Jumat, 05 Oktober 2012

Penumpang KRL Berteriak : Aaaaaaaaaaaa…..



Kondisi jadwal dan fisik KRL khususnya Jakarta-Bogor dalam beberapa hari ini benar-benar aduhai. Mau yang commuter ataupun yang ekonomi benar-benar menguras kesabaran dan tenaga.

Mulanya, waktu jadwal kereta mulai tersendat-sendat. Masih dapat dimaklumi. Sudah biasa kalau kereta suka telat mah. Tapi, ketika tiba-tiba ada kereta anjlok….., wow…, itu jadi hal yang luar biasa. Karena sebetulnya hal yang seperti ini jarang sekali terjadi.

Apalagi ketika aku dengar sebab yang membuat kereta itu anjlok. Ternyata rel-nya dipotong oleh seseorang. Edaaaannnnn, rel kereta api dipotong demi kepuasan hati orang gila yang tidak berotak itu. Taruhlah dia dendam pada seseorang atau pada Petinggi PT KAI, tapi haruskah sampai memepertaruhkan ribuan nyawa penumpang yang tidak berdosa? Benar-benar nggak punya otak kan? Beruntung saat kejadian itu tidak sampai mengorbankan jiwa manusia, hanya fisik bangunan peron stasiun saja yang jadi rusak.

Akibat dari anjloknya gerbong kereta itu, jelas membuat perjalanan kereta terganggu. Kereta yang biasanya dimulai dan berakhir di Stasiun Bogor dari Jakarta, terpaksa hari itu hanya dapat diberangkatkan dan diakhiri di Stasiun Bojonggede, dua stasiun sebelum Stasiun Bogor.

Waktu aku berangkat kerja, jadwal ngaco nggak masalah karena perjalanan masih lancar sampai ke tujuanku. Tapi ketika pulang….., ala maakkkk…, perjalanan yang biasanya memakan waktu hanya tiga perempat jam, bisa molor jadi hampir tiga jam. Ya, gimana nggak jadi molor kalau setiap akan masuk stasiun harus berhenti dulu sekian ratus meter sebelum stasiun, kemudian setelah kereta yang saat itu masuk di di stasiun itu jalan, barulah kereta kita masuk stasiun. Biasanya di setiap stasiun, kereta tidak pernah berhenti lebih dari tiga menit, sekarang bisa hampir setengah jam. Begitu seterusnya sampai tiba di Stasiun Bojonggede.

Kondisi di dalam kereta commuter yang sudah naik tarifnyapun menjadi semakin amburadul. Bayangin saja, penumpangnya sama berjubelnya dengan ekonomi. Pintu dan kaca semua tertutup karena janjinya kan kereta ini ber AC, tapi kenyataannya AC-nya jarang sekali terasa, paling-paling hanya fan yang sibuk muter berusaha mengatasi gerahnya penumpang, tapi kenyataannya ya tetap tidak terasa dan tidak sanggup mengatasi kondisi di dalam gerbong.

Ketika kereta sampai di Stasiun UI, penumpangnya sedikit berkurang, dalam artian aku sudah dapat mencari kakiku dan meletakkannya pada posisinya, yaitu berdiri dengan kokoh. (Tadinya kan aku sendiri tidak tahu, sedang berdiri atau menyandar pada orang lain, saking tidak bisa bergeraknya)

