Jumat, 03 Desember 2010

Copet dan Jambret

“Seorang pemuda berumur 30 tahunan tewas setelah terlempar dari KRL Ekonomi jurusan Depok- Jakarta. Diindikasikan pemuda tersebut adalah korban kejahatan yang terjadi di atas KRL karena ada saksi yang melihat kalau korban telah didorong oleh orang tak dikenal dari atas kereta setelah telepon genggamnya diambil.”

Berita itu kulihat di TV tadi siang ketika sedang masak di dapur, dan berita yang disiarkan itu bukanlah yang pertama kali kulihat di TV ataupun kudengar dari pembicaraan orang-orang. Dengan kata lain, berita yang seperti itu sudah amat sering terjadi dan sama sekali tidak mengagetkan.

Ya, tidak mengagetkan. Tetapi bagiku amat memprihatinkan. Bayangin saja, pemuda itu sudah dicopet hape-nya, eh… si copet masih kurang puas juga, sehingga didoronglah pemuda itu keluar kereta sampai akhirnya harus menemui ajal dengan tragis. Biasanya, seperti yang sering kudengar dari orang-orang yang setiap harinya juga selalu berakrab ria dengan kereta, kejadian yang seperti itu akan terjadi kalau si korban kebetulan menangkap basah pelaku pencopetan atau mungkin si korban berusaha mempertahankan barang yang akan berpindah tangan itu. Dalam keadaan seperti itu, biasanya pencopet nekat dan bertindak untuk menyelamatkan diri supaya tidak sampai dihajar penumpang satu gerbong.

Gila dan jahat sekali kan para pencopet itu? Hanya demi sebuah hape, dia sanggup mencelakakan atau membunuh orang lain. Parahnya lagi, hasil copetan itu aku yakin pasti bukan untuk sekedar menyambung hidup atau membeli sepiring nasi. Sebab, jangan dikira model atau tampang pencopet itu adalah seorang bapak-bapak tua yang berpakaian lusuh atau cacat fisiknya sehingga dengan keadaannya itu sulit baginya untuk mendapatkan pekerjaan yang halal.

Aku jadi ingat, ketika pada suatu saat aku akan pergi ke Jakarta. Aku menunggu di Peron Jakarta yang saat itu sudah penuh dengan calon penumpang. Bangku besi untuk penumpang juga sudah penuh, sehingga aku berdiri sambil bersandar pada sebatang tiang. Sampai akhirnya datanglah kereta ekonomi menuju Jakarta. Aku mundur. Aku tidak naik karena aku menunggu kereta ekspres.

Calon Penumpang yang tadi memenuhi Peron Jakarta sudah lengang, hampir semua sudah naik ke kereta ekonomi ini. Akupun duduk di bangku stasiun yang sudah kosong. Kemudian terdengar peluit Petugas Stasiun, keretapun mulai bergerak perlahan sampai akhirnya mulai kencang. Tepat ketika kereta mulai kencang itu, tiba-tiba berlompatanlah tiga orang pemuda dari dalam kereta dan dari gerbong yang berlainan.

Tepat di depanku seorang pemuda yang lumayan cakep, putih, bersih dengan kaos, celana jeans dan sepatu sport melompat turun dari kereta yang mulai melaju kencang itu. Tangan kanannya menggenggam rantai berwarna putih. Diapun kemudian bergabung dengan dua pemuda lainnya yang tadi juga berlompatan dari gerbong yang berbeda.

Semula aku hanya bengong melihat pemandangan itu. Sepertinya separuh jiwaku sedang tidak bersamaku saat itu. Sama sekali belum ngeh dengan apa yang terjadi, sampai akhirnya tiga orang pemuda tadi berjalan lewat di depan tempat dudukku sambil bercanda dan tertawa-tawa. Santai sekali.

Ketika separuh jiwaku mulai bergabung denganku, saat itulah aku baru sadar kalau tiga orang pemuda tadi adalah para pencopet yang baru saja menjalankan aksinya. Aku mulai bertanya-tanya di dalam hatiku sendiri kenapa tiga orang pemuda tadi baru turun dari kereta justru pada saat kereta sudah mulai melaju kencang. Kalau memang mau turun, biasanya para pemuda atau anak-anak muda yang lain tuh, malah sudah pada melompat ketika kereta belum juga berhenti. Setelah kereta berhenti, baru orangtua, wanita dan anak-anak mulai turun. Kemudian para calon penumpang berebutan naik, dan keretapun jalan lagi.

Nah ini,…. Kenapa kebalikannya?! Kereta sudah mulai melaju kencang, baru berlompatan turun…., dengan tangan yang menggenggam rantai pula! Jawabannya adalah, karena mereka baru saja menjalankan aksinya mencopet atau menjambret di atas kereta tepat ketika kereta sudah mulai melaju. Sebab kalau kereta belum jalan dan mereka mulai mencopet atau menjambret, kalau ketahuan, mereka bisa dihajar penumpang sekereta dan satu stasiun. Sedang kalau kereta sudah mulai jalan begini, siapa pula yang akan melompat turun mengejar mereka? Dapat dipastikan tidak bakalan ada penumpang yang melompat turun untuk mengejar. Bahkan aku yang melihat pemandangan itu tepat di depan mataku saja telat bereaksi.

Tetapi seandainya aku tidak telat bereaksipun aku juga tidak tahu harus berbuat apa. Apa aku harus berteriak? Mereka bertiga, dan aku sendiri. Apa aku berani? Kondisi Peron Jakarta saat itu sepi karena penumpang baru pada naik kereta. Calon penumpang dari Peron Bogor dan orang-orang serta petugas yang lain, ada di seberang sana, terhalang kereta yang baru saja berangkat. Lapor ke Petugas Stasiun? Ya telat…, para pencopetnya sudah keburu pergi.

Mungkin aku hanya dapat urun saran pada siapapun juga yang setiap harinya ataupun yang hanya sekali-sekali berhubungan dengan KRL, khususnya yang ekonomi jurusan Jakarta-Bogor, Bogor-Jakarta…, (karena untuk kereta ekonomi, pintu kereta selalu dalam keadaan terbuka), supaya berhati-hati di setiap kereta akan berhenti atau akan jalan di setiap stasiun. Sebab biasanya tepat pada saat-saat itulah para Pencopet atau penjambret beraksi. Ini berlaku bagi semua penumpang yang kebetulan berada di dekat pintu maupun di tengah gerbong sebab gerakan mereka cepet sekali. Ini untuk berjaga-jaga supaya kita jangan sampai jadi korban. Rasanya menjengkelkan sekali dan sungguh menyesakkan dada….., percayalah. Karena aku juga sudah pernah mengalami bagaimana rasanya menjadi korban pencopet.

Bogor, 3 Desember 2010

(Merasa prihatin, kenapa pemuda cakep-cakep begitu harus menjadi Pencopet dan tidak punya hati?)