Pernah lihat iklan salah sebuah
produk minuman di TV yang orangnya sampai miring-miring itu kan? Nah, hal yang
seperti itu hampir setiap hari terjadi padaku setiap naik kereta ekonomi saat
pulang kerja. Hanya saja bedanya kalau di TV itu orangnya jalan sambil miring
karena tubuhnya mulai swak dan harus discharge dengan minuman itu, nah kalau
aku yang berdiri di antara bejubelnya manusia itu bisa jadi miring tuh karena
desakan demi desakan yang kian menghebat di setiap stasiun yang selalu
bertambah terus penumpangnya.
Tadipun begitu. Tubuhku semakin
lama semakin miring sampai kurasa kira-kira 30 derajat. Tapi eh ternyata kemiringan
tubuhku masih bertambah lagi mendekati 45 derajat yang otomatis membuat kakikupun
terangkat.
Sambil mencoba meraih pegangan
nun jauh di tepi (aku berada di tengah-tengan gerbong), akupun berucap, “Kaki,
kaki dong, kaki…. “ kataku sambil mencoba menyeimbangkan tubuh.
“Hehehe…, kakinya kenapa mbak,
ketuker ya….” kata bapak-bapak yang berdiri tepat di sebelah kananku dan nyaris
kusenderin karena tubuhku yang miring.
“Ketinggalan pak, habisnya makin
lama makin miring sih…. Tuh, kaki saya ketinggalan di sana….” jawabku menimpali
candanya. Heran ya, dalam kondisi seperti itu masih pada bisa bercanda. Padahal
suasana pengap, sesak, gerah dan bau seribu bau keringat yang bercampur aduk dengan
pengharum ruangan yang dijajakan pedagang asongan itu mampu mengaduk-aduk isi
perut.
Kondisi kereta ekonomi yang masih
amat dibutuhkan masyarakat seperti aku ini kenapa malah harus dikurangi
frekwensinya sehingga membuat pengguna kereta ekonomi ini jadi terkonsentrasi
di waktu-waktu yang sama? Kenapa comuter yang harus diperbanyak bila
keberadaannya masih memberatkan rakyat kebanyakan?
Sekali lagi, kasihan masyarakat
yang selalu jadi korban pemilahan kebijakan yang kebanyakan hanya berdasarkan
kira-kira dan apa kata asisten, bukannya berdasar pada data riil yang ada di lapangan.
Mbok yao… para pejabat yang bersangkutan turun langsung di saat-saat jam
berangkat atau pulang kerja, bukannya di siang hari di mana kondisi penumpang
yang sudah sepi.
Kondisi normal adalah kondisi
kereta di saat penumpang berangkat dan pulang kerja. Kondisi di luar itu bisa dibilang
tidak normal atau rrrrruaaaaarrrrrrr…. biasa.
Waktu berangkat pagi tadi juga
kereta ekonomi sudah mengalami keterlambatan yang rruuuaaarrrr biasa (aku
curiga kereta bukan terlambat, tapi jam-jam itu mungkin kereta ekonomi mulai
dihapuskan), sehingga membuatku harus menunggu berjam-jam di stasiun.
Kereta Comuter sih tetap lancar jaya,
tidak ada keterlambatan ataupun pemberangkatan yang dibatalkan. (memang maunya
kan gitu, penumpang beralih ke kereta comuter yang jauh lebih mahal harganya disbanding
kereta ekonomi).
Dalam kondisi sedikit kesal
karena capek menunggu, maka akupun mengeluarkan HP-ku.
“Huft… (ga boleh ngeluh ya?),
karena dua pemberangkatan ekonomi ternyata dibatalkan dan baru akan ada jam
12.47 nanti…. “ tulisku di SMS dan mengirimkannya pada teman ngobrol rahasiaku.
Hehehe…., kalau orang lain punya pengagum rahasia, maka aku punya teman ngobrol
rahasia….
“(Keluh…), setting pikiran bahwa
ini memang scenario yang akan dijalani pada episode tayangan tanggal 13 Mei
2013. Apa susahnya? Gampang toh?” balasnya.
Aku tersenyum sendiri
membayangkan betapa damai hidupnya karena dia menjalani semua yang terjadi
seperti air mengalir saja. Semua sudah ada yang mengatur, dan datangnya hanya
satu dari Dia, katanya. (ah, andaikan saja aku punya keikhlasan yang sama dalam
menjalani hidup, pikirku).
Kembali pada kondisi kereta
ekonomi yang menurutku memang di setting seperti ini. Kereta mulai banyak yang
mogok sehingga mengacaukan jadwal pemberangkatan yang kemudian diiringi
pembatalan-pembatalan. Yang akhirnya membuat suasana naik kereta ekonomi
menjadi amat tidak nyaman dan ujung-ujungnya harus naik Comuter Line. Huft!!
“Siapa suruh jadi orang miskin?”
sayup-sayup terngiang kata-kata candaan dari sesama pengguna kereta ekonomi. Ya, siapa suruh….,
pikirku.
Bogor, 13 Mei 2013