Jumat, 30 April 2010

KECOAK


Sepertinya malam ini sedang musim kecoak kawin. Bayangin aja, begitu kubuka pintu kamar mandi….byuuuuhhh…. banyak banget para kecoak yang bertebaran, berkeliaran dan berpasang-pasangan di segala penjuru, seolah kamar mandi ini milik mereka…hehehe…

Aku sih nggak takut atau jijik sama kecoak-kecoak ini, cuma agak jengkel aja melihat mereka berkeliaran sesuka hati. Walaupun kalau dipikir-pikir sebetulnya bukan salah para kecoak itu sehingga mereka jadi berkeliaran dimana-mana. Mereka kan butuh survival juga, jadinya ya kemanapun yang menjanjikan kenyamanan atau makanan buatnya, pasti akan disatroninya.

Dulu waktu pertama kali pasang penutup lobang di saluran pembuangan air di kamar mandi dan tempat cuci baju, kan tutupnya itu dibagian bawah ada semacam piringan yang memisahkan antara dunia kita dan dunia selokan. Nah, sama suamiku piringan itu dicopot. Katanya gara-gara piringan itu, air yang mengalir masuk lobang tidak lancar, pake acara menggenang dulu baru pelan-pelan habis.

Memang sih, setelah piringan itu dicopot, air buangan mengalir dengan lancarnya tanpa acara menggenang lebih dulu. Tetapi….., ternyata efek sampingnya bener-bener menjengkelkan, kecoak itu! Mereka (para kecoak itu) jadi bisa dengan bebasnya mengadakan touring keliling kamar mandi, sementara piringan itu sudah dibuang entah kemana deh…(kadang ke-sotoy-an kita mengakibatkan dampak yang mencengangkan).

Anakku yang besar, perempuan, masih kelas 1 SMA, takut banget sama yang namanya kecoak ini. Tiap dia masuk kamar mandi dan ada seekor aja kecoak yang lagi mejeng…., bisa dipastikan dia akan keluar lagi dan membatalkan semua niatnya untuk mempergunakan kamar mandi sampai kecoak itu pergi.

“Mamie, tolongin dong… usirin kecoaknya…pingin pipis nih….” teriaknya setiap melihat kecoak.

Kalau aku sedang nggak ngapa-ngapain sih, biasanya aku usirin dulu supaya kecoak itu masuk ke habitatnya lagi. Tapi kalau pas aku sendiri juga sedang sibuk masak atau bikin kue atau lagi ngapaian yang nggak bisa ditinggal, ya jengkel juga sih.

“Sudahlah kak, biarin aja… dia tuh harusnya yang lebih takut ke kakak daripada kakak yang takut sama dia.” Jawabku.

“Tapi yang ini pemberani mie, sudah disiram…eh, malah terbang nyamperin…” katanya.

Yang lebih jengkelin lagi, saat harusnya dia buru-buru mandi karena sudah bangun kesiangan dan takut ketinggalan kereta pertama, eh dia malah sibuk hilir mudik di depan kamar mandi doang sambil teriak-teriak. Sama sekali nggak mau masuk.

Kalau yang ini sih, mungkin karena kesalahanku sendiri sehingga anakku tadi jadi takut sama kecoak. Karena pas masih kecil, kalau dia agak nakal dan susah dikasih tahu, dulu aku sering menakut-nakuti dia dengan kecoak.

Misalnya gini, kalau dia pas asyik main air dan nggak mau berhenti, “Ayo udahan mainnya, nanti ada kecoak lho…”

Kalau pas nangis dan nggak mau diam, “Kalau nangis terus nanti disamperin kecoak lho…”

Begitu dan seterusnya. Waktu itu sih pikiranku begini, kalau aku takut-takutin dia dengan ‘hantu’, kalau sudah gede bakalan susah ngilanginnya karena ‘hantu’ kan nggak nyata, susah dijelaskan. Sedang kecoak kan ada wujudnya, bisa diterangkan atau dijelaskan secara logika. Jadi kalau logikanya jalan, pasti dia akan bisa menghilangkan sendiri rasa takut itu.

Tapi ternyata, sampai sebesar ini dan harusnya logikanya sudah bisa memilah-milah sendiri mana yang pantas ditakuti atau tidak, eh… keadaannya tetap saja….takut sama kecoak!

