Kamis, 30 Desember 2010

Ceritaku Hari Ini

Kemarin pas buka fb, tiba-tiba aku lihat sebuah nama yang cukup familiar buatku ‘Arif B Santoso’ yang koment di wall ‘Djoko Triatmo Ali’, seniorku di Wanala dan di FISIP UNAIR dulu. Rasa penasaran membuatku mengirim pesan pada Djoko Triatmo Ali dan menanyakan ‘siapa Arif B Santoso’ yang ada di fb-nya, apakah benar dia dulu seangkatan sama Djoko waktu di FISIP.

Djoko belum membalas pesanku, aku nggak sabar dan tanganku mulai bergerilya…., yang kalau menurut bahasa anakku, ‘fudul’. Ya aku ‘memfuduli’ fb ‘Arif B Santoso’ yang di foto profilnya adalah gambar seekor kucing atau tupai yang baru keluar dari tas. Tanganku terus bergerak melihat koleksi fotonya, mungkin akan segera kudapat jawaban kepenasaranku dari situ, pikirku.

Sreett….sreett….sreett…., “Itu dia!!” akhirnya kudapat foto-foto yang memperlihatkan sebuah acara/pertemuan tentang launching sebuah novel yang disitu terdapat sosok yang kucari. Ternyata memang benar dia orangnya.

Aku langsung mengirim permintaan pertemanan padanya, yang ternyata langsung diterima pada saat itu juga. Terus kukirim pesan padanya, “Maaf, mau tanya….. apakah anda dulu dari FISIP?” tanyaku.

Eh, pesanku langsung dijawab, “Dirimu kan pelukis yang dulu tinggal di Kompleks AL Kenjeran, pakai kacamata dan bertampang jahil, temannya Dewi Erapratiwi.” katanya.

Hahahaaaaa…. Aku langsung ngakak bacanya….., “Bertampang jahil? Bukannya dulu wajahku cute dan nggemesin?!” balasku.

Dia kemudian membalas lagi sambil menulis nomer hp-nya. Aku kirim sms padanya yang langsung dijawab dengan call darinya. “Tuh, kan… ketawamu masih seperti dulu…” katanya begitu kita selesai say hello dan sedikit basa-basi tentang kabar.

Secara hukum, orangtuaku melahirkan aku adalah sebagai anak pertama, sulung, paling gede, ’mbarep’ dalam bahasa jawanya. Tetapi dalam kenyataan hidup sehari-hari, aku mempunyai banyak kakak laki-laki dan seorang kakak perempuan yang sangat baik dan perhatian padaku dan menganggap aku juga seperti adiknya sendiri. Hampir di setiap komunitas yang kumasuki, aku mendapatkannya. Jadi kemana-mana aku selalu merasa aman-aman saja karena ada kakak-kakak yang selalu siap menjagaku.

‘Arif Budi santoso’ ini adalah salah satu kakakku dari komunitas FISIP UNAIR dulu, yang entah bagaimana mulanya… aku kehilangan banyak kontak dengan banyak orang di sekelilingku dulu. Singkat kata, akhirnya kita janji ketemuan di Plaza Jambu Dua, yang kebetulan Mas Arif ini beredarnya di situ.

Kita janjian ketemu di depan Dunkin Donut’s, dan aku tiba lebih dulu karena dia baru aja pulang sebentar untuk mengantarkan makanan buat adik sepupunya yang sedang sakit.

Sambil bersandar dipagar, aku mengedarkan pandanganku. Menyapu semua benda bergerak yang tertangkap mataku, berusaha mencari sosok itu. Sampai akhirnya, tampak sesosok tubuh kurus tinggi berkaos merah berjalan menuju ke arahku. Itu dia orangnya.

“Apa kabar…..” kita berjabat tangan untuk yang pertama kalinya setelah sekian puluh tahun berlalu. Kesanku, dia masih tetap seperti dulu… tinggi (berapa sih tinggimu mas, sekitar 185cm kurasa), kurus yang amat kurus, sehingga tampak seperti tulang terbalut kulit… yang kalau tulangnya nggak ada ya tinggal kentutnya doang…. Hahahaaaa….. (Dulu…., Aku, Dewi dan Ita memanggilnya ‘Cacing”)

Bedanya, dulu mas Arif adalah sosok cacing yang masih segar, kalau sekarang dia adalah cacing yang sudah peot…. Hahahaaaa…..pisssss massss…..

“Kita makan Rujak Cingur yuk, aku tahu tempatnya yang rasanya enak dan sama dengan rasa asli di Surabaya.” katanya.