Karena kereta juga berhenti dalam waktu yang tidak dapat dipastikan, aku mencoba merangsek ke arah pintu sebelah kiri. Pintu ini tidak akan terbuka sampai Stasiun Depok Lama, karena arah peron stasiun-stasiun sebelumnya adalah sebelah kanan. Aku minta tempat pada bapak-bapak yang berdiri di situ untuk dapat duduk di bawah (lantai) dan menyender ke pintu. Bodo amat, aku memang seperti ini. Ngapain jaim. Capek ya duduk, kalau sudah nggak capek ya nanti berdiri lagi. Duduk di lantai juga nggak masalah, toh nggak ada juga yang kutaksir di dalam kereta ini…, hehehe……  Temanku kulihat masih berdiri berpegangan pada tiang kursi, padahal tadi dia tidak mau kuajak ke gerbong wanita karena berharap ada kaum adam yang memberinya tempat duduk…, tapi toh kenyataannya dia tetap juga berdiri, nggak ada yang memberinya tempat duduk. (Di gerbong wanita juga begitu, tidak ada yang saling memberi tempat duduk…, mungkin karena menganggap sama-sama wanita). Akhirnya, walaupun dengan  tersendat-sendat dan hawa yang pengap, keretaku sampai juga di Bojonggede setelah menempuh perjalanan selama hamper 3 jam. Aaaaaaa…………

Jujur saja kondisi kereta commuter memang agak mending bersihnya dibanding ekonomi, kalau di ekonomi ya tidak mungkin aku duduk di bawah seperti di dalam commuter. Di sana bercampur berbagai macam kotoran, termasuk air ludah ataupun air kencing… (Kadang anak-anak ada yang ngompol di kereta, dan orang tuanya cuek saja… hehehe…)

Itu kondisi di dalam kereta commuter waktu aku pulang kerja dua hari lalu. Lain lagi ceritanya di dalam kereta ekonomi waktu aku pulang kerja tadi malam. WOOOWW…, (wow-nya harus dengan huruf besar  semua supaya mantab!)

Waktu aku sampai di loket  Stasiun Tebet, ternyata kereta ke arah Bogor adalah ekonomi dulu.  Dua kali ekonomi, baru commuter. Ya sudah, aku beli ekonomi karena aku buru-buru harus meninggalkan Stasiun Tebet ini karena ada sesuatu hal. (Temanku belum pulang karena laporannya belum selesai, jadi aku sendirian)

Kereta langsung tiba begitu aku memasuki peron, akupun masuk karena masih ada celah. Perjalanan lancar jaya walaupun di luar hujan cukup deras. (Nggak kebayang gimana dinginnya para penumpang yang duduk di atap, terkena hujan dan angin yang kencang)

Eeh, begitu kereta memasuki Stasiun Pasar Minggu, ternyata kereta masuk ke jalur satu. Para penumpang mulai curiga, jangan-jangan keretanya mogok. Sebab, biasanya kereta yang bermasalah memang masuk jalur ini, supaya tidak mengganggu yang lain. Tapi kira-kira lima menit kemudian ternyata kereta berjalan kembali. Semua penumpang menarik nafas lega. Padahal kondisi kereta di dalam gerbong yang kunaiki ini lampunya mati dan bocor di sana-sini. Oh ya, saat aku naik tadi sekitar jam enam , berarti sekarang hampir setengah tujuh malam.

Masuk Stasiun Depok Baru, kereta berhenti lumayan lama. Aku dapat tempat duduk karena ibu-ibu yang duduk di depanku turun. Keretapun melaju ke Stasiun Depok Lama. Nahhh…, di Stasiun Depok Lama inilah kereta berhenti lamaaa……, bukan agak lagi. Sedangkan kondisi di dalam gerbong semakin berjubel karena kereta commuter sebelum kereta ini tadi kan hanya sampai Stasiun ini, tidak sampai Bogor. Jadi yang mau ke Bogor pada naik ke kereta ini.

Ternyata, sampai kereta ekonomi di belakang keretaku juga masuk ke Stasiun Depok Lama, kereta yang kutumpangi tidak juga berjalan. Pengumuman dari Pengeras Suara Stasiun sama sekali tidak menyinggung kapan kereta kami akan diberangkatkan. Sementara para penumpang sudah berteriak-teriak minta keretanya dijalankan.

Akhirnya ada juga pengumuman yang menyatakan kalau keretaku dan kereta ekonomi yang baru masuk tadi, tidak dapat melanjutkan perjalanan karena mogok! Para penumpang diminta menunggu di jalur dua, nanti setelah commuter ke arah Bogor yang masuk di jalur dua meninggalkan stasiun, akan ada kereta ekonomi dari DEPO yang menggantikan kereta kami yang mogok. Aaaaa…..

