Kamis, 30 Desember 2010

Ceritaku Hari Ini

Kemarin pas buka fb, tiba-tiba aku lihat sebuah nama yang cukup familiar buatku ‘Arif B Santoso’ yang koment di wall ‘Djoko Triatmo Ali’, seniorku di Wanala dan di FISIP UNAIR dulu. Rasa penasaran membuatku mengirim pesan pada Djoko Triatmo Ali dan menanyakan ‘siapa Arif B Santoso’ yang ada di fb-nya, apakah benar dia dulu seangkatan sama Djoko waktu di FISIP.

Djoko belum membalas pesanku, aku nggak sabar dan tanganku mulai bergerilya…., yang kalau menurut bahasa anakku, ‘fudul’. Ya aku ‘memfuduli’ fb ‘Arif B Santoso’ yang di foto profilnya adalah gambar seekor kucing atau tupai yang baru keluar dari tas. Tanganku terus bergerak melihat koleksi fotonya, mungkin akan segera kudapat jawaban kepenasaranku dari situ, pikirku.

Sreett….sreett….sreett…., “Itu dia!!” akhirnya kudapat foto-foto yang memperlihatkan sebuah acara/pertemuan tentang launching sebuah novel yang disitu terdapat sosok yang kucari. Ternyata memang benar dia orangnya.

Aku langsung mengirim permintaan pertemanan padanya, yang ternyata langsung diterima pada saat itu juga. Terus kukirim pesan padanya, “Maaf, mau tanya….. apakah anda dulu dari FISIP?” tanyaku.

Eh, pesanku langsung dijawab, “Dirimu kan pelukis yang dulu tinggal di Kompleks AL Kenjeran, pakai kacamata dan bertampang jahil, temannya Dewi Erapratiwi.” katanya.

Hahahaaaaa…. Aku langsung ngakak bacanya….., “Bertampang jahil? Bukannya dulu wajahku cute dan nggemesin?!” balasku.

Dia kemudian membalas lagi sambil menulis nomer hp-nya. Aku kirim sms padanya yang langsung dijawab dengan call darinya. “Tuh, kan… ketawamu masih seperti dulu…” katanya begitu kita selesai say hello dan sedikit basa-basi tentang kabar.

Secara hukum, orangtuaku melahirkan aku adalah sebagai anak pertama, sulung, paling gede, ’mbarep’ dalam bahasa jawanya. Tetapi dalam kenyataan hidup sehari-hari, aku mempunyai banyak kakak laki-laki dan seorang kakak perempuan yang sangat baik dan perhatian padaku dan menganggap aku juga seperti adiknya sendiri. Hampir di setiap komunitas yang kumasuki, aku mendapatkannya. Jadi kemana-mana aku selalu merasa aman-aman saja karena ada kakak-kakak yang selalu siap menjagaku.

‘Arif Budi santoso’ ini adalah salah satu kakakku dari komunitas FISIP UNAIR dulu, yang entah bagaimana mulanya… aku kehilangan banyak kontak dengan banyak orang di sekelilingku dulu. Singkat kata, akhirnya kita janji ketemuan di Plaza Jambu Dua, yang kebetulan Mas Arif ini beredarnya di situ.

Kita janjian ketemu di depan Dunkin Donut’s, dan aku tiba lebih dulu karena dia baru aja pulang sebentar untuk mengantarkan makanan buat adik sepupunya yang sedang sakit.

Sambil bersandar dipagar, aku mengedarkan pandanganku. Menyapu semua benda bergerak yang tertangkap mataku, berusaha mencari sosok itu. Sampai akhirnya, tampak sesosok tubuh kurus tinggi berkaos merah berjalan menuju ke arahku. Itu dia orangnya.

“Apa kabar…..” kita berjabat tangan untuk yang pertama kalinya setelah sekian puluh tahun berlalu. Kesanku, dia masih tetap seperti dulu… tinggi (berapa sih tinggimu mas, sekitar 185cm kurasa), kurus yang amat kurus, sehingga tampak seperti tulang terbalut kulit… yang kalau tulangnya nggak ada ya tinggal kentutnya doang…. Hahahaaaa….. (Dulu…., Aku, Dewi dan Ita memanggilnya ‘Cacing”)

Bedanya, dulu mas Arif adalah sosok cacing yang masih segar, kalau sekarang dia adalah cacing yang sudah peot…. Hahahaaaa…..pisssss massss…..

“Kita makan Rujak Cingur yuk, aku tahu tempatnya yang rasanya enak dan sama dengan rasa asli di Surabaya.” katanya.

Kitapun menuju Air Mancur yang ternyata tempat itu sering kulewati tapi tidak pernah kuhampiri. Kita ambil tempat duduk yang lesehan, santai duduk di tikar. Aku memesan Tahu Campur dan Es Kelapa Muda + Jeruk, Mas Arif pesan Rujak Cingur dan Teh Manis.

Sambil makan kita saling menceritakan perjalanan hidup di waktu yang hilang kemarin. Seru dan rindu kembali ke masa itu….. hiks….

“Luki pingin lihat mukamu…” kata Mas Arif. Rupanya dia sambil sms-an sama Mas Luki, sobatnya sejak masih kuliah dulu.

“Bilangin kalau aku sekarang ayu mas…” jawabku ngasal. Heheheee…, pede gila! Kata anakku.

“Yo..” katanya.

Tiba-tiba hpku bergetar. Anakku sms bilang kalau dia diajak temannya, Indah, ke Bandung sore ini. Hhh,…. Lagi seru-serunya cerita, terpaksa harus dipotong dulu deh….

“Sorry mas, anakku mau ke Bandung sore ini. Anakku yang kecil nggak ada temannya di rumah, aku pulang dulu ya….” kataku. Aku membuka tasku dan mengeluarkan tempat bedak buat berkaca, mau lihat mukaku belepotan kuah Tahu Campur apa nggak.

“Hah??!!! “ tiba-tiba Mas Arif ‘terpesona’ melotot padaku.

“Kamu sekarang pakai bedak toh?” tanyanya. Aku kaget dan balas melotot padanya.

“Tunggu-tunggu…., ini harus kufoto. Ini benar-benar keajaiban, kamu bisa pakai bedak…” katanya.

Hahahahaaaaaaaaaa……., aku langsung ngakak sampai sakit perut. Hahahahaaaaa…..Dia tetap jeprat jepret motret aku. Ya ampuuunnnn, apakah aku dulu sebegitu parahnya cuek pada penampilanku, sampai-sampai sekarang aku mengeluarkan tempat bedak aja, menjadi hal yang langka buatnya….hahahaaaa….., aku terus tertawa sampai lupa mau berkaca dan merapikan bedakku.