Kitapun menuju Air Mancur yang ternyata tempat itu sering kulewati tapi tidak pernah kuhampiri. Kita ambil tempat duduk yang lesehan, santai duduk di tikar. Aku memesan Tahu Campur dan Es Kelapa Muda + Jeruk, Mas Arif pesan Rujak Cingur dan Teh Manis.

Sambil makan kita saling menceritakan perjalanan hidup di waktu yang hilang kemarin. Seru dan rindu kembali ke masa itu….. hiks….

“Luki pingin lihat mukamu…” kata Mas Arif. Rupanya dia sambil sms-an sama Mas Luki, sobatnya sejak masih kuliah dulu.

“Bilangin kalau aku sekarang ayu mas…” jawabku ngasal. Heheheee…, pede gila! Kata anakku.

“Yo..” katanya.

Tiba-tiba hpku bergetar. Anakku sms bilang kalau dia diajak temannya, Indah, ke Bandung sore ini. Hhh,…. Lagi seru-serunya cerita, terpaksa harus dipotong dulu deh….

“Sorry mas, anakku mau ke Bandung sore ini. Anakku yang kecil nggak ada temannya di rumah, aku pulang dulu ya….” kataku. Aku membuka tasku dan mengeluarkan tempat bedak buat berkaca, mau lihat mukaku belepotan kuah Tahu Campur apa nggak.

“Hah??!!! “ tiba-tiba Mas Arif ‘terpesona’ melotot padaku.

“Kamu sekarang pakai bedak toh?” tanyanya. Aku kaget dan balas melotot padanya.

“Tunggu-tunggu…., ini harus kufoto. Ini benar-benar keajaiban, kamu bisa pakai bedak…” katanya.

Hahahahaaaaaaaaaa……., aku langsung ngakak sampai sakit perut. Hahahahaaaaa…..Dia tetap jeprat jepret motret aku. Ya ampuuunnnn, apakah aku dulu sebegitu parahnya cuek pada penampilanku, sampai-sampai sekarang aku mengeluarkan tempat bedak aja, menjadi hal yang langka buatnya….hahahaaaa….., aku terus tertawa sampai lupa mau berkaca dan merapikan bedakku.

Aku jadi ingat, dulu… tiap baru aja tiba di kampus, Dewi selalu menyeretku ke toilet dulu sebelum masuk kelas. Dia menyuruhku sisiran dulu, bahkan kadang dia juga yang nyisirin rambutku yang panjang dan acak-acakan karena naik motor. (Padahal biasanya kalau pas nggak sekelas sama Dewi, aku pasti akan masuk ke kelas dengan ‘penampakan’ apa adanya itu, dan oke-oke aja tuh…hehehe….)

“Mas, kan tadi sudah kubilang kalau aku sekarang sudah berubah jadi perempuan, aku kan sudah operasi transgender…..” kataku tetap geli campur sedih (sebab membayangkan bagaimana hancurnya penampilanku dulu…hihihi…..).

Selama di perjalanan pulang, aku tersenyum-senyum sendiri membayangkan ekspresi wajah Mas Arif pas lihat aku tadi membuka tempat bedak. Hehehe…. Maaf Mas Arif dan yang lainnya yang mungkin kaget pada kebiasaanku sekarang…. Tolong, kalau dulu nggak pernah menganggap aku cewek karena penampakanku yang hancur…., nanti kalau kita ketemu lagi, kalian jangan jatuh cinta padaku yaaaaa…… Hahahahahaaaaaaaaaaaaaaa…………..

Yang baca nggak boleh protes, heheheheee….

Bogor, 30 Desember 2010

Jumat, 10 Desember 2010

Penjahat itu Jenius Lho!

Beberapa waktu lalu ada email masuk dari orang tidak dikenal ke email suamiku. Alamat pengirim berasal dari Senegal, salah satu Negara-negara yang ada di Afrika sana, seingatku. Nama pengirimnya Esther Musa, ada foto-fotonya lagi. Sama Yahoo sih dimasukkannya ke Spam, jadi hampir terlewat untuk dibaca.

Isinya kurang lebih begini, (eh… kayaknya sih dikirimnya pakai google translate deh, soalnya bahasa Indonesianya kacau balauuuu….). Awal surat sih biasa, basa-basi dulu yang bilang kalau anda mungkin terkejut karena sebelumnya tidak pernah/belum ada hubungan sama sekali. Terus, dia bercerita kalau dia adalah mahasiswi tahun ke dua di salah satu Universitas di sana, tapi sayangnya saat ini dia terpaksa tinggal di kamp pengungsi yang dikelola oleh PBB. Dia terpaksa tinggal di pengungsian setelah ada semacam perang atau pemberontakan yang menewaskan keluarganya (ayah, ibu dan saudara-saudaranya).