Okelah kalau begitu. Tampaknya aku memang harus tiap hari menyemprot kamar mandi dengan obat pembasmi serangga supaya para kecoak itu nggak krasan lagi ngedugem di kamar mandiku, dan memilih tempat lain untuk kongkow…hehehe…

Bogor, 1 Mei 2010

Senin, 26 April 2010

Cukup satu jam saja


Memasuki Stasiun Bogor sudah ada KRL yang siap berangkat ke arah Jakarta di jalur 6. Tapi jangan ditanya bagaimana kondisinya, sebab saat itu kereta sudah amat sangat padat. Sebetulnya tujuanku tidak terlalu jauh, hanya dua stasiun saja dari Stasiun Bogor ini, jadi sebetulnya nggak masalah kereta penuh, tapi karena aku lagi capek, ya aku malas saja ikut berdesak-desakan. Toh aku tidak sedang diburu waktu. Jadi kuputuskan naik kereta di jalur 7 yang masih lengang. Masih banyak tempat duduk yang kosong.

“Kereta ini mogok neng, nggak jalan. Tapi kalau mau numpang duduk dan ngadem sebentar ya nggak apa-apa.” kata seorang Aki-aki begitu aku duduk di sebelahnya.

“Oh, yang ini nggak jalan Ki?” tanyaku.

“Iya, tadi diumumkan, makanya penumpangnya pada pindah ke jalur 6 itu.” katanya sambil menunjuk kereta yang penuh sesak, “Kalau saya sih nggak mau naik yang itu sebab sudah nggak kuat berdiri lama-lama.” sambungnya.

“Ya udah deh Ki, nggak apa-apa. Saya juga numpang duduk aja di sini sambil nunggu kereta yang lain.” jawabku.

Nggak lama kemudian, kereta di jalur 6 mulai bergerak dan jalan. Sekarang para calon penumpang dan pedagang asongan mulai memenuhi kereta yang kunaiki. Padahal kata si Aki-aki, kereta ini mogok. Koq semua pada naik ke sini? Biasanya pedagang asongan suka kasih tahu ke calon penumpang kalau ada kereta yang lagi mogok. Tapi, ya sutralah…, mungkin mereka juga sekedar ngadem dan numpang duduk kayak aku sekarang, pikirku.

Sementara di jalur 3 ada Kereta Pakuan yang juga mulai dipenuhi penumpang. Tetapi biarpun penuh dan harus berdiri, kalau naik kereta ini sih masih tetap nyaman, ada AC-nya. Sayang, harganya mahal dan nggak berhenti di semua stasiun. Sebetulnya aku juga bisa naik kereta itu sebab nanti di Stasiun tempatku turun, dia akan berhenti sebentar mengambil penumpang, tapi ya itu tadi, harganya mahal, tidak tergantung jarak, pokoknya sebelas ribu. Sedang Kereta Ekonomi yang kunaiki cuma seribu lima ratus, sesuai jarak yang kutuju.

Dari pengeras suara, Petugas Stasiun berkali-kali mengumumkan kalau Kereta Pakuan ini hanya akan berhenti di beberapa stasiun saja, termasuk di Pasar Minggu. Koq, Pasar Minggu berhenti ya…, biasanya Pasar Minggu nggak berhenti. Apa aku salah dengar?

“Oh, kereta itu berhenti di Pasar minggu juga ya…?” kata si Aki-aki yang duduk di sebelahku. Tuh kan, berarti tadi aku nggak salah dengar.

“Sepertinya iya Ki..., Aki mau ke Pasar Minggu?” tanyaku.

“Iya. Tapi saya nggak beli karcis, biarin aja, sudah tua ini…. Emang kalau ketangkep mau diapain…” katanya seolah bicara pada dirinya sendiri.

Aku bengong mendengarnya. Memang sih setiap penumpang harus beli karcis, tanpa karcis bakalan kena sangsi. Tapi kalau melihat penampilan si Aki-aki yang sudah renta begini, apa kondektur atau petugas lainnya tega mau nangkap si kakek dan memberinya sangsi?

“Saya mau pindah kereta aja neng, mau naik yang itu saja. Kan Pasar Minggu juga berhenti.” katanya. Aku mengangguk saja mengiyakan.

Si Akipun bangkit dan tertatih-tatih turun dari kereta. Melihat jalannya yang sudah amat susah begitu, aku jadi surprise sendiri mengingat kalau pendengarannya masih sangat bagus dan dapat menyerap informasi secara gamblang. Aku terus mengikutinya dengan mataku. Sesekali terhalang pedagang asongan dan calon penumpang.