Aku jadi ingat, dulu… tiap baru aja tiba di kampus, Dewi selalu menyeretku ke toilet dulu sebelum masuk kelas. Dia menyuruhku sisiran dulu, bahkan kadang dia juga yang nyisirin rambutku yang panjang dan acak-acakan karena naik motor. (Padahal biasanya kalau pas nggak sekelas sama Dewi, aku pasti akan masuk ke kelas dengan ‘penampakan’ apa adanya itu, dan oke-oke aja tuh…hehehe….)

“Mas, kan tadi sudah kubilang kalau aku sekarang sudah berubah jadi perempuan, aku kan sudah operasi transgender…..” kataku tetap geli campur sedih (sebab membayangkan bagaimana hancurnya penampilanku dulu…hihihi…..).

Selama di perjalanan pulang, aku tersenyum-senyum sendiri membayangkan ekspresi wajah Mas Arif pas lihat aku tadi membuka tempat bedak. Hehehe…. Maaf Mas Arif dan yang lainnya yang mungkin kaget pada kebiasaanku sekarang…. Tolong, kalau dulu nggak pernah menganggap aku cewek karena penampakanku yang hancur…., nanti kalau kita ketemu lagi, kalian jangan jatuh cinta padaku yaaaaa…… Hahahahahaaaaaaaaaaaaaaa…………..

Yang baca nggak boleh protes, heheheheee….

Bogor, 30 Desember 2010

Jumat, 10 Desember 2010

Penjahat itu Jenius Lho!

Beberapa waktu lalu ada email masuk dari orang tidak dikenal ke email suamiku. Alamat pengirim berasal dari Senegal, salah satu Negara-negara yang ada di Afrika sana, seingatku. Nama pengirimnya Esther Musa, ada foto-fotonya lagi. Sama Yahoo sih dimasukkannya ke Spam, jadi hampir terlewat untuk dibaca.

Isinya kurang lebih begini, (eh… kayaknya sih dikirimnya pakai google translate deh, soalnya bahasa Indonesianya kacau balauuuu….). Awal surat sih biasa, basa-basi dulu yang bilang kalau anda mungkin terkejut karena sebelumnya tidak pernah/belum ada hubungan sama sekali. Terus, dia bercerita kalau dia adalah mahasiswi tahun ke dua di salah satu Universitas di sana, tapi sayangnya saat ini dia terpaksa tinggal di kamp pengungsi yang dikelola oleh PBB. Dia terpaksa tinggal di pengungsian setelah ada semacam perang atau pemberontakan yang menewaskan keluarganya (ayah, ibu dan saudara-saudaranya).

Ayahnya dulu adalah Pimpinan/Direktur Perusahaan yang bergerak di bidang gas, dan ayahnya meninggalkan deposito sebesar $USD 6,5 juta, yang sayangnya tidak dapat dicairkan olehnya karena status hukumnya sebagai pengungsi telah menyebabkan kehilangan hak itu. Parahnya, dia punya ibu tiri yang ingin menguasai deposito peninggalan ayahnya dan ingin membunuhnya.

Maka dari itu dia ingin segera keluar dari Senegal dan pergi ke Eropa. Tetapi sebelum itu, dia ingin minta tolong pada suamiku untuk membantunya mencairkan deposito peninggalan ayahnya. Caranya, saat ini suamiku diminta mengirim data-data pribadi ke dia, boleh juga ke pendeta di sebuah Gereja yang melindunginya (dia menyebut Pendeta John Dada, dan nomor HP yang bias dihubungi memang berkode Negara Senegal). Setelah suamiku mengirim data-data pribadinya, dia akan memberitahu langkah apa selanjutnya. Katanya, nanti kalau duitnya sudah diterima suamiku, dia akan datang ke Indonesia buat ambil uangnya.

Waktu selesai membaca email itu (malam-malam, kira-kira jam 02.00 malam), sama suamiku surat itu di print dan langsung membangunkan aku.

“Mie, tolong baca ini, maksudnya apa sih… mumet aku bacanya…” kata suamiku.

Sambil ngucek-ngucek mata dan mencoba mengumpulkan dulu separuh jiwaku yang belum genap karena lagi enak-enaknya mimpi, aku mencoba membaca surat itu. Kalau tulisannya sudah seperti yang kutulis di atas sih enak, langsung ngerti. Ini, masih dengan Bahasa Indonesia made in google yang aneh dan kacau. Jadi aku harus mengerahkan dulu tenaga dalamku (eh, nggak nyambung ya…hehehe….).

Setelah kuterjemahkan sebisaku, “Sudahlah pie,… paling orang mau nipu… Mamie ngantuk ah, besok pagi aja ngebahasnya…” jawabku.

“Ngapain nipu sampai nyebrang lautan, kenal juga enggak…” jawab suamiku.

Aku tidak menjawab dan meneruskan tidur. Nasib surat itupun terbengkalai begitu saja sampai beberapa hari kemudian karena suamiku juga sudah hampir lupa.

Tiba-tiba, malam itu suamiku kembali membangunkan aku, “Mie, ini ada surat lagi…” katanya.

Isinya adalah menjelaskan langkah-langkah apa yang harus dilakukan suamiku. Kalau nggak salah ingat, pertama suamiku harus meneruskan surat yang sudah dibuatkan oleh Esther untuk dikirimkan pada seseorang yang beralamat di London. Isi suratnya adalah semacam pernyataan kalau suamiku adalah orang yang diberi kepercayaan oleh Esther berhubungan dengan Deposito ayahnya. Katanya orang itu adalah yang menangani uang ayahnya di Bank London. Kedua, suamiku harus segera mengirimkan nomor rekeningnya pada orang London itu supaya deposito ayah Esther bisa segera ditransfer ke rekening suamiku.

Yang lucu, katanya kemarin suamiku harus kirim data-data pribadi dulu baru akan diberitahu langkah selanjutnya, karena dia juga ingin tahu secara pasti (kredibilitas) bagaimana orang yang akan dimintain tolong. Ini, suamiku belum mengirim apapun koq sudah datang surat selanjutnya.

Kubilang pada suamiku, “Sudahlah pie…, nggak usah diurusin lagi. Yang ini jenis penjahat bego…, padahal biasanya penjahat itu pinter-pinter, jenius….” Kataku sambil tidur lagi.

Aku heran, penjahat itu koq ya punya ide macem-macem. Coba kalau ide itu dipakai di jalan yang benar, pasti mereka akan jadi orang yang sukses. Sayang kan ide brilian diapakai buat kejahatan. Menipu.

Suamiku sendiri, saking penasarannya, dia mencoba mencari keterangan seputar surat-surat semacam itu. Akhirnya dia dapat seseorang yang bernama Miss Yang dari Jerman yang memberitahu kalau yang semacam itu adalah jenis penipuan internasional. Miss Yang ini malah punya blog yang isinya adalah tentang penipu-penipu yang rata-rata memang berasal dari Negara-negara Afrika dan jumlah yang pernah tertipu juga lumayan banyak. Kisah-kisah yang diungkapkan juga rata-rata senada.

Kalau dipikir-pikir, lha iya…. Mau nipu aja koq ya jauh-jauh…., pakai internet lagi… Mbok ya nipu tetangganya aja… (lho??!!) hehehe…..

