Jumat, 28 Februari 2014

Tentang Anak Gadisku




Pada dasarnya, dari kecil aku memang suka membaca, suka mendengarkan cerita, suka menonton drama di televisi, dan suka mengobrol. Pokoknya aku selalu tertarik dengan berbagai kisah kehidupan, mulai dari kisah social sampai cinta-cintaan, mulai dari yang fiksi sampai realita. Aku juga tidak memilih cerita yang kuikuti haruslah selalu yang happy ending. Tidak jarang kisah yang kubaca atau kutonton sangatlah menguras air mata dan membuat bajuku keploh (sebab biasanya nggak prepare tissue, jadinya bajulah yang dipakai buat ngelap).

Selain kisah-kisah menarik yang kubaca atau kutonton itu, aku juga amat intens dalam mengikuti kisah sehari-hari  sampai kisah asmara anak perempuanku yang kebetulan tidak tinggal serumah denganku. Aku mendengarkan semua ceritanya setiap hari dengan amat interest seolah aku menunggu episode demi episode drama korea yang dulu sering diputar oleh salah satu stasiun televise. Setiap hari aku selalu menunggu jam 22.00 WIB dengan harap-harap cemas. Kira-kira cerita apa yang akan kudengar hari ini?

(Jam 22.00 WIB itu adalah jam anakku pulang dari bekerja kalau kebetulan dia mendapat giliran masuk shift malam. Tapi biasanya aku tidak langsung menghubunginya di jam itu karena terkadang dia masih keluar untuk makan, jadi seringnya adalah menjelang tengah malam aku baru dapat mendengar cerita anakku di episode teranyarnya)

Setiap mendengar ceritanya, aku selalu berusaha netral seolah aku sedang menonton televisi atau membaca cerita yang sudah pasti aku tidak dapat masuk ke dalamnya, benar-benar riil sebagai orang luar. Tetapi sebagai seorang ibu, terkadang aku juga tidak dapat lagi berlaku netral dan langsung menerobos masuk untuk ikut ambil bagian dalam cerita anakku. Masuk ke dalam privacynya. Naluri induk ayam. Sehingga sering sekali aku ikut berbunga-bunga ataupun down bila mendengar kisahnya dan kemudian langsung memberi instruksi-instruksi untuk melindunginya.
Jeleknya dari sikapku ini adalah, akhirnya nih… terkadang aku masih menyimpan rasa tidak suka pada salah satu tokoh dalam cerita anakku padahal anakku yang mengalaminya sendiri perasaannya sudah netral. Repot kan?!

Kata mulutku, aku selalu mengucapkan kalau semua terserah anakku, terserah dia karena dia yang menjalani dan merasakan sendiri dari pilihannya. “Harus konsekwen pada pilihan!” itu kataku. Tapi kata hatiku sih sebetulnya bukan begitu, karena selalu ada naluri induk ayam tadi. Kata hatiku sering sekali dibarengi dengan emosi, hehehe….

Ada satu hal yang selalu ingin kutekankan apada anakku, yaitu; dalam beraktifitas sehari-hari   belajarlah untuk tidak tergantung pada orang lain. Tidak kepada siapapun. “Kalau banyak hal dapat kita lakukan sendiri, kenapa kita harus mengandalkan orang lain untuk melakukannya bagi kita? Dapat mengatasi sendiri itu akan memudahkan hidup dan memuaskan hati kita kak. Tergantung pada orang lain itu konsekwensinya adalah menunggu, dan menunggu itu adalah suatu hal yang amat tidak mengenakkan di dunia ini. Tapi ya kita jangan menjadi sombong dengan menolak bantuan dari orang lain pada saat kita memang membutuhkan bantuannya…”

Aku tidak suka kalau ada yang (akan) menyakiti anakku, bahkan sekedar mengecewakannya. Maka dari itulah aku harus membuatnya kuat. Aku harus membuatnya mandiri. Tidak boleh cengeng!!

Hehehe, didikan mental untuk pantang menyerah adalah didikan dasar di dalam menggeluti alam, dalam menapakkan kaki sejengkal demi sejengkal, setapak demi setapak untuk mencapai puncak. Aku bersyukur anakku sudah mengadaptasi hal ini tanpa bujukan dariku, semua timbul dari dalam hatinya sendiri. Tetaplah melangkah anakku. Jalan yang terbentang di hadapanmu memang bagaikan padang yang luas tapi tetap bertepi. Percayalah!

Ada lagi yang saat ini ingin kujejalkan dalam memorynya dan aku sendiri juga sedang berusaha mengamalkannya, yaitu apapun yang terjadi hari ini hendaklah semua diterima dengan sikap netral. Tidak perlu berlebihan atau negative dalam menyikapinya, anggap yang terjadi itu memang adalah episode yang harus kita lalui. Kita tinggal menunggu episode selanjutnya. Tidak perlu takut atau terbebani karena semua sudah ada yang mengatur…. (pelajaran yang kudapat dari dua orang teman).



Surabaya, 1 maret 2014
(Ketika naluri induk ayam muncul)