Selasa, 12 Maret 2013

Sedih, Haru, atau Kagum?



Beberapa hari lalu waktu berangkat  bekerja, aku melihat beberapa orang ibu hamil tua yang masih juga berangkat bekerja naik kereta.

Memang setiap ibu hamil, manula, ibu membawa anak balita ataupun penyandang disabilitas mendapatkan tempat duduk khusus yaitu di setiap ujung gerbong, tapi kalau pada jam-jam sibuk atau jam-jam orang berangkat dan pulang kerja tuh, perjuangan untuk masuk ke dalam keretanya saja sudah luar biasa. Walaupun terkadang ada bapak-bapak yang berteriak “Orang hamil orang hamil, kasih jalan kasih jalan!!”

Nah waktu pulang kerja sekitar jam tujuhan gitu, ternyata aku melihat masih saja ada ibu-ibu hamil yang baru pulang. Padahal ini kan sudah malam. Mungkin mereka baru sampai rumah sekitar jam delapan atau Sembilan malam, terus besok paginya mereka sudah harus bangun pagi dan bersiap berangkat kerja lagi.

Akhirnya dalam otakku timbul pikiran seperti ini, pernyataan atau pertanyaan apakah yang tepat untuk mereka ini? ‘Kasihan’, ‘Hebat’, atau ‘Kenapa mereka harus memaksakan diri?’
Sebab tidak mungkin suami, orangtua ataupun keluarga yang lain tidak pernah menganjurkannya untuk mengambil cuti kalau melihat perut yang sudah demikian besar itu. Mereka pasti tidak akan tega melihat istri atau anaknya merasa tidak nyaman.

Contohnya saja nih, saat aku melhat ibu hamil tua yang duduk di depanku. Tubuhnya bersender ke kaca jendela dengan lunglai, kedua matanya terpejam tidur karena (pasti) kecapekan, gerah, dan perutnya yang membuncit itu aku rasa sudah tinggal menunggu hari saja. Aku yakin itu karena aku juga pernah hamil dan merasakan bagaimana kondisi tubuh saat hamil.

Dulu, waktu aku hamil anak pertama dan masih bekerja di usia kehamilan tujuh bulan, setiap pulang kerja tuh, aku hanya menunggu saat maghrib saja. Tanpa mandi lebih dulu, aku langsung tertidur sampai nanti kira-kira jam sepuluh atau sebelas malam.
Ketika terbangun jam sepuluh malam itu, tulang punggungku seolah lengket dengan kasur, susah banget diajak bangun….. sakit semua. Padahal jarak antara tempat tinggal dan tempat kerjaku saat itu tidak terlalu jauh. Aku tinggal di Muara Karang dan tempat kerjaku di Pluit, hanya sekitar 3 atau 4 kilometer yang terkadang kutempuh dengan berjalan kaki.  Saat itu, setiap malam rasanya seluruh tulangku sedang bermusuhan dengan dagingku sehingga seolah mereka ingin saling meninggalkan. Akhirnya aku mengambil cuti dan pulang ke rumah ibuku di Surabaya begitu usia kehamilanku 8 bulan…., yang ternyata seminggu kemudian aku melahirkan anak pertamaku. (Kedua anakku tidak ada yang betah menunggu sampai usia sembilan bulan sepuluh hari di dalam perutku, sehingga mereka sudah pada nongol ke dunia ini di usia delapan bulan lewat)

Apalagi ibu-ibu yang kerja di Jakarta dan pulangnya ke Depok atau Bogor seperti yang kulihat saat ini. Kebayang banget gimana rasanya kondisi tubuh pada saat hamil tua. (Ini bukan maksudku mengeluhkan kondisi tubuh saat hamil dan tidak ikhlas, tapi pada kenyataannya memang seperti itulah fungsi anggota tubuh pada saat hamil tua, jadi supaya para lelaki itu tau sehingga dapat lebih menyayangi istrinya)

Saat memperhatikan si ibu hamil di depanku, tiba-tiba saja aku teringat berita yang kulihat di TV atau kubaca di Koran online aku lupa, tentang seorang ibu hamil yang sedang berjalan-jalan di Mall dan tiba-tiba perutnya mules dan melahirkan di toilet. Waduh, gimana ya kalau misalnya tiba-tiba si ibu ini melahirkan di kereta? Aku harus bagaimana, kan dia ada di depanku….?!

Ternyata si ibu hamil turun di UI, maka aku dapat tempat duduk. Akupun duduk di tempat prioritas itu, biarpun aku tidak hamil, tidak bawa anak balita, belum manula dan bukan penyandang disabled, karena aku wanita yang kebetulan sedang berada di gerbong campuran…. Hehehe….

Ketika kereta meninggalkan Stasiun Depok Baru, penumpang sudah banyak berkurang sehingga aku dapat melihat berkeliling. Di seberang tempat dudukku kulihat tempat duduk itu dipenuhi tiga orang ibu-ibu yang ternyata juga sedang hamil tua. Subhanallah.



Bogor, 13 Maret 2013