Sekedar share,

Bogor, 10 Desember 2010

Jumat, 03 Desember 2010

Copet dan Jambret

“Seorang pemuda berumur 30 tahunan tewas setelah terlempar dari KRL Ekonomi jurusan Depok- Jakarta. Diindikasikan pemuda tersebut adalah korban kejahatan yang terjadi di atas KRL karena ada saksi yang melihat kalau korban telah didorong oleh orang tak dikenal dari atas kereta setelah telepon genggamnya diambil.”

Berita itu kulihat di TV tadi siang ketika sedang masak di dapur, dan berita yang disiarkan itu bukanlah yang pertama kali kulihat di TV ataupun kudengar dari pembicaraan orang-orang. Dengan kata lain, berita yang seperti itu sudah amat sering terjadi dan sama sekali tidak mengagetkan.

Ya, tidak mengagetkan. Tetapi bagiku amat memprihatinkan. Bayangin saja, pemuda itu sudah dicopet hape-nya, eh… si copet masih kurang puas juga, sehingga didoronglah pemuda itu keluar kereta sampai akhirnya harus menemui ajal dengan tragis. Biasanya, seperti yang sering kudengar dari orang-orang yang setiap harinya juga selalu berakrab ria dengan kereta, kejadian yang seperti itu akan terjadi kalau si korban kebetulan menangkap basah pelaku pencopetan atau mungkin si korban berusaha mempertahankan barang yang akan berpindah tangan itu. Dalam keadaan seperti itu, biasanya pencopet nekat dan bertindak untuk menyelamatkan diri supaya tidak sampai dihajar penumpang satu gerbong.

Gila dan jahat sekali kan para pencopet itu? Hanya demi sebuah hape, dia sanggup mencelakakan atau membunuh orang lain. Parahnya lagi, hasil copetan itu aku yakin pasti bukan untuk sekedar menyambung hidup atau membeli sepiring nasi. Sebab, jangan dikira model atau tampang pencopet itu adalah seorang bapak-bapak tua yang berpakaian lusuh atau cacat fisiknya sehingga dengan keadaannya itu sulit baginya untuk mendapatkan pekerjaan yang halal.

Aku jadi ingat, ketika pada suatu saat aku akan pergi ke Jakarta. Aku menunggu di Peron Jakarta yang saat itu sudah penuh dengan calon penumpang. Bangku besi untuk penumpang juga sudah penuh, sehingga aku berdiri sambil bersandar pada sebatang tiang. Sampai akhirnya datanglah kereta ekonomi menuju Jakarta. Aku mundur. Aku tidak naik karena aku menunggu kereta ekspres.

Calon Penumpang yang tadi memenuhi Peron Jakarta sudah lengang, hampir semua sudah naik ke kereta ekonomi ini. Akupun duduk di bangku stasiun yang sudah kosong. Kemudian terdengar peluit Petugas Stasiun, keretapun mulai bergerak perlahan sampai akhirnya mulai kencang. Tepat ketika kereta mulai kencang itu, tiba-tiba berlompatanlah tiga orang pemuda dari dalam kereta dan dari gerbong yang berlainan.

Tepat di depanku seorang pemuda yang lumayan cakep, putih, bersih dengan kaos, celana jeans dan sepatu sport melompat turun dari kereta yang mulai melaju kencang itu. Tangan kanannya menggenggam rantai berwarna putih. Diapun kemudian bergabung dengan dua pemuda lainnya yang tadi juga berlompatan dari gerbong yang berbeda.

Semula aku hanya bengong melihat pemandangan itu. Sepertinya separuh jiwaku sedang tidak bersamaku saat itu. Sama sekali belum ngeh dengan apa yang terjadi, sampai akhirnya tiga orang pemuda tadi berjalan lewat di depan tempat dudukku sambil bercanda dan tertawa-tawa. Santai sekali.

Ketika separuh jiwaku mulai bergabung denganku, saat itulah aku baru sadar kalau tiga orang pemuda tadi adalah para pencopet yang baru saja menjalankan aksinya. Aku mulai bertanya-tanya di dalam hatiku sendiri kenapa tiga orang pemuda tadi baru turun dari kereta justru pada saat kereta sudah mulai melaju kencang. Kalau memang mau turun, biasanya para pemuda atau anak-anak muda yang lain tuh, malah sudah pada melompat ketika kereta belum juga berhenti. Setelah kereta berhenti, baru orangtua, wanita dan anak-anak mulai turun. Kemudian para calon penumpang berebutan naik, dan keretapun jalan lagi.

Nah ini,…. Kenapa kebalikannya?! Kereta sudah mulai melaju kencang, baru berlompatan turun…., dengan tangan yang menggenggam rantai pula! Jawabannya adalah, karena mereka baru saja menjalankan aksinya mencopet atau menjambret di atas kereta tepat ketika kereta sudah mulai melaju. Sebab kalau kereta belum jalan dan mereka mulai mencopet atau menjambret, kalau ketahuan, mereka bisa dihajar penumpang sekereta dan satu stasiun. Sedang kalau kereta sudah mulai jalan begini, siapa pula yang akan melompat turun mengejar mereka? Dapat dipastikan tidak bakalan ada penumpang yang melompat turun untuk mengejar. Bahkan aku yang melihat pemandangan itu tepat di depan mataku saja telat bereaksi.

Tetapi seandainya aku tidak telat bereaksipun aku juga tidak tahu harus berbuat apa. Apa aku harus berteriak? Mereka bertiga, dan aku sendiri. Apa aku berani? Kondisi Peron Jakarta saat itu sepi karena penumpang baru pada naik kereta. Calon penumpang dari Peron Bogor dan orang-orang serta petugas yang lain, ada di seberang sana, terhalang kereta yang baru saja berangkat. Lapor ke Petugas Stasiun? Ya telat…, para pencopetnya sudah keburu pergi.

Mungkin aku hanya dapat urun saran pada siapapun juga yang setiap harinya ataupun yang hanya sekali-sekali berhubungan dengan KRL, khususnya yang ekonomi jurusan Jakarta-Bogor, Bogor-Jakarta…, (karena untuk kereta ekonomi, pintu kereta selalu dalam keadaan terbuka), supaya berhati-hati di setiap kereta akan berhenti atau akan jalan di setiap stasiun. Sebab biasanya tepat pada saat-saat itulah para Pencopet atau penjambret beraksi. Ini berlaku bagi semua penumpang yang kebetulan berada di dekat pintu maupun di tengah gerbong sebab gerakan mereka cepet sekali. Ini untuk berjaga-jaga supaya kita jangan sampai jadi korban. Rasanya menjengkelkan sekali dan sungguh menyesakkan dada….., percayalah. Karena aku juga sudah pernah mengalami bagaimana rasanya menjadi korban pencopet.

