Beberapa hari lalu waktu
berangkat bekerja, aku melihat beberapa
orang ibu hamil tua yang masih juga berangkat bekerja naik kereta.
Memang setiap ibu hamil, manula,
ibu membawa anak balita ataupun penyandang disabilitas mendapatkan tempat duduk
khusus yaitu di setiap ujung gerbong, tapi kalau pada jam-jam sibuk atau
jam-jam orang berangkat dan pulang kerja tuh, perjuangan untuk masuk ke dalam
keretanya saja sudah luar biasa. Walaupun terkadang ada bapak-bapak yang
berteriak “Orang hamil orang hamil, kasih jalan kasih jalan!!”
Nah waktu pulang kerja sekitar
jam tujuhan gitu, ternyata aku melihat masih saja ada ibu-ibu hamil yang baru pulang.
Padahal ini kan sudah malam. Mungkin mereka baru sampai rumah sekitar jam
delapan atau Sembilan malam, terus besok paginya mereka sudah harus bangun pagi
dan bersiap berangkat kerja lagi.
Akhirnya dalam otakku timbul
pikiran seperti ini, pernyataan atau pertanyaan apakah yang tepat untuk mereka
ini? ‘Kasihan’, ‘Hebat’, atau ‘Kenapa mereka harus memaksakan diri?’
Sebab tidak mungkin suami,
orangtua ataupun keluarga yang lain tidak pernah menganjurkannya untuk
mengambil cuti kalau melihat perut yang sudah demikian besar itu. Mereka pasti
tidak akan tega melihat istri atau anaknya merasa tidak nyaman.
Contohnya saja nih, saat aku
melhat ibu hamil tua yang duduk di depanku. Tubuhnya bersender ke kaca jendela
dengan lunglai, kedua matanya terpejam tidur karena (pasti) kecapekan, gerah, dan
perutnya yang membuncit itu aku rasa sudah tinggal menunggu hari saja. Aku yakin
itu karena aku juga pernah hamil dan merasakan bagaimana kondisi tubuh saat
hamil.
Dulu, waktu aku hamil anak
pertama dan masih bekerja di usia kehamilan tujuh bulan, setiap pulang kerja
tuh, aku hanya menunggu saat maghrib saja. Tanpa mandi lebih dulu, aku langsung
tertidur sampai nanti kira-kira jam sepuluh atau sebelas malam.
Ketika terbangun jam sepuluh
malam itu, tulang punggungku seolah lengket dengan kasur, susah banget diajak
bangun….. sakit semua. Padahal jarak antara tempat tinggal dan tempat kerjaku
saat itu tidak terlalu jauh. Aku tinggal di Muara Karang dan tempat kerjaku di
Pluit, hanya sekitar 3 atau 4 kilometer yang terkadang kutempuh dengan berjalan
kaki. Saat itu, setiap malam rasanya
seluruh tulangku sedang bermusuhan dengan dagingku sehingga seolah mereka ingin
saling meninggalkan. Akhirnya aku mengambil cuti dan pulang ke rumah ibuku di
Surabaya begitu usia kehamilanku 8 bulan…., yang ternyata seminggu kemudian aku
melahirkan anak pertamaku. (Kedua anakku tidak ada yang betah menunggu sampai
usia sembilan bulan sepuluh hari di dalam perutku, sehingga mereka sudah pada
nongol ke dunia ini di usia delapan bulan lewat)
Apalagi ibu-ibu yang kerja di
Jakarta dan pulangnya ke Depok atau Bogor seperti yang kulihat saat ini.
Kebayang banget gimana rasanya kondisi tubuh pada saat hamil tua. (Ini bukan
maksudku mengeluhkan kondisi tubuh saat hamil dan tidak ikhlas, tapi pada
kenyataannya memang seperti itulah fungsi anggota tubuh pada saat hamil tua,
jadi supaya para lelaki itu tau sehingga dapat lebih menyayangi istrinya)
Saat memperhatikan si ibu hamil
di depanku, tiba-tiba saja aku teringat berita yang kulihat di TV atau kubaca
di Koran online aku lupa, tentang seorang ibu hamil yang sedang berjalan-jalan di
Mall dan tiba-tiba perutnya mules dan melahirkan di toilet. Waduh, gimana ya
kalau misalnya tiba-tiba si ibu ini melahirkan di kereta? Aku harus bagaimana,
kan dia ada di depanku….?!
Ternyata si ibu hamil turun di
UI, maka aku dapat tempat duduk. Akupun duduk di tempat prioritas itu, biarpun
aku tidak hamil, tidak bawa anak balita, belum manula dan bukan penyandang
disabled, karena aku wanita yang kebetulan sedang berada di gerbong campuran…. Hehehe….
Ketika kereta meninggalkan
Stasiun Depok Baru, penumpang sudah banyak berkurang sehingga aku dapat melihat
berkeliling. Di seberang tempat dudukku kulihat tempat duduk itu dipenuhi tiga
orang ibu-ibu yang ternyata juga sedang hamil tua. Subhanallah.
Bogor, 13 Maret 2013