Akhirnya aku melihat si Aki sampai juga di pintu Kereta Pakuan. Kulihat ada seseorang yang membantunya naik. Mereka berbicara sebentar, dan kemudian si Aki tidak terlihat mencari tempat duduk di kereta, tapi turun lagi di pintu seberang sana dan duduk di kursi stasiun. Aneh, kenapa si Aki tidak jadi naik kereta itu ya…

Karena tampaknya Kereta Pakuan itu sudah akan berangkat, orangpun berlari-larian menaikinya. Semua beradu cepat, siapa tahu masih ada tempat duduk yang kosong.

Kemudian aku melihat seorang wanita muda yang juga bergegas naik, dan saking terburu-burunya, kulihat ada sesuatu benda yang melompat dari tubuhnya. Seperti HP atau dompet gitu, aku kurang jelas. Maklum, agak jauh dan beberapa kali terhalang orang yang lalu-lalang.

Seorang pedagang asongan yang kebetulan sedang berdiri dekat pintu itu, langsung memungutnya dan tampak berlari dari luar kereta mengejar perempuan muda itu. Ajaib, di kondisi sekarang ini…, di tempat umum seperti ini, masih ada juga orang yang jujur. Seorang pedagang asongan lagi…, yang notabene pasti juga tidak dalam kondisi ‘berlebih.’ Alhamdulillah!

Kereta Pakuan sudah jalan. Si Aki terlihat duduk sendiri di kursi stasiun sambil mengamati sekitarnya. Sekarang aku juga mulai mengamati sekelilingku. Ada seorang anak muda yang lumayan tinggi, kurasa lebih dari 180 cm, dan cakep kayak ‘Kevin Viera’, berdiri tidak jauh dari tempat dudukku. Pakai kaos hitam, celana jeans biru tua, sepatu sport hitam putih dan tas ransel di dadanya. Di kedua kupingnya tergantung kabel headphone. Sementara di seberang tempat dudukku ada tiga orang gadis tanggung yang tampak berusaha menarik perhatian si ‘Kevin’. Mereka berbisik-bisik, cekikikan dan sering mencuri pandang padanya. Begitu juga dua orang cewek yang berdiri tidak jauh dari si ‘Kevin’.

Akhirnya, si ‘Kevin’ risih juga. Rupanya dia merasa kalau jadi pusat perhatian cewek-cewek tanggung di sekitar situ, dan memutuskan untuk berpindah tempat. Dia berjalan ke-arah gerbong depan dan berhenti di pintu kereta. Huu...kecewa deh cewek-cewek itu…, aku tersenyum sendiri. Ingat anak gadisku, apa dia juga seperti ini kalau lihat cowok cakep? Hm, mudah-mudahan tidak se-ekstrim itu.

Ada serombongan pengamen naik. Koq nggak ada yang kayak ‘Qhibil’-nya Changcutters ya? Kata anakku yang kalau sekolah tiap hari naik KRL ini, pengamennya rombongan yang itu-itu terus, ada yang mirip Qhibil dan lagunya itu-itu juga, cuma tiga lagu. Kali ini, pengamennya koq lain. Ada yang bawa Bass gede dan orangnya berambut gondrong sepunggung. Mungkin rombongan si Qhibil lagi ngapalin lagu baru sebab kemarin anakku cerita kalau temannya ada yang complaint ke para pengamen itu gara-gara lagunya itu-itu melulu. Pengamen yang ini lagi nyanyiin I’m Your’s-nya Jason Mraz. Wow… keren juga.

Tepat di depanku, berdiri sepasang sejoli. Tampaknya masih pacaran, sebab terlihat ceweknya sering bergelayut manja pada yang cowok, serta sesekali lengan si cowok nangkring di pundak ceweknya. Apa mereka nggak kegerahan ya…melekat erat satu sama lain, sedangkan cuaca begini panas dan keretapun tak ber-AC.

Teh poci yang dipegang si cewek tampak sudah habis, tinggal seonggok es batu di dalamnya, “Air…” katanya dengan nada manja.