Bogor, 3 Desember 2010

(Merasa prihatin, kenapa pemuda cakep-cakep begitu harus menjadi Pencopet dan tidak punya hati?)

Rabu, 28 Juli 2010

Seekor Monyet dan Sebatang Duri

Di satu waktu di sebuah belantara, ada seekor monyet yang terlihat melompat dari satu dahan pohon ke dahan pohon lainnya dengan riang. Dia adalah jenis monyet yang senang bermain, menikmati hidup dengan apa adanya, tetapi selalu penuh semangat.

Ketika sedang mencari makanpun si monyet selalu melakukannya sambil bermain, bermain dan bermain. Kata orang betawi sih, “ Singkat kate, tiada waktu tanpa bermaen dah!!”

Suatu saat, ketika dia sedang asik bermain seperti biasanya…, tiba-tiba, “Auhhh!!!” sebatang duri menancap di salah satu jari kakinya. Sebetulnya tidak sakit sih, tapi memang mungkin dia sempat kaget waktu duri itu beraksi.

Dicobanya menarik duri itu dari tempat bersemayamnya, tetapi gagal. Memang tempatnya agak susah karena nyelip diantara jari-jari kakinya, dan karena dia tidak merasa sakit, maka dibiarkannya duri itu tetap di sana, “Oke, baik-baiklah kau tinggal di sana…., asal kau tidak mengganggu!” kata si monyet pada duri itu, sambil mengelusnya.

Keadaan seperti itu berlangsung sampai beberapa lama, dan si monyet tetap nyaman-nyaman saja dengan duri di kakinya. Walaupun kadang di saat dia sedang santai beristirahat, pernah juga untuk coba mencabutnya lagi. Tetapi belum berhasil. Malah, sekarang, si monyet seolah mendapat tambahan jari kaki baru yang dapat membantunya mencengkeram akar pohon di saat dia sedang asik berayun di antara pepohonan.

Sampai akhirnya, setelah melalui perjuangan dan do’a…. (lebay.com), duri itu berhasil dicabutnya, “Horeee!! Horeee!! Aku berhasil mencabutnya.” teriak si monyet sambil memandangi duri di tangannya.

Maka, setelah puas memandangi duri dengan penuh rasa kemenangan, si monyetpun menyentilkan duri itu dari tangannya…. Tuiiiinnnngggg…..!!! Duripun terpental jauh dari tangan si monyet.

“Tralala…I’m winner. I’m free… “ katanya sambil bernyanyi, melompat-lompat, dan berayun di atas pohon.

Hari haripun berlalu dengan indahnya. Si monyetpun tetap melakukan aktifitasnya seperti biasa, mencari makan dan bermain. Ketika perutnya sudah terasa kenyang, dia merebahkan tubuhnya bermaksud istirahat. Tanpa sadar tangannya meraba jari kakinya. Sssstttt….. Ada yang aneh! Ada yang tidak biasa…., ada yang kurang….

Si monyet memperhatikan jari kakinya dengan seksama, menghitungnya… merabanya lagi…., tidak enak. Ada yang kurang…. Si monyetpun jadi teringat pada duri. Matanya mulai mencari-cari…. Ke mana ya, dulu kulemparkan duri itu, pikirnya.

Tidak puas hanya mencari-cari dengan matanya, monyetpun langsung turun ke tanah dan menyibakkan semak serta rerumputan mencari si duri. Rupanya dia kehilangan…., dan entah sampai kapan dia akan terus mencari duri itu ….

Bogor, 29 Juli 2010

Kamis, 15 Juli 2010

UNTUK JAGOAN KECILKU

Rasanya nyaman sekali

ketika bangun tidur, kudapati dia dalam pelukanku

Sudah beberapa hari ini tubuhnya agak panas, sehingga manjanya keluar

Aku tidak boleh jauh darinya,

diapun tidak mau lepas dariku

Pelukan tangan mungilnya selalu melingkariku

Sesekali mengusap pipiku,

menyibakkan rambut yang terkadang menutupi wajahku

Bahkan sesekali juga dia menempelkan pipinya ke pipiku,

sehingga terasa sangat desah panas nafasnya yang demam

Akankah masih bisa seperti ini beberapa tahun ke depan?

Saat itu mungkin kau sudah merasa malu

tidur berpelukan denganku

Saat itu bahkan

sudah akan ada beberapa orang gadis

yang bergantian menengokmu kalau kau sakit

Saat itu mungkin awal dari masa

ketika kau bukan lagi milikku sendiri

Ah, jagoanku

Lekaslah sembuh

Lekaslah tumbuh

Rengkuhlah dunia dalam genggammu

Hiasi dengan imajinasi kreatifmu

Jadikan keindahan dengan hatimu

Bahkan ketika memelukmu

kelak sudah menjadi hal yang langka

Bahkan ketika saat itu kau sudah menjadi milik dunia

Aku tidak akan menyesalinya

Hanya satu pesanku padamu,

kelak di setiap langkahmu, ingatlah selalu

pikirkan dulu,

apakah langkah itu kelak

akan membuat aku marah? Akankah membuat Allah marah?

apakah langkah itu kelak

Akan membuat aku suka? Akankah membuat Allah suka?

I love You...



Fajar, hari ketiga demamnya

Bogor, 16 Juli 2010

Sabtu, 10 Juli 2010

Namanya "Nanang"

Aku sedang duduk ngobrol dengan seorang tetangga di teras, ketika dia lewat di depan rumahku. Mukanya menunduk seolah menghitung langkahnya, sedang langkahnya yang tertatih menyiratkan usia yang telah mulai uzur. Tangan kirinya memegang ujung sarung yang tidak pernah diikat seperti wanita Makassar yang memakai Baju Bodo, dan tangan kanannya memegang kantong plastic yang biasanya berisi makanan. Badannya tidak berbaju.

“Kenapa Tuhan tidak cabut saja nyawanya ya… “ kata tetanggaku. Aku meliriknya.

“Iyalah…, coba apa gunanya lagi dia hidup seperti itu. Dari hari ke hari, sampai sekian tahun…, dia masih saja seperti itu… “ katanya lagi.

Sekali lagi aku menengok padanya sambil tersenyum. Hmm….., memang sih, kalau dipikir-pikir…, betapa ajaibnya kehidupan ini. Kita yang amat begitu perhatian pada kesehatan dan makanan, masih saja bisa terserang berbagai macam penyakit. Mulai dari flu, demam berdarah, sampai kanker. Salah satu contoh, setiap sudut rumah disemprot dengan obat anti serangga, memakai berbagai lotion anti serangga dan lain-lain supaya terhindar dari gigitan nyamuk. Tetapi tetap saja ada yang terjangkit penyakit DBD. Sedangkan dia…, boro-boro pakai lotion anti serangga. Memakai baju saja tidak. Tidur di manapun dia suka. Makanpun apa yang kebetulan dia temui. Tetapi toh dia tetap sehat walafiat sampai bertahun-tahun ini.