Ayahnya dulu adalah Pimpinan/Direktur Perusahaan yang bergerak di bidang gas, dan ayahnya meninggalkan deposito sebesar $USD 6,5 juta, yang sayangnya tidak dapat dicairkan olehnya karena status hukumnya sebagai pengungsi telah menyebabkan kehilangan hak itu. Parahnya, dia punya ibu tiri yang ingin menguasai deposito peninggalan ayahnya dan ingin membunuhnya.

Maka dari itu dia ingin segera keluar dari Senegal dan pergi ke Eropa. Tetapi sebelum itu, dia ingin minta tolong pada suamiku untuk membantunya mencairkan deposito peninggalan ayahnya. Caranya, saat ini suamiku diminta mengirim data-data pribadi ke dia, boleh juga ke pendeta di sebuah Gereja yang melindunginya (dia menyebut Pendeta John Dada, dan nomor HP yang bias dihubungi memang berkode Negara Senegal). Setelah suamiku mengirim data-data pribadinya, dia akan memberitahu langkah apa selanjutnya. Katanya, nanti kalau duitnya sudah diterima suamiku, dia akan datang ke Indonesia buat ambil uangnya.

Waktu selesai membaca email itu (malam-malam, kira-kira jam 02.00 malam), sama suamiku surat itu di print dan langsung membangunkan aku.

“Mie, tolong baca ini, maksudnya apa sih… mumet aku bacanya…” kata suamiku.

Sambil ngucek-ngucek mata dan mencoba mengumpulkan dulu separuh jiwaku yang belum genap karena lagi enak-enaknya mimpi, aku mencoba membaca surat itu. Kalau tulisannya sudah seperti yang kutulis di atas sih enak, langsung ngerti. Ini, masih dengan Bahasa Indonesia made in google yang aneh dan kacau. Jadi aku harus mengerahkan dulu tenaga dalamku (eh, nggak nyambung ya…hehehe….).

Setelah kuterjemahkan sebisaku, “Sudahlah pie,… paling orang mau nipu… Mamie ngantuk ah, besok pagi aja ngebahasnya…” jawabku.

“Ngapain nipu sampai nyebrang lautan, kenal juga enggak…” jawab suamiku.

Aku tidak menjawab dan meneruskan tidur. Nasib surat itupun terbengkalai begitu saja sampai beberapa hari kemudian karena suamiku juga sudah hampir lupa.

Tiba-tiba, malam itu suamiku kembali membangunkan aku, “Mie, ini ada surat lagi…” katanya.

Isinya adalah menjelaskan langkah-langkah apa yang harus dilakukan suamiku. Kalau nggak salah ingat, pertama suamiku harus meneruskan surat yang sudah dibuatkan oleh Esther untuk dikirimkan pada seseorang yang beralamat di London. Isi suratnya adalah semacam pernyataan kalau suamiku adalah orang yang diberi kepercayaan oleh Esther berhubungan dengan Deposito ayahnya. Katanya orang itu adalah yang menangani uang ayahnya di Bank London. Kedua, suamiku harus segera mengirimkan nomor rekeningnya pada orang London itu supaya deposito ayah Esther bisa segera ditransfer ke rekening suamiku.

Yang lucu, katanya kemarin suamiku harus kirim data-data pribadi dulu baru akan diberitahu langkah selanjutnya, karena dia juga ingin tahu secara pasti (kredibilitas) bagaimana orang yang akan dimintain tolong. Ini, suamiku belum mengirim apapun koq sudah datang surat selanjutnya.

Kubilang pada suamiku, “Sudahlah pie…, nggak usah diurusin lagi. Yang ini jenis penjahat bego…, padahal biasanya penjahat itu pinter-pinter, jenius….” Kataku sambil tidur lagi.

Aku heran, penjahat itu koq ya punya ide macem-macem. Coba kalau ide itu dipakai di jalan yang benar, pasti mereka akan jadi orang yang sukses. Sayang kan ide brilian diapakai buat kejahatan. Menipu.

Suamiku sendiri, saking penasarannya, dia mencoba mencari keterangan seputar surat-surat semacam itu. Akhirnya dia dapat seseorang yang bernama Miss Yang dari Jerman yang memberitahu kalau yang semacam itu adalah jenis penipuan internasional. Miss Yang ini malah punya blog yang isinya adalah tentang penipu-penipu yang rata-rata memang berasal dari Negara-negara Afrika dan jumlah yang pernah tertipu juga lumayan banyak. Kisah-kisah yang diungkapkan juga rata-rata senada.

Kalau dipikir-pikir, lha iya…. Mau nipu aja koq ya jauh-jauh…., pakai internet lagi… Mbok ya nipu tetangganya aja… (lho??!!) hehehe…..

