Ada dua orang teman kerjaku,
seorang laki-laki dan seorang lagi perempuan. Mereka berdua itu ibarat amplop
dengan perangko, ibarat sendok dengan garpu, ibarat panci dengan tutupnya,
ibarat cobek dan ulekan, ibarat gorengan
dengan cabe, ibarat apa lagi ya….., pokoknya yang jelas mereka berdua itu tidak
terpisahkan. Dimana ada A di situ ada B. Kalau salah satunya tidak kelihatan,
teman-teman yang lainpun ribut bertanya-tanya, kemana buntutnya, koq sendirian
aja? Sepertinya memang ada yang kurang pas kalau hanya melihat salah satunya
saja.
Tetapi, kedekatan mereka berdua
itu, katanya sih hanya sekedar partner kerja saja. Karena sudah terbiasa ke
mana-mana ngerjakan tugas berdua, dan kebetulan juga satu team yang selalu
dapat tugas yang sama. Apalagi yang cewek sudah berkeluarga dan punya beberapa
orang anak. Kalau yang cowok sih memang masih bujangan walaupun sudah beruban….
(dan mereka juga pernah tuh, saling mencari uban seperti tarzan dan titik titiknya
….hehehehe….)
Aku pernah usil bertanya pada
temanku yang cewek, “Sebetulnya pernah terlintas nggak sih dalam pikiranmu
kalau suatu saat kedekatan kalian ini bermakna lain?”
“Maksudnya mbak?” tanyanya.
“Ya, maksudku… selain kalian
saling tergantung dalam hal pekerjaan…., ternyata jauh di lubuk hati ada rasa
yang lain…” kataku. Sebab, melihat cara mereka bercanda, berkomunikasi, dan
saling memperhatikan, aku koq punya feeling yang lain. Entah kalau aku jadi
lebay, tapi biasanya sih feelingku jarang meleset. Seperti dulu, waktu kubilang
pada anakku kalau dua orang kakak kelasnya itu saling suka, tapi anakku ngotot
kalau mereka berdua hanya bersahabat. Eh… beberapa bulan kemudian ternyata
mereka jadian dan sampai sekarang hubungan mereka sudah ada dua tahunan kalau
nggak salah.
“Kalau aku sih nggak pernah
berfikir sampai sejauh itu mbak, sebab aku kan sudah punya pasangan dengan
beberapa buntut…, tapi nggak tau lagi kalau dia… “ jawabnya mengambang, “Aku
hanya merasa dia adalah satu-satunya orang yang paling tau bagaimana aku,
bagaimana perasaanku…., pokoknya nyaman aja kalau dengan dia.”
“Sering kalau malam-malam aku
lagi bĂȘte, ku sms dia, kuajak ngobrol sampai larut malam, dan dia juga selalu
meladeni.” katanya. Suami temanku ini sering dinas di luar kota, jadi kalau malam
dia cuma berteman dengan nyamuk, padahal nyamuk kan nggak bisa diajak ngobrol
ya…., makanya dia cari teman ngobrol yang lain, hehehehe…..
“Apa kamu nggak pernah menganggap
dia cowok?” tanyaku.
Dia tertawa. Karena hampir semua
teman-teman kami selalu menganggap kalau soulmatenya itu agak gemulai, aku jadi
ingin tau apa yang ada di dalam hatinya yang paling dalam. Sebab kalau aku sih,
aku tidak menganggap aneh penampilan teman kami itu. Aku tetap melihatnya
sebagai laki-laki. Sebagai laki-laki dewasa yang juga bisa punya cinta.
Persahabatan antara seorang
laki-laki dan perempuan itu sebetulnya wajar saja buatku, karena kebetulan aku
sendiri punya banyak sahabat laki-laki. Tetapi aku tetap punya pikiran begini,
dua orang laki-laki dan perempuan. Mereka akan bisa dekat (sebagai sahabat
ataupun kekasih) kalau dari awalnya ada rasa saling tertarik. Entah itu rasa
tertarik secara fisik maupun secara intelektual. Kemudian rasa tertarik itu
baru akan berkembang kearah persahabatan ataupun kisah asmara. Kalau sebelumnya
tidak pernah ada rasa tertarik mana mungkin akhirnya bisa klik.
Kalau orang Jawa mungkin
kebalikannya ya, witing tresno jalaran soko kulino, yang terjemahan bebasnya
berarti cinta akan tumbuh karena kebiasaan, karena seringnya bersama-sama. Kalau dihubungkan dengan kedekatan dua orang temanku
itu, aku koq merasa kalau hal itu bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi pada
mereka berdua. Karena pada kenyataannya, kalau mereka sedang tidak berada di
satu tempat yang sama, mereka tetap terus menerus sms-an. Yang dibicarakan
temanku itu juga selalu soulmatenya yang sedang berada di tempat lain, jadi
kurang tanda-tanda apa lagi coba?
“Gimana ya….” katanya.
“Kamu pikir dia nggak mungkin punya
rasa suka ke kamu dan kamu nggak mungkin punya rasa suka ke dia?”
“Nggak tau ya mbak, yang jelas
dia memang paling ngertiin aku deh. Pas aku ulang tahun aja dia kasih aku
dompet sesuai warna yang kumau dan dia bingung banget pas aku bilang kalau
dijual kira-kira laku berapa. Dia pikir aku nggak suka hadiahnya…, padahal aku suka
sekali hadiahnya dan aku kan cuma bercanda…” katanya. Kurasa dia mulai berpikir
apakah mereka sebenarnya punya rasa yang lain selain yang mereka akui.
Hihihi…., terkadang aku memang
usil dan selalu ingin tahu. Biar saja
pertanyaanku tadi jadi pe-er buat temanku itu, kan orang lain tidak ada yang
tau isi hati mereka yang sebenarnya.
Biar juga mereka yang menimbang-nimbang sendiri takaran kasih sayang antara
mereka. Sebenarnya sejauh apa rasa yang mereka punya… (maksudnya supaya disadari
ataupun di akui sejak dini, begituuuu…. Hehehe….).
Bogor, 14 September 2012
(nulisnya ini sambil jadi makanan nyamuk lho)