Kalau tetanggaku tadi punya pikiran seperti itu, kalau aku malah lebih sering berpikir begini : kira-kira apa ya yang ada dalam pikirannya saat ini? Aku rasa dalam otaknya pasti tidak kosong. Aku yakin ada aktifitas yang tetap berjalan dengan kondisinya seperti itu. Bukankah sudah ada hasil penelitian yang menyatakan bahwa kondisi otak manusia jenius dan manusia tidak waras itu nyaris sama? Jadi bisa dibilang kalau orang gila itu sebetulnya lebih pandai dari orang normal. Bener nggak sih kesimpulanku itu?! Hehehe….

Dia, yang sedang kubicarakan dan jadi topic tulisanku ini namanya adalah Nanang. Seorang lelaki paruh baya (mungkin juga lebih tua) yang kehilangan ingatannya sejak bertahun-tahun lalu, dan aku tidak tahu pasti kapan bermulanya, sebab ketika aku pindah ke rumah ini kurang lebih 12 tahun yang lalu, keadaan Nanang ini sudah seperti itu. Berjalan menunduk dengan rambut gimbal yang tidak pernah melewati bahu panjangnya (nggak tahu siapa yang memotong rambutnya), tubuh bagian atas tidak pernah tertutupi pakaian, sedang tubuh bagian bawah dia tutupi dengan sehelai kain sarung lusuh yang salah satu ujungnya dia pegang karena memang tidak pernah diikat dengan benar.

Jarak jangkau pengembaraannya kurasa tidak pernah lebih dari 10 km. Dia hanya beredar di kompleks rumahku, kampung sebelah kompleks, terus beberapa kompleks perumahan sekitar rumahku dan beberapa kampung yang tidak jauh. Entah kenapa dia tidak berkelana lebih jauh lagi, seolah ada sesuatu yang mengikatnya sehingga perjalanannya hanya berputar-putar di sekitar ini saja.

Begitu juga dengan penampilannya. Dari hari kehari, sampai bilangan tahun berlalu, penampilannya tetap seperti itu. Konon pernah ada yang memberinya pakaian dan dimandikan dengan bersih, tetapi… esok harinya dia sudah kembali seperti itu. Dia tidak mau memakai baju, tetapi dia juga tidak mau bugil. Dia tetap memakai sarung untuk menutupi auratnya. Dia tidak pernah mengeluarkan suara, (Aku pernah melihatnya beberapa kali sedang duduk memandangi makanannya dan berkomat-kamit seolah mendo’ainya). Dia juga tidak agresif, sehingga kami tidak takut padanya. Tetapi, para orangtua selalu memakai namanya untuk menakut-nakuti anaknya yang tidak menurut atau mulai nakal : Awas, nanti ada Nanang lho!! Dan anak-anakpun takut padanya.

Kalau tentang namanya sendiri, pernah ada tukang ojek yang memanggilnya karena mau diberi makanan. Eh, dianya cuek aja. Menyahut enggak, nyamperinpun enggak. Malah aku jadi ragu, apa bener namanya memang ‘Nanang?’.

“Iya kan, apa gunanya ada orang-orang seperti dia?” tetanggaku kembali menyuarakan isi hatinya.

“Mungkin Tuhan biarkan ada orang yang seperti itu ya untuk manusia sendiri. Coba bayangkan, kalau nggak ada orang-orang seperti itu… pasti nggak ada dokter spesialis kejiwaan,… nggak ada jenis pekerjaan buat ngurusi orang-orang itu, nggak ada rumah sakitnya, nggak ada perawatnya, nggak ada tukang kebonnya, dan lain-lain. Nambah berapa pengangguran lagi dong…. “ jawabku asal.

“Lo ngasal..!!” kata tetanggaku.

Hehehe…. Aku ngasal ya? Tetapi memang bener deh, aku pingin tahu apa isi kepala mereka itu. Apa saja yang dipikirkannya selama ini…. Tapi, kira-kira menakutkan nggak ya ngobrol sama orang gila?!


Di suatu sore di teras rumah,

Bogor, 11 Juli 2010

Rabu, 19 Mei 2010

burung...

Di depan rumahku membentang kabel tegangan tinggi PLN, dan sepanjang tanah yang dibawahnya dilalui kabel itu tidak boleh didirikan bangunan permanent/non permanent apapun.

Dulu, sebelum aku pindah ke Perumahan ini, tetangga-tetanggaku menanami lahan jalur hijau itu dengan aneka tanaman. Ada yang tanaman bunga, pohon jambu, pohon mangga, pohon pisang, pohon kelapa dan sebagainya.

PLN tidak pernah melarang lahan itu ditanami, tetapi setiap beberapa bulan sekali, akan ada Petugas dari PLN yang memeriksa kondisi pepohonan itu, apakah masih dibatas toleransi ataukah sudah melewati ambang batas yang ditentukan. Bila menurut mereka pohon-pohon itu sudah terlalu tinggi, maka siapapun penanam pohon itu tidak boleh protes kalau petugas akan memangkas pohonnya.

Di depan rumahku kebetulan yang tumbuh adalah pohon jambu dan mangga yang sudah rimbun sekali daunnya, sehingga banyak burung-burung kecil yang bersarang di sana. Ada yang dadanya berbulu kuning, ada yang paruhnya panjang (buat nyedot madu tuh), dan beberapa jenis lainnya.

Kalau pagi suara burung berkicau lumayan ramai, sebab ada yang bersuara nyaring sekali. Mereka juga terlihat sibuk berterbangan kesana kemari, mungkin cari sarapan buat anak-anaknya…hehehe..

Tetapi, sudah beberapa hari ini aku melihat ada seorang bapak-bapak tua yang tampak hilir mudik di depan rumahku ini. Dia membawa sebatang pipa besi yang panjangnya kira-kira satu meter, segumpal tanah liat dan sebuah tas/kantong dari kain.

Tadinya kupikir dia pemulung atau pengemis gitu, tapi ternyata… ketika suatu saat kuperhatikan, si bapak tampak sedang membidik sesuatu di antara rimbunnya daun pohon jambu dan mangga.

“Ssssrrtt!!!......” dan, nggak lama gitu…, “Bukkk!!!”

Ternyata si bapak membidik seekor burung dengan senjata pipa besinya itu dengan cara diisi sejumput kecil tanah liat yang sudah dipilin jadi butiran kecil sebagai pelurunya.

Burung yang jatuh itu tidak mati, mungkin hanya kaget atau kesakitan sedikit sehingga dia kehilangan keseimbangan terbangnya, atau malah mungkin sempat pingsan sebentar. Kemudian si bapak mengambil dan memasukkannya ke dalam kantong.

Dua hal bersarang di benakku, pertama, aku kagum pada kemampuan si bapak yang begitu tepat mengenai sasaran. Yang ke dua, aku sedih memikirkan nasib anak-anak burung yang terpaksa harus kehilangan orang tuanya.

