Jumat, 14 September 2012

Rasa Sayang Itu…



Ada dua orang teman kerjaku, seorang laki-laki dan seorang lagi perempuan. Mereka berdua itu ibarat amplop dengan perangko, ibarat sendok dengan garpu, ibarat panci dengan tutupnya, ibarat  cobek dan ulekan, ibarat gorengan dengan cabe, ibarat apa lagi ya….., pokoknya yang jelas mereka berdua itu tidak terpisahkan. Dimana ada A di situ ada B. Kalau salah satunya tidak kelihatan, teman-teman yang lainpun ribut bertanya-tanya, kemana buntutnya, koq sendirian aja? Sepertinya memang ada yang kurang pas kalau hanya melihat salah satunya saja.

Tetapi, kedekatan mereka berdua itu, katanya sih hanya sekedar partner kerja saja. Karena sudah terbiasa ke mana-mana ngerjakan tugas berdua, dan kebetulan juga satu team yang selalu dapat tugas yang sama. Apalagi yang cewek sudah berkeluarga dan punya beberapa orang anak. Kalau yang cowok sih memang masih bujangan walaupun sudah beruban…. (dan mereka juga pernah tuh, saling mencari uban seperti tarzan dan titik titiknya ….hehehehe….)

Aku pernah usil bertanya pada temanku yang cewek, “Sebetulnya pernah terlintas nggak sih dalam pikiranmu kalau suatu saat kedekatan kalian ini bermakna lain?”
“Maksudnya mbak?” tanyanya.
“Ya, maksudku… selain kalian saling tergantung dalam hal pekerjaan…., ternyata jauh di lubuk hati ada rasa yang lain…” kataku. Sebab, melihat cara mereka bercanda, berkomunikasi, dan saling memperhatikan, aku koq punya feeling yang lain. Entah kalau aku jadi lebay, tapi biasanya sih feelingku jarang meleset. Seperti dulu, waktu kubilang pada anakku kalau dua orang kakak kelasnya itu saling suka, tapi anakku ngotot kalau mereka berdua hanya bersahabat. Eh… beberapa bulan kemudian ternyata mereka jadian dan sampai sekarang hubungan mereka sudah ada dua tahunan kalau nggak salah.

“Kalau aku sih nggak pernah berfikir sampai sejauh itu mbak, sebab aku kan sudah punya pasangan dengan beberapa buntut…, tapi nggak tau lagi kalau dia… “ jawabnya mengambang, “Aku hanya merasa dia adalah satu-satunya orang yang paling tau bagaimana aku, bagaimana perasaanku…., pokoknya nyaman aja kalau dengan dia.”
“Sering kalau malam-malam aku lagi bĂȘte, ku sms dia, kuajak ngobrol sampai larut malam, dan dia juga selalu meladeni.” katanya. Suami temanku ini sering dinas di luar kota, jadi kalau malam dia cuma berteman dengan nyamuk, padahal nyamuk kan nggak bisa diajak ngobrol ya…., makanya dia cari teman ngobrol yang lain, hehehehe…..
“Apa kamu nggak pernah menganggap dia cowok?” tanyaku.
Dia tertawa. Karena hampir semua teman-teman kami selalu menganggap kalau soulmatenya itu agak gemulai, aku jadi ingin tau apa yang ada di dalam hatinya yang paling dalam. Sebab kalau aku sih, aku tidak menganggap aneh penampilan teman kami itu. Aku tetap melihatnya sebagai laki-laki. Sebagai laki-laki dewasa yang juga bisa punya cinta.

Persahabatan antara seorang laki-laki dan perempuan itu sebetulnya wajar saja buatku, karena kebetulan aku sendiri punya banyak sahabat laki-laki. Tetapi aku tetap punya pikiran begini, dua orang laki-laki dan perempuan. Mereka akan bisa dekat (sebagai sahabat ataupun kekasih) kalau dari awalnya ada rasa saling tertarik. Entah itu rasa tertarik secara fisik maupun secara intelektual. Kemudian rasa tertarik itu baru akan berkembang kearah persahabatan ataupun kisah asmara. Kalau sebelumnya tidak pernah ada rasa tertarik mana mungkin akhirnya bisa klik.

Kalau orang Jawa mungkin kebalikannya ya, witing tresno jalaran soko kulino, yang terjemahan bebasnya berarti cinta akan tumbuh karena kebiasaan, karena seringnya bersama-sama.  Kalau dihubungkan dengan kedekatan dua orang temanku itu, aku koq merasa kalau hal itu bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi pada mereka berdua. Karena pada kenyataannya, kalau mereka sedang tidak berada di satu tempat yang sama, mereka tetap terus menerus sms-an. Yang dibicarakan temanku itu juga selalu soulmatenya yang sedang berada di tempat lain, jadi kurang tanda-tanda apa lagi coba?

“Gimana ya….” katanya.
“Kamu pikir dia nggak mungkin punya rasa suka ke kamu dan kamu nggak mungkin punya rasa suka ke dia?”
“Nggak tau ya mbak, yang jelas dia memang paling ngertiin aku deh. Pas aku ulang tahun aja dia kasih aku dompet sesuai warna yang kumau dan dia bingung banget pas aku bilang kalau dijual kira-kira laku berapa. Dia pikir aku nggak suka hadiahnya…, padahal aku suka sekali hadiahnya dan aku kan cuma bercanda…” katanya. Kurasa dia mulai berpikir apakah mereka sebenarnya punya rasa yang lain selain yang mereka akui.

Hihihi…., terkadang aku memang usil dan selalu ingin tahu.  Biar saja pertanyaanku tadi jadi pe-er buat temanku itu, kan orang lain tidak ada yang tau isi hati mereka  yang sebenarnya. Biar juga mereka yang menimbang-nimbang sendiri takaran kasih sayang antara mereka. Sebenarnya sejauh apa rasa yang mereka punya… (maksudnya supaya disadari ataupun di akui sejak dini, begituuuu…. Hehehe….).




Bogor, 14 September 2012
(nulisnya ini sambil jadi makanan nyamuk lho)