Si cowok mengambil tasnya dan mengeluarkan sebotol air mineral yang kemudian dituang ke gelas teh poci ceweknya. Gentle sekali sikap cowok ini, selalu siap melayani permintaan ceweknya dengan mesra. Hm…., masih pacaran sih…

Tiba-tiba ada seorang gadis naik, dan wow….seluruh sorot mata penumpang tampak tertuju padanya. Para lelaki menatap dengan pandangan yang mungkin menyegarkan buat mereka. Sebab si gadis mngenakan baju putih dan celana yang super-super pendek warna putih, sehingga jelas sekali memamerkan paha mulusnya. Sebuah pemandangan yang agak aneh sebab tersaji di KRL yang seperti ini. Mungkin kalau dia naik-turun mobil pribadi dan jalan-jalan di Mall, orang tidak akan melemparkan tatapan seperti itu. Suatu penempatan yang agak kurang tepat, menurutku. Naudzubillah, mudah-mudahan anak gadisku tidak seperti itu.

Akhirnya kereta mulai bergerak, tapi koq mundur…? Terus maju sedikit, berhenti lagi. Mundur lagi. Maju lagi, terus berhenti lagi. Oh, mungkin masih dicoba, kan kata si Aki tadi, kereta ini sebetulnya lagi mogok. Aku melihat arlojiku, ternyata sudah hampir satu jam aku duduk di sini dan kereta belum juga jalan.

Tiba-tiba aku melihat seorang laki-laki berjenggot, bertopi hitam, berkaca-mata hitam dan berjaket jeans yang baru aja naik. Umurnya sekitar empat puluhan. Tubuhnya tinggi besar, dengan wajah yang lebar mirip-mirip buronan yang disiarkan di TV. Imajinasiku langsung bereaksi, jangan-jangan dia teroris yang sedang dicari-cari polisi? Aah,…aku cepat-cepat mengusir sikap ‘parno’-ku. Ini pasti gara-gara kepanasan dan capek nungguin kereta yang nggak jalan-jalan.

Beruntung, dibatas limit jenuh, tiba-tiba kereta mulai bergerak lagi. Maju. Rupanya kali ini benar-benar jalan. Alhamdulillah, akhirnya jalan juga…. Sungguh satu jam yang penuh cerita. Kutelpon suamiku minta dijemput di stasiun tujuan.

--sampai di sini dulu—

Bogor, awal Agustus 2009.

LAMPU MATI

Barusan lampu mati, untung ada bulan yang terang bersinar… sehingga malam tak begitu pekat. Di depan rumah banyak anak-anak yang bermain kejar-kejaran. Ramai sekali… membawa anganku melayang ke masa kecilku dulu.

Ketika itu pesawat televisi masih amat sangat langka, hanya orang-orang kaya saja yang sudah punya, maka kami, anak-anak kecil hampir setiap malam selalu ramai bermain di luar rumah. Sedang para orangtuapun ngobrol akrab dengan para tetangga.

Aku ingat, suatu saat, ketika kami para anak-anak sedang bermain ular naga, aku mendengar salah seorang bapak-bapak yang nyeletuk, “Besok tombokin gambar ular aja…., tuh anak-anak sedang main ular-ularan…”

“Wah, bener itu….jangan-jangan besok yang keluar gambar ular…” timpal seorang bapak-bapak yang lain. Aku tersenyum sendiri membayangkan masa-masa itu…

Saat itu, memang perjudian semacam itu masih marak dan belum dilarang. Terlebih lagi, pendalaman agama yang agak kurang. Sehingga urusan tombok-menombok itu seperti sudah amat sangat biasa, dan hampir dilakukan oleh semua orang.

Kalau sekarang, melihat anak-anak bermain di luar rumah selewat maghrib, adalah hal yang sangat langka, kecuali ada lampu mati seperti sekarang ini. Yang seperti inipun tidak berlaku buat semua tempat, Hanya kebetulan saja karena tempat tinggalku adalah Sebuah Perumahan yang terletak di Pinggiran Kota maka hal ini masih bisa kulihat.

Bagi yang tinggal di kota-kota besar, yah… mungkin masih bisa melihat lewat televisi aja, sebab bisa dipastikan hal yang seperti ini adalah suguhan yang sangat mahal. Mengingat lahan dan suasana lingkungan yang sudah tidak lagi mendukung.

Para orangtuapun sekarang sudah tidak ada lagi yang berkumpul tiap malam untuk sekedar ngobrol atau tuker-tukeran kode buntut seperti dulu, karena sekarang segala bentuk perjudian sudah dilarang. Mereka lebih asik nonton sinetron di TV ataupun main internet, chatting.

