Senin, 13 Mei 2013

Sekali Lagi Tentang KRL Ekonomi



Pernah lihat iklan salah sebuah produk minuman di TV yang orangnya sampai miring-miring itu kan? Nah, hal yang seperti itu hampir setiap hari terjadi padaku setiap naik kereta ekonomi saat pulang kerja. Hanya saja bedanya kalau di TV itu orangnya jalan sambil miring karena tubuhnya mulai swak dan harus discharge dengan minuman itu, nah kalau aku yang berdiri di antara bejubelnya manusia itu bisa jadi miring tuh karena desakan demi desakan yang kian menghebat di setiap stasiun yang selalu bertambah terus penumpangnya.

Tadipun begitu. Tubuhku semakin lama semakin miring sampai kurasa kira-kira 30 derajat. Tapi eh ternyata kemiringan tubuhku masih bertambah lagi mendekati 45 derajat yang otomatis membuat kakikupun terangkat.
Sambil mencoba meraih pegangan nun jauh di tepi (aku berada di tengah-tengan gerbong), akupun berucap, “Kaki, kaki dong, kaki…. “ kataku sambil mencoba menyeimbangkan tubuh.
“Hehehe…, kakinya kenapa mbak, ketuker ya….” kata bapak-bapak yang berdiri tepat di sebelah kananku dan nyaris kusenderin karena tubuhku yang miring.
“Ketinggalan pak, habisnya makin lama makin miring sih…. Tuh, kaki saya ketinggalan di sana….” jawabku menimpali candanya. Heran ya, dalam kondisi seperti itu masih pada bisa bercanda. Padahal suasana pengap, sesak, gerah dan bau seribu bau keringat yang bercampur aduk dengan pengharum ruangan yang dijajakan pedagang asongan itu mampu mengaduk-aduk isi perut.

Kondisi kereta ekonomi yang masih amat dibutuhkan masyarakat seperti aku ini kenapa malah harus dikurangi frekwensinya sehingga membuat pengguna kereta ekonomi ini jadi terkonsentrasi di waktu-waktu yang sama? Kenapa comuter yang harus diperbanyak bila keberadaannya masih memberatkan rakyat kebanyakan?

Sekali lagi, kasihan masyarakat yang selalu jadi korban pemilahan kebijakan yang kebanyakan hanya berdasarkan kira-kira dan apa kata asisten, bukannya berdasar pada data riil yang ada di lapangan. Mbok yao… para pejabat yang bersangkutan turun langsung di saat-saat jam berangkat atau pulang kerja, bukannya di siang hari di mana kondisi penumpang yang sudah sepi.
Kondisi normal adalah kondisi kereta di saat penumpang berangkat dan pulang kerja. Kondisi di luar itu bisa dibilang tidak normal atau rrrrruaaaaarrrrrrr…. biasa.

Waktu berangkat pagi tadi juga kereta ekonomi sudah mengalami keterlambatan yang rruuuaaarrrr biasa (aku curiga kereta bukan terlambat, tapi jam-jam itu mungkin kereta ekonomi mulai dihapuskan), sehingga membuatku harus menunggu berjam-jam di stasiun.
Kereta Comuter sih tetap lancar jaya, tidak ada keterlambatan ataupun  pemberangkatan yang dibatalkan. (memang maunya kan gitu, penumpang beralih ke kereta comuter yang jauh lebih mahal harganya disbanding kereta ekonomi).

Dalam kondisi sedikit kesal karena capek menunggu, maka akupun mengeluarkan HP-ku.
“Huft… (ga boleh ngeluh ya?), karena dua pemberangkatan ekonomi ternyata dibatalkan dan baru akan ada jam 12.47 nanti…. “ tulisku di SMS dan mengirimkannya pada teman ngobrol rahasiaku. Hehehe…., kalau orang lain punya pengagum rahasia, maka aku punya teman ngobrol rahasia….
“(Keluh…), setting pikiran bahwa ini memang scenario yang akan dijalani pada episode tayangan tanggal 13 Mei 2013. Apa susahnya? Gampang toh?” balasnya.
Aku tersenyum sendiri membayangkan betapa damai hidupnya karena dia menjalani semua yang terjadi seperti air mengalir saja. Semua sudah ada yang mengatur, dan datangnya hanya satu dari Dia, katanya. (ah, andaikan saja aku punya keikhlasan yang sama dalam menjalani hidup, pikirku).

Kembali pada kondisi kereta ekonomi yang menurutku memang di setting seperti ini. Kereta mulai banyak yang mogok sehingga mengacaukan jadwal pemberangkatan yang kemudian diiringi pembatalan-pembatalan. Yang akhirnya membuat suasana naik kereta ekonomi menjadi amat tidak nyaman dan ujung-ujungnya harus naik Comuter Line. Huft!!

“Siapa suruh jadi orang miskin?” sayup-sayup terngiang kata-kata candaan dari sesama  pengguna kereta ekonomi. Ya, siapa suruh…., pikirku.


Bogor, 13 Mei 2013