Aku juga galau dengan peristiwa ini, apa yang harus kulakukan??!! Haruskah aku melarang si bapak untuk terus membidik dan mengambil burung-burung itu? Sedangkan mungkin hanya itulah kemampuannya untuk dapat menghidupi anak istrinya, yaitu dengan cara menjual burung. Apakah aku mau menanggung konsekwensinya dan memberinya pekerjaan yang lain?! (sedangkan aku sendiri bukanlah seseorang yang berada dalam posisi bisa membantu orang lain dalam keadaan itu…)

Bogor, 20 Mei 2010

Minggu, 16 Mei 2010

KESAN

Kemarin, tanggal 15 Mei 2010, ada pertemuan beberapa orang sesepuh Wanala yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya untuk mengkoordinasikan acara Temu Kangen yang akan diadakan nanti tanggal 22-23 Mei 2010 atas undangan mas Yoyok.

Acaranya katanya sih dimulai jam 11.00 pagi di TIS Square, tapi aku baru datang jam satu kurang, karena sebelum berangkat tuh, aku harus melakukan pergulatan bathin dulu….antara datang atau tidak. Kemudian, ketika aku memutuskan untuk datang, perjalanan ke Jakartapun harus kutempuh dengan penuh perjuangan…., dengan naik kereta ekonomi jurusan Bogor – Jakarta, dan menembus hujan yang ternyata rata mengguyur sepanjang perjalanan dari Bogor sampai Jakarta. (hahaha…. pas alinea ini, kalimatnya lebay abiiiizzzzzz….hahaha….)

Aku naik kereta ekonomi (yang tanpa AC), karena kalau yang Pakuan, keretanya tidak berhenti di setiap stasiun, termasuk Cawang sedangkan lokasi pertemuan kan di sekitar Cawang. Kalau nunggu yang ekonomi AC, keretanya baru akan ada sekitar satu jam lagi,….wah kelamaan…. Keburu yang lagi ngumpul pada bubaran.

Sebelum berangkat, aku tanya tetanggaku dulu… TIS Square itu dimana, dan aku harus naik apa dari Stasiun Cawang. Maklum, sejak pindah ke Bogor aku hampir tidak pernah kemana-mana, jadi tidak tau mana-mana…hehehe… (kata mas Wi, tauku cuma Cibinong doang…).

Pas masih di kereta mas Wi nelpon,”Sampai mana sekarang?” katanya.

“Masih di kereta mas…, kenapa? Udah mau bubaran ya…” tanyaku di sela-sela berisiknya suara kereta dan pengamen.

“Masih lama?” tanyanya.

“Ya masih mas, namanya aja kereta ekonomi…. Kenapa? Kalau memang udah mau bubaran, ya aku turun aja di stasiun depan terus balik pulang lagi…” kataku.

“Yo wis, gak apa-apa, kita masih sekitar satu jam lagi disini. Keretanya suruh cepetan!” katanya.

Begitu sampai Stasiun Cawang, aku lari-lari menerobos hujan kearah terowongan. Kata tetanggaku, naik bis no 46 dari depan Menara Saidah. Nggak terlalu jauh, nanti tinggal nyebrang lewat jembatan penyebrangan.

Sambil lari-lari diantara hujan, aku sms mas Wi dan bilang kalau sudah turun dari jembatan penyebrangan.

“Terus aja, gedung depanmu itu. Masuk lewat parkiran, nanti biar Ivan keluar….” Kata mas Wi.

Betul juga, begitu sampai di gerbangnya aja aku sudah kelihatan postur tubuh Ivan yang tinggi besar itu berdiri di depan pintu masuk HEMA.

“Aan, kamu masih tetap aja kayak dulu…” kata Ivan. Kita berjabat tangan erat. Untuk yang pertama kalinya kita ketemu lagi…., setelah sekian puluh tahun berlalu….

“Ayo masuk aja, ke sebelah kiri…” kata Ivan.

Akupun masuk,….dan melihat beberapa orang bapak-bapak yang duduk bersama mengelilingi satu meja…., ada ibu-ibunya satu orang. Aaaa….., kenapa aku janjian ketemu sama bapak-bapak???? (aku agak lupa, kalau aku juga sudah jadi ibu-ibu…. Hehehe….)

Aku menjabat tangan mereka satu-satu. Mas Joni, Mas Yoyok dan istrinya, Rudy, Mas Wi dan Ivan. Mas Joni, berkacamata kayak kakekku dan kalau mau main bola aku rasa sudah nggak perlu bawa bola lagi…… sudah ada di perutnya… hehehe… Mas Yoyok dan istrinya, karena sebelumnya aku nggak pernah ketemu, ya nggak bisa banyak komentar, tapi yang jelas mas Yoyok kalau ngomong jarang yang serius. Kebanyakan plesetan atau kebalikan semua, dengan kata lain… orangnya humoris. Dengan Rudy, aku juga baru sekarang ketemu. Dia diklat XIII, agak serius. (atau mungkin sungkan sama yang lain, soalnya dia paling muda…., jadi belum berani ngeluarin kartunya…hehehe…). Ivan, masih tetap seperti yang kukenal dulu…tubuh tinggi besar, polos dan baik hati. Mas Wi, aku sudah beberapa kali ketemu sebelum ini, jadi tidak terlalu mengejutkan lagi. Perbedaan menyolok terlihat pada mata dan perutnya. Kalau dulu kacamatanya tebel sekali…, sekarang nggak pake kacamata dan perut agak membuncit, biarpun nggak sebuncit mas Joni.

Nggak lama kemudian datang seorang lagi, ternyata namanya Aris, seangkatan sama Rudy. Katanya sih istrinya juga anak Wanala beberapa tingkat dibawahnya. Terus, ada lagi… namanya mbak Dolly. Tapi cuma mampir sebentar karena mau pergi lagi.

Agenda acara aku nggak tau, kan pas datang sudah telat banyak. Tapi dari kesepakatan sudah didapat, kalau keluarga boleh diajak. Asal daftar dulu ke mas Dwi. Soalnya mas Yoyok kan harus memperhitungkan dan menyiapkan logistiknya.

Rencana, hari sabtu tanggal 22 Mei 2010, semua yang ikut ngumpul dulu di Belanova Sentul jam 15.00 wib, nanti sekitar jam 16.00 wib, kita bareng mas Yoyok sama-sama menuju lokasi acara yang katanya masih sekitar 15 km lagi dari situ. Kata mas Wi, adik-adik Wanala yang saat ini masih aktif, akan mengirim dua orang wakilnya dari Surabaya. Kenapa cuma dua orang ya? Aku lupa tanya sama mas Wi…

Pulangnya, aku di drop di Stasiun Cawang sama Ivan dan Rudy (sebagai penunjuk jalan, karena ternyata tempat tinggal Rudy nggak jauh dari situ). Yang ternyata, pas banget ada kereta ekonomi ke Bogor yang akan masuk…., jadi aku bisa langsung naik.

