aja...” kata mereka. Itu yang Diklat 30, kamu namanya Tatang kan? Bener nggak sih... Sorry kalau salah ya..., dan makasih sudah diantar-antar.
Aku dan Kk pun diantar mencari warung ke dekat masjid tempat aku tadi numpang ke toilet. Tapi ternyata warung-warungnya sudah pada tutup. Jadi aku cuma membeli beberapa bungkus roti sisir. Lumayan buat mengganjal perut supaya tidak masuk angin, pikirku. Kamipun kembali ke SDN Wonosunyo tadi.
Evaluasi masih berlangsung, jarum jam semakin merambat naik, tiba-tiba saja rombongan cowok ganteng tadi pada pingin jalan kaki ke Sumber Tetek. Si Kk ikut jalan. Aku mah ogah. Jadi aku dan Tatang naik mobil ke Sumber Tetek. Nunggu pelantikannya di sana aja.

Sampai di Sumber Tetek, ternyata ada Ibu Nur (Pembina Wanal saat ini) yang lagi tidur di mobilnya. Tadi sekitar jam 21.00 dijemput Bernard di GG karena nggak berani bawa sendiri ke atas (lokasi) yang memang medannya naik turun curam dengan kondisi jalan yang hanya cukup dua mobil berpapasan.
Ada juga Nuh dan Zaky dari Diklat 10. Wowowowooo....!! Mereka bawa Martabak dan Terang Bulan banyak banget. Sampai-sampai mobilnya bau Martabak, kata Tatang yang sempat diminta tolong ambil ke mobilnya buat dicemilin sambil nunggu acara pelantikan.
Kira-kira setengah jam kemudian robongan cowok ganteng dan Kk yang tadi berjalan kaki sampai di sini. Pada keringatan di tengah malam begini.  Biar perutnya pada kempes dikit...., hehehe.... Sejak lulus kuliah dan kerja, pasti pada jarang Binjas, jadinya perutnya mulai membuncit tuh...

Menjelang tengah malam, Upacara Pelantikan Anggota Baru wanala Unairpun dimulai. Penerangan sekitar lokasi dipadamkan, para pesertapun berdiri dengan kaki direndam di air sumber. Aku melihat dari pinggir pagar.
“Mbak, ikut upacara ya. Berdiri di sini aja. Pasti kangen suasana ini kan.” kata Wahyu sambil mengajakku berdiri di samping Bu Nur dan Sabil.
Okelah. Sebab, ternyata akupun juga masih hafal dan dapat menyanyikan lagu Hymne Airlangga yang dinyanyikan setelah lagu Indonesia Raya dengan benar.
Begitupun juga ketika Ikrar dan Janji Wanala dibacakan yang diikuti oleh seluruh peserta, akupun dapat menikmatinya dengan perasaan yang bercampur aduk. Untung nggak mewek.
“Ayo mbak, mbak Aan ikut mengguyur anak-anak...” kata Sabil ketika acara pengesahan pengguyuran air pada para peserta. Wahyu memberikan gayung air padaku.
Kuambil segayung air kembang yang sudah disiapkan panitia di sebuah tong besar dan mengguyurkan sedikit-sedikit ke atas kepala para peserta. Benar-benar campuran air dan kembang yang wangi itu, bukan air bekas cucian piring seperti jamanku dulu, hehehe...




Sekitar jam 01,00 dini hari, Upacara Pelantikan selesai dan semua kembali ke Basecamp. Peserta dinaikin Pick-up, dan kulihat si Kk ikut naik Pick-up dengan Sabil. Aku sendiri ikut mobilnya Bu Nur.

Sudah lewat tengah malam. Rencanaku tadi kan tidak nginap. Tapi kalau sekarang kondisi begini, apa iya aku tetap mau pulang? Kasihan Sabil (dan yang lain) yang pasti harus mengantarku ke terminal.
“Nginap aja ya mbak, besok pagi aja pulang..., habis ini makan dulu...” kata mereka.
“Mbak, mau pulang jam berapa..., saya besok selepas shubuh langsung balik..., ayo sama saya aja.” tadi Bu Nur juga sempat menawarkan begitu ketika kami di dalam mobil dalam perjalanan menuju Basecamp ini.
Ya sudahlah. Tanggung juga kan, kalau nggak merasakan suasana seperti ini sampai tuntas. Kapan lagi ada kesempatan begini..., belum tentu tahun depan bisa datang lagi nengokin Diklat. Namanya juga emak-emak, urusannya kan banyak.
Akhirnya Nasi Tumpengpun dipotong sekitar jam setengah tiga pagi. Ini syukuran sekalian sahur kali ya...., hehehe... Beberapa ALB tampak lagi. Ada Iwan si ayah, ada Yasak, dan lain-lain.
Setelah acara makan selesai. Masing-masingpun langsung merebahkan diri di tempat itu juga. Bergelimpangan begitu saja. Walaupun tampak beberapa panitia menggunakan Sleeping Bag sebagai selimut. Si Kk juga memakai Sleeping Bag punya Panji dan merebahkan diri tidak jauh dari tempatku duduk.

Aku sendiri, masih ngobrol dengan Sabil dan Sodek. Sesekali juga ada yang ikut nimbrung. ALB yang lain pada ngerumpi di luar di depan api unggun yang dibuat Yasak. Tidurpun mereka pada bergelimpangan beratap langit.
Setengah empat pagi.  Aku masih ngobrol dengan Sabil dan Sodek. Mau tidur? Ini sudah hampir shubuh. Tanggung amat.
Setengah lima Bu Nur bangun dan diantar ke masjid oleh Yasak dan Sabil.
Kk bangun, dan menuju semak-semak untuk menunaikan buang air kecil. Sudah biasa ke gunung dan hutan ya seperti itu. Cukup bawa tissu basah (yang seharusnya tidak boleh), katanya.


Pulang dari masjid bu Nur bermain bola dan kami sempat foto-fotoan. Belum banyak yang bangun, baik peserta maupun panitia Diklat. Kasihan, pasti remuk redam luluh lantak deh tubuh mereka, setelah sepekan penuh beban, perjuangan dan doa..., hehehe...
Ketika aku akan pulang, kusempatkan menengok sebentar ke tenda. Ternyata Sabil tampak pulas..., hanya Sodek yang masih sempat kulihat terjaga sampai aku pulang.
Sabil, maaf ya... aku benar-benar lupa kalau kamupun pasti lelah sangat, tapi semalaman masih menyempatkan diri menemani aku ngobrol sampai pagi. Sungguh aku jadi merasa egois dan tidak tahu diri.
Sebetulnya, nggak perlu juga memaksakan diri harus menemani aku ngobrol, walaupun memang saat itu bisa dibilang aku adalah ALB tertua yang hadir. Salahku sendiri kan kalau aku tidak tidur?

Ketika pulang, Bu Nur yang disupirin Tatang, mengantarku sampai ke Terminal Pandaan untuk menunggu bis ke Malang. Trimakasih ya bu..., dan Tatang.
Trimakasih buat semua adik-adik Wanala yang terlibat dalam penyelenggaraan Diklatsar kali ini. Trimakasih telah menghadirkan satu lagi kenangan indah untuk kunikmati besok. Viva Wanala!!



Malang, 22 Januari 2019

***setelah sampai rumah, si Kk bilang kalau Sabil dan Fais minta maaf karena tidak melepasku pulang, karena mereka masih tidur. Ya ampuunn..., sampai segitunya ya... (aku jadi terharu nih...)