Anak-anakku sendiri tidak ikutan bermain bersama anak-anak itu. Yang besar sibuk dengan HP-nya, sedang yang kecil sudah berangkat tidur karena pasti kecapek’an sudah main seharian. Aku sendiri…sedang berusaha menangkap kembali aura romantis dari terangnya bulan malam ini.

Selamat malam semuanya, have a nice dream.

Bogor, 26 April 2010

Minggu, 25 April 2010

Takdir


Hidup, mati, rejeki dan jodoh di tangan Allah. Kalimat itu sudah sering sekali kita dengar dan karena saking seringnya terdengar, kadang kita sering mengabaikannya. Kalimat itu seakan baru bermakna bila kita atau orang terdekat kita benar-benar telah mengalaminya. Kita baru akan tersentak dan mengakui kekuasaanNya sebagai pemilik takdir.


Kemarin adalah hari yang sedih bagi sebuah keluarga. Seorang gadis muda belia berumur 17 tahun telah dipanggil mendahului orang tua dan seluruh keluarga yang menyayanginya lewat suatu kecelakaan tragis. Kecelakaan motor yang langsung merengut nyawanya saat itu juga. Konon si gadis menyalip angkot di sebuah tikungan dan tersenggol angkot tersebut…., kemudian, ketika jatuh…. langsung dihantam mobil dari arah berlawanan sampai si gadis masuk ke kolong mobil dan terseret sampai beberapa meter.


Begitu mendengar peristiwa sedih ini, banyak orang yang berandai-andai….”Seandainya saja dia tidak menyalip angkot…” dan “Seandainya dia tidak perlu mengantarkan ayahnya ke stasiun untuk berangkat kerja…” serta beberapa ‘seandainya’ yang lain.


Tetapi benarkah bila beberapa ‘seandainya’ itu memang benar-benar tidak pernah menjadi ‘seandainya’alias semua itu memang tidak dilakukan atau tidak menjadi kenyataan, maka si gadis masih ada umur sampai hari ini?

Tidak ada yang bisa menjawab kan? Sebab kita bukanlah siapa-siapa…. Bahkan kita juga sebenarnya mungkin tidak pantas untuk sekedar berandai-andai… Kita semua adalah milik dari Si Empunya ‘andai’ itu. Mungkin kita masih boleh sedih, sakit dan kecewa. Tapi kita tidak boleh menyesalkannya.


Waktu melayat ke rumah duka, aku tidak kuasa menunggu sampai jenazah selesai dimandikan. Aku tidak sanggup masuk dan melihat banyak kesedihan di sana. Aku tidak tega melihat kesedihan kedua orangtuanya yang sampai beberapa kali pingsan menghadapi kenyataan ini. Aku juga tidak sanggup membayangkan bila berada di posisi mereka, sebab aku juga punya anak perempuan di usia itu…


Sungguh suatu hal yang amat berat bila sesuatu yang terjadi itu harus ‘mengambil’ dari kita, sekecil apapun, karena kita merasa sesuatu itu adalah milik kita… yang padahal sesungguhnya semua ini bukanlah milik kita. Berat sekali, walaupun itu semua adalah ‘takdir’.


Turut berduka cita dari lubuk hatiku yang terdalam, semoga si gadis dapat pergi dengan tenang dan arwahnya diterima di sisi Allah SWT, serta semoga diberikan ketabahan dan kekuatan yang lebih kepada keluarga yang ditinggalkannya. Amin.


Bogor, 25 April 2010

Jumat, 23 April 2010

The Way You Look At Me, Christian Bautista

Artist : Christian Bautista
Lirik Lagu : Christian Bautista - The Way You Look At Me
Christian Bautista - The Way You Look At Me

No one ever saw me like you do
All the things that I could add up to
I never knew just what a smile was worth
But your eyes say everything without a single word

Coz there's something
in the way you look at me
It's as if my heart knows you're the missing piece
You make me believe that there's notheing in this world I can't be
I'd never know what you see
But there's something in the way you look at me

If I could freeze the moment in my mind
Be the second that you touch your lips to mine
I'd like to stop the clock make time stand still
Coz baby this is just the way I always wanna feel