Kebayang nggak, dua rangkaian kereta ekonomi yang mogok, hanya digantikan satu rangkaian kereta ekonomi lagi. Huahhhh…..!!! Penumpangpun berebut untuk dapat masuk supaya terangkut. Sudah tidak perduli lagi tua muda, nenek-nenek ataupun anak-anak. Yang mau masuk ya masuk dengan keadaan seperti pindang, yang tidak mau ya silahkan menunggu entah sampai kapan kereta ekonomi berikutnya akan datang.

Kondisi seperti ini sudah pernah kualami, dan waktu itu aku langsung meninggalkan stasiun untuk berganti angkutan naik angkot ke Bojonggede. Tapi, angkot itu hanya dapat berjalan lancar sampai di depan Stasiun Citayam saja. Selanjutnya stag di situ sampai hampir satu jam karena macet. Aku sih sabar saja menunggu di dalam angkot, terserah mau nyampe jam berapa. Tapi ternyata sopir angkotnya yang patah hati dan memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan. Kami, para penumpangnya di suruh turun. Akupun turun, dan masuk ke dalam Stasiun Citayam. Menunggu kereta lagi. (???)

Makanya kali ini aku tidak mau keluar stasiun dan mencari angkot. Aku tidak mau kejadian dulu terulang lagi, aku naik angkot tapi akhirnya keretanya jalan juga.

Hehehe…, ternyata kondisi kali ini beda. Ternyata kali ini jauuuhhhh lebih paraaahhhh dibanding saat itu. Aku yang sudah berhasil masuk dalam himpitan penumpang di kereta pengganti, rupanya masih harus menelan kekecewaan lagi. Sebab baru beberapa ratus meter dari Stasiun Depok Lama, lampu kereta mati dan diikuti mesin kereta yang juga mati. Aaaa…… Keretanya mogok lagi!!
Suara penumpang berteriak-teriak, “Kiloin aja… kiloin aja….”
Lampu dinyalain lagi…, kereta mulai jalan… lampu mati lagi….. Aaaaaaaa…
“Sudah, nggak usah lampu asal jalan…!!” teriak penumpang-penumpang yang sudah pada stress.
“Gua mandi keringet nih!” kata penumpang laki-laki di sebelah kananku.
“Iyalah…, kalau mandi susu mah di spa!” jawab temannya. Hehehe…., dalam kondisi seperti ini, mereka masih juga bisa bercanda. Aku sendiri sibuk memeluk buah melon yang tadi kubeli di Stasiun Depok Lama. Takut ibu-ibu di depanku punggungnya sakit karena buah melon kan keras.

Setelah lewat setengah jam, tapi rasanya sudah lima tahun…, akhirnya kereta jalan juga. Tanpa lampu. Untungnya hujan sudah berhenti sejak tadi, jadi tidak ada adegan kebocoran lagi di dalam gerbong kereta, dan akupun sampai di rumah dengan perjalanan selama hampir tiga jam juga.

Benar-benar deh, beberapa hari ini aku harus menguras kesabaran dan tenaga demi menempuh perjalanan dengan KRL tercinta. Seharusnya para Petinggi dan Pejabat PT KAI memasukkan juga kondisi kereta dan penumpangnya ini ke dalam agendanya. Walaupun kondisinya hanya sekian persen, tapi kan kami ini juga masih rakyat yang harus diberi perhatian juga. Kalaupun rangkaian kereta ekonomi itu sudah uzur banget dan tidak layak pakai, mbok ya jangan dipaksain. Tolong diganti dengan yang lebih layak dan agak manusiawi…. Alokasi dana yang kadang terbuang mubazir (dan akhirnya dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang ‘cerdas’) di bagian lain, mbok ya disalurkan ke bagian urgent seperti ini.


Bogor, 6 Oktober 2012
(ngetiknya masih dalam keadaan lemas karena capek)