Hujan yang terus turun, benar-benar menemani aku membelah kota Jakarta di hari ini, hehehe…. (sekarang, batinku juga bergulat lagi…. Antara mau ikutan acara minggu depan itu atau enggak…. Oooohhhhhh……., aku bingung, help me!........)

Bogor, 16 Mei 2010

Kamis, 13 Mei 2010

Mahasiswa dan Responden

Kemarin kan aku nemenin temen ke Asemka mau belanja aksesoris sepatu buat pabrik sepatunya, kita naik Kereta Pakuan jurusan Bogor – Jakarta. Kereta ini kan tidak berhenti di semua stasiun, jadi kita bisa duduk tenang dan nyaman sambil ngobrol enak, apalagi kalau siang begini penumpangnya tidak sampai ada yang berdiri. Pokoknya enak deh.

Selepas stasiun Tanjung Barat, tiba-tiba aku melihat dua orang yang tampaknya mahasiswa yang dengan sopan bertanya dulu sepatah dua patah kata pada beberapa orang penumpang, untuk kemudian memberikan mereka masing-masing dua lembar kertas seperti formulir dengan pulpennya sekalian.

Aku rasa, formulir itu adalah questioner untuk penelitian apa gitu, yang tentunya saat ini sedang mereka lakukan. Aku tidak tahu pasti itu tentang apa, sebab lembaran questioner itu tidak sampai di tempatku. Hanya kira-kira dua puluh orang yang mereka bagikan dari gerbongku.

Melihat ini, aku jadi ingat waktu masih kuliah dulu. Aku dulu juga sering harus mencari responden untuk macam-macam penelitian karena aku kuliah di jurusan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang banyak banget acara turun ke jalannya. (Aku juga sempat ikutan Kelompok Peminat gejala Sosial yang kerjaannya memang meneliti ini dan itu). Untuk mendapatkan responden, aku sampai harus berkeliling kota dengan motor, dan kadang sampai memakan waktu berhari-hari karena waktu yang seharian itu ternyata nggak cukup.

Aku tersenyum sendiri melihat ide kreatif mereka. Pinter, cari responden di atas Kereta. Hanya sekali jalan, mereka langsung bisa mendapatkan beberapa orang sekaligus. Dari berbagai strata social, golongan, dari berbagai jenis pekerjaan dan lain-lainnya…. Apalagi letak kampus-kampus disini tidak terlalu jauh dari stasiun kereta, mereka benar-benar tertolong dalam hal waktu dan tenaga, biaya juga tentunya.

Taruhlah mereka harus bayar tiket Kereta Pakuan yang sebelas ribu itu, kali dua orang sama dengan dua puluh dua ribu. Tapi mereka langsung dapat dua puluh orang dalam waktu tidak sampai satu jam. Pulangnya, untuk mendapatkan responden dari golongan yang lain, tinggal naik kereta ekonomi jurusan Jakarta – Bogor yang harga keretanya nggak lebih dari tiga ribu kali dua orang. Langsung akan dapat lagi sejumlah responden yang mereka perlukan. Sudah. Dalam sehari seluruh questioner sudah terisi. Besoknya tinggal crossing, dst dst… selesai. Hehehe… cepet banget.

Coba bandingkan dengan aku dulu, yang sampai harus gosong karena keliling kota. Kenapa dulu tidak terpikirkan olehku ide seperti ini? Karena aku dulu tinggal dan kuliah di Surabaya, dimana waktu itu nggak ada jurusan kereta jarak dekat seperti Jabodetabek ini. Kalaupun waktu itu sudah ada, aku nggak familiar seperti sekarang ini. Dulu, kalau yang namanya naik kereta ya biasanya kalau kita mau keluar kota, jarak jauh, dan nggak bisa sehari pulang pergi dengan santai. Adapun mungkin waktunya tertentu dan sehari cuma sekali atau dua kali.

Tapi aku juga pernah sih, datang langsung ke Sebuah Kantor Polisi, karena respondennya saat itu harus dari Polisi dan ABRI. Di Kantor Polisi itu aku langsung menghadap Komandannya, dan minta tolong supaya questionerku di sebar ke anak buahnya, sementara aku ngobrol, minum soft drink dan makan camilan ringan sambil nonton TV di ruang tamu dengan Sang Komandan sambil nunggu semua questioner terisi, hehehe….

Aaah….., terlepas dari itu semua, Kereta Jabodetabek ini memang menghasilkan banyak cerita menarik di dalamnya, disamping manfaatnya untuk transportasi antara Bogor – Jakarta, Jakarta – Bogor yang paling praktis dan ekonomis. Tunggu saja cerita-ceritaku yang lainnya…. Oke?!