Coz there's something in the way you look at me
It's as if my heart knows you're the missing piece
You make me believe that there's notheing in this world I can't be
I'd never know what you see
But there's something in the way you look at me

I don't know how or why
I feel different in your eyes
All I know is that it happens everytime

Coz there's something in the way you look at me
It's as if my heart knows you're the missing piece
You make me believe that there's nothing in this world I can't be
I'd never know what you see
But there's something in the way you look at me

Pasar Modal

Dalam Sejarah Indonesia di bidang Pasar Modal, kegiatan jual-beli saham dan obligasi pada abad 19. Menurut buku Effectengids yang dikeluarkan oleh Verreninging Voor den Effectenhandol pada tahun 1939, jual beli efek telah berlangsung sejak 1880. Sedangkan efek yang diperjualbelikan adalah saham dan obligasi perushaan/perkebunan yang ada di Indonesia (pada saat penjajahan belanda), obligasi yang diterbitkan pemerintah (propinsi dan kotapraja) sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan oleh kantor administrasi Belanda serta efek perusahaan Belanda lainnya.
Perkembangan Pasar Modal waktu itu cukup menggembirakan yang terlihat dari nilai efek yang tercatat yang mencapai NIF 1,4 milyar (jika di indeks dengan harga beras yang berubsidi pada tahun 1982, nilainya adalah ± Rp 7 triliun) yang berasal dari 250 macam efek.
Ada pun pengertian Pasar Modal mnurut UU:
• Penawaran umum dan perdagangan efek,
• Perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkan,
• Lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek, dan
• (UU No. 8 Tahun 1995) : Tetang Pasar Modal mengidentifikasi pasar modal sebagai “kegiatan yang bersangjutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan efek, Perusahan Publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”
Jenis-jenis Pasar Modal:
a) Pasar Pedana ( primary market/penawaran umum/initial public offering)
b) Pasar Sekunder (secondary market)
Pasar Modal merupakan pasar untuk berbagai instrument keuangan jangka panjang yang biasa diperjualbelikan, baik surat (obligasi), ekuiti (saham), reksa dana, instrument derivatif maupun instrument lainnya. Pasar Modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinfestasi. Dengan demikian, Pasar Modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual-beli dan kegiatan terkait lainnya. Berikut beberapa fungsi Pasar Modal lainnya:
a) Sumber dana jangka panjang,
b) Alternatif investasi,
c) Alat restrukturisasi modal prusahaan, dan
d) Alat untuk melakukan divestasi.
Instrumen kuangan yang diperdagangkan di Pasar Modal merupakabn instrument jangka panjang (lebih dari 1 tahun) seperti saham, obligai, waran, right, reksa dana, dan berbagai instrument derivative lainya seperti option, futures, dan lain-lain. Para pelaku Pasar Modal terdiri dari badan atau lembaga pemerintah, lembaga penunjang, profesi penunjang, perusahan swasta dan publik serta para investor (masyarakat). Secara lebih rinci pelaku Pasar Modal itu adalah:
a) Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM),
b) Bursa efek,
c) Lembaga kliring dan penjamin serta lembaga penyimpanan dan penyelesaian,
d) Reksa dana,
e) Emiten dan perusahaan efek, dan
f) Perusahaan publik.
BAPEPAM bertanggung jawab atas pembinaan, pengaturan dan pengawasan Pasar Modal dengan tujuan untuk mewujudkan terciptanya kegiatan Pasar Modal yang teratur, wajar dan efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. Penyelenggaraan perdagangan efek yang teratur dan wajar dan efisien merupakan tanggung jawab dari bursa efek, dan yang dapat menjadi pemegang saham bursa efek adalah perusahan efek yang telah memperoleh izin usaha untuk melakukan kegiatan sebagai perantara pedagang efek. Selain itu bursa efek diwajibkan untuk memiliki satuan pemeriksa dan dilarang membuat ketentuan yang menghambat anggotanya menjadi anggota bursa efek lain atau menghambat adanya persaingan yang sehat.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Pasar Modal memiliki peran pentig bagi perekonomian negara (Indonesia) karena Pasar Modal menjalankan dua fungsi, yaitu:
 Sebagai sarana bagi pendanaan uasaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari Pasar Modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain.
 Menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinfestasi pada instrument keuangan seperti saham, obligsi, reksa dana, dan lain-lain.
Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilkinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan resiko masing-masing instrument.