Bogor, 14 Mei 2010

Sabtu, 08 Mei 2010

KENAPA NYAMUK SUKA TERBANG DEKAT KUPING

Kenapa nyamuk suka terbang dekat kuping? Tentang ini, aku punya ceritanya dari dongeng nenekku waktu aku masih kecil. Karena nenekku orang jawa, ya artinya cerita ini berdasarkan atau versi jawa.
Konon, ketika nyamuk itu masih sebesar manusia…. (pikir sendiri, jaman apa itu), seekor nona nyamuk bersahabat baik dengan seorang nona manusia. Maksudnya nona manusia itu manusia yang masih nona gitu…
Mereka punya banyak persamaan, misalnya sama-sama senang shopping, sama-sama senang dandan, sama-sama senang ngerumpi, dan masih banyak lagi yang lainnya. Hingga suatu hari, sang nona manusia mendapat undangan pesta dari kerabatnya.
“Muk, nyamuk…. Aku lihat kau punya anting-anting baru ya… “ kata nona manusia.
“Iya nek,… kemarin aku dibawain saudaraku dari aussie… bagus banget deh. Nih lihat..” jawab nona nyamuk sambil memperlihatkan anting-anting barunya.
“Woowww…. Ck..ck..ck…., bagus banget….. pasti mahal nih harganya…” nona manusia terbelalak kagum melihat anting-anting nona nyamuk.
“Iya dong, siapa dulu yang punya…” jawab nona nyamuk.
“Aku kan besok mau kondangan, pinjam anting-antingmu ini ya….” Kata nona manusia.
“Ah, jangan dong…. Itu kan mahal dan nggak ada disini…” jawab nona nyamuk.
“Sehari aja ……. Pliiiiiisssss……” rayu nona manusia.
“Ya deh, tapi sehari aja lho! Janji ya….sehari!” kata nona nyamuk.
Nona manusiapun senang hatinya. Dia pasti akan terlihat cantik sekali dengan anting-anting baru milik nona nyamuk. Semua mata akan tertuju padanya, dan dia akan dengan bangga mengatakan pada semua orang kalau anting-anting itu dari aussie…., bukan buatan local.
Satu hari setelah pesta selesai, nona nyamuk menunggu kedatangan nona manusia untuk mengembalikan anting-antingnya. Tapi, nona manusia tidak datang. Satu hari telah lewat, satu minggupun terlewati juga, tapi nona manusia tak kunjung datang.
Akhirnya, dengan perasaan jengkel, nona nyamuk pergi ke rumah nona manusia. Diketoknya pintu rumah nona manusia, tapi nona manusia tidak juga keluar. Setelah tangan nona nyamuk hampir melepuh karena kelamaan mengetok, maka diapun mulai menggedor pintu rumah nona manusia.
Sementara itu, di dalam rumah, nona manusia sengaja tidak mau keluar. Dia memang tidak ingin mengembalikan anting-anting nona nyamuk. Biasa, bisikan setan….
“Kalau kukembalikan anting-anting itu, bagaimana aku harus menjawab pertanyaan teman-temanku yang kemarin bilang kalau aku cocok sekali memakai anting-anting itu… Masak aku bilang kalau anting-anting itu kupinjam dari nona nyamuk? Malu dong…” kata hati nona manusia.
Maka, bisikan setanpun menang. Nona manusia tiba-tiba punya niat jahat. Dia mengambil palang pintu dan membuka pintu.
“Ayo, masuklah dulu….” Kata nona manusia sambil tersenyum manis pada nona nyamuk.
Tanpa rasa curiga, nona nyamukpun masuk ke dalam rumah nona manusia. Tetapi… tiba-tiba saja…DHHOOOKKHHH!!!! Nona manusia memukul nona nyamuk dari belakang dengan palang pintu tadi. Ketika nona nyamuk jatuh pingsan, nona manusia mengambil sapu lidi dan memukul tubuh nona nyamuk berkali-kali.
Aneh, tiba-tiba saja tubuh nona nyamuk jadi hancur dan berubah dari nona nyamuk menjadi jutaan nyamuk kecil-kecil seperti yang kita lihat sekarang ini. Kemudian, sejak itu nyamuk-nyamuk kecil itu akan selalu terbang di kuping manusia sambil berteriak, “Suweeengkuu….. Suwenggggwengwengweng……nggggg….” Begitu.
Makanya, kita akan selalu mendengar suara “Ngggng…..ngng…..nggg….” di kuping kita, karena nyamuk-nyamuk itu sedang menagih anting-antingnya. Dalam bahasa jawa, Suweng itu artinya anting-anting….
Begitu cerita nenekku dulu setiap aku akan tidur……

Bogor, 8 Mei 2010

Jumat, 30 April 2010

KECOAK


Sepertinya malam ini sedang musim kecoak kawin. Bayangin aja, begitu kubuka pintu kamar mandi….byuuuuhhh…. banyak banget para kecoak yang bertebaran, berkeliaran dan berpasang-pasangan di segala penjuru, seolah kamar mandi ini milik mereka…hehehe…

Aku sih nggak takut atau jijik sama kecoak-kecoak ini, cuma agak jengkel aja melihat mereka berkeliaran sesuka hati. Walaupun kalau dipikir-pikir sebetulnya bukan salah para kecoak itu sehingga mereka jadi berkeliaran dimana-mana. Mereka kan butuh survival juga, jadinya ya kemanapun yang menjanjikan kenyamanan atau makanan buatnya, pasti akan disatroninya.

Dulu waktu pertama kali pasang penutup lobang di saluran pembuangan air di kamar mandi dan tempat cuci baju, kan tutupnya itu dibagian bawah ada semacam piringan yang memisahkan antara dunia kita dan dunia selokan. Nah, sama suamiku piringan itu dicopot. Katanya gara-gara piringan itu, air yang mengalir masuk lobang tidak lancar, pake acara menggenang dulu baru pelan-pelan habis.

Memang sih, setelah piringan itu dicopot, air buangan mengalir dengan lancarnya tanpa acara menggenang lebih dulu. Tetapi….., ternyata efek sampingnya bener-bener menjengkelkan, kecoak itu! Mereka (para kecoak itu) jadi bisa dengan bebasnya mengadakan touring keliling kamar mandi, sementara piringan itu sudah dibuang entah kemana deh…(kadang ke-sotoy-an kita mengakibatkan dampak yang mencengangkan).

Anakku yang besar, perempuan, masih kelas 1 SMA, takut banget sama yang namanya kecoak ini. Tiap dia masuk kamar mandi dan ada seekor aja kecoak yang lagi mejeng…., bisa dipastikan dia akan keluar lagi dan membatalkan semua niatnya untuk mempergunakan kamar mandi sampai kecoak itu pergi.

“Mamie, tolongin dong… usirin kecoaknya…pingin pipis nih….” teriaknya setiap melihat kecoak.

Kalau aku sedang nggak ngapa-ngapain sih, biasanya aku usirin dulu supaya kecoak itu masuk ke habitatnya lagi. Tapi kalau pas aku sendiri juga sedang sibuk masak atau bikin kue atau lagi ngapaian yang nggak bisa ditinggal, ya jengkel juga sih.

“Sudahlah kak, biarin aja… dia tuh harusnya yang lebih takut ke kakak daripada kakak yang takut sama dia.” Jawabku.

“Tapi yang ini pemberani mie, sudah disiram…eh, malah terbang nyamperin…” katanya.

Yang lebih jengkelin lagi, saat harusnya dia buru-buru mandi karena sudah bangun kesiangan dan takut ketinggalan kereta pertama, eh dia malah sibuk hilir mudik di depan kamar mandi doang sambil teriak-teriak. Sama sekali nggak mau masuk.

Kalau yang ini sih, mungkin karena kesalahanku sendiri sehingga anakku tadi jadi takut sama kecoak. Karena pas masih kecil, kalau dia agak nakal dan susah dikasih tahu, dulu aku sering menakut-nakuti dia dengan kecoak.

Misalnya gini, kalau dia pas asyik main air dan nggak mau berhenti, “Ayo udahan mainnya, nanti ada kecoak lho…”

Kalau pas nangis dan nggak mau diam, “Kalau nangis terus nanti disamperin kecoak lho…”

Begitu dan seterusnya. Waktu itu sih pikiranku begini, kalau aku takut-takutin dia dengan ‘hantu’, kalau sudah gede bakalan susah ngilanginnya karena ‘hantu’ kan nggak nyata, susah dijelaskan. Sedang kecoak kan ada wujudnya, bisa diterangkan atau dijelaskan secara logika. Jadi kalau logikanya jalan, pasti dia akan bisa menghilangkan sendiri rasa takut itu.

Tapi ternyata, sampai sebesar ini dan harusnya logikanya sudah bisa memilah-milah sendiri mana yang pantas ditakuti atau tidak, eh… keadaannya tetap saja….takut sama kecoak!

Okelah kalau begitu. Tampaknya aku memang harus tiap hari menyemprot kamar mandi dengan obat pembasmi serangga supaya para kecoak itu nggak krasan lagi ngedugem di kamar mandiku, dan memilih tempat lain untuk kongkow…hehehe…

Bogor, 1 Mei 2010