Sekedar share,

Bogor, 10 Desember 2010

Jumat, 03 Desember 2010

Copet dan Jambret

“Seorang pemuda berumur 30 tahunan tewas setelah terlempar dari KRL Ekonomi jurusan Depok- Jakarta. Diindikasikan pemuda tersebut adalah korban kejahatan yang terjadi di atas KRL karena ada saksi yang melihat kalau korban telah didorong oleh orang tak dikenal dari atas kereta setelah telepon genggamnya diambil.”

Berita itu kulihat di TV tadi siang ketika sedang masak di dapur, dan berita yang disiarkan itu bukanlah yang pertama kali kulihat di TV ataupun kudengar dari pembicaraan orang-orang. Dengan kata lain, berita yang seperti itu sudah amat sering terjadi dan sama sekali tidak mengagetkan.

Ya, tidak mengagetkan. Tetapi bagiku amat memprihatinkan. Bayangin saja, pemuda itu sudah dicopet hape-nya, eh… si copet masih kurang puas juga, sehingga didoronglah pemuda itu keluar kereta sampai akhirnya harus menemui ajal dengan tragis. Biasanya, seperti yang sering kudengar dari orang-orang yang setiap harinya juga selalu berakrab ria dengan kereta, kejadian yang seperti itu akan terjadi kalau si korban kebetulan menangkap basah pelaku pencopetan atau mungkin si korban berusaha mempertahankan barang yang akan berpindah tangan itu. Dalam keadaan seperti itu, biasanya pencopet nekat dan bertindak untuk menyelamatkan diri supaya tidak sampai dihajar penumpang satu gerbong.

Gila dan jahat sekali kan para pencopet itu? Hanya demi sebuah hape, dia sanggup mencelakakan atau membunuh orang lain. Parahnya lagi, hasil copetan itu aku yakin pasti bukan untuk sekedar menyambung hidup atau membeli sepiring nasi. Sebab, jangan dikira model atau tampang pencopet itu adalah seorang bapak-bapak tua yang berpakaian lusuh atau cacat fisiknya sehingga dengan keadaannya itu sulit baginya untuk mendapatkan pekerjaan yang halal.

Aku jadi ingat, ketika pada suatu saat aku akan pergi ke Jakarta. Aku menunggu di Peron Jakarta yang saat itu sudah penuh dengan calon penumpang. Bangku besi untuk penumpang juga sudah penuh, sehingga aku berdiri sambil bersandar pada sebatang tiang. Sampai akhirnya datanglah kereta ekonomi menuju Jakarta. Aku mundur. Aku tidak naik karena aku menunggu kereta ekspres.

Calon Penumpang yang tadi memenuhi Peron Jakarta sudah lengang, hampir semua sudah naik ke kereta ekonomi ini. Akupun duduk di bangku stasiun yang sudah kosong. Kemudian terdengar peluit Petugas Stasiun, keretapun mulai bergerak perlahan sampai akhirnya mulai kencang. Tepat ketika kereta mulai kencang itu, tiba-tiba berlompatanlah tiga orang pemuda dari dalam kereta dan dari gerbong yang berlainan.

Tepat di depanku seorang pemuda yang lumayan cakep, putih, bersih dengan kaos, celana jeans dan sepatu sport melompat turun dari kereta yang mulai melaju kencang itu. Tangan kanannya menggenggam rantai berwarna putih. Diapun kemudian bergabung dengan dua pemuda lainnya yang tadi juga berlompatan dari gerbong yang berbeda.

Semula aku hanya bengong melihat pemandangan itu. Sepertinya separuh jiwaku sedang tidak bersamaku saat itu. Sama sekali belum ngeh dengan apa yang terjadi, sampai akhirnya tiga orang pemuda tadi berjalan lewat di depan tempat dudukku sambil bercanda dan tertawa-tawa. Santai sekali.

Ketika separuh jiwaku mulai bergabung denganku, saat itulah aku baru sadar kalau tiga orang pemuda tadi adalah para pencopet yang baru saja menjalankan aksinya. Aku mulai bertanya-tanya di dalam hatiku sendiri kenapa tiga orang pemuda tadi baru turun dari kereta justru pada saat kereta sudah mulai melaju kencang. Kalau memang mau turun, biasanya para pemuda atau anak-anak muda yang lain tuh, malah sudah pada melompat ketika kereta belum juga berhenti. Setelah kereta berhenti, baru orangtua, wanita dan anak-anak mulai turun. Kemudian para calon penumpang berebutan naik, dan keretapun jalan lagi.

Nah ini,…. Kenapa kebalikannya?! Kereta sudah mulai melaju kencang, baru berlompatan turun…., dengan tangan yang menggenggam rantai pula! Jawabannya adalah, karena mereka baru saja menjalankan aksinya mencopet atau menjambret di atas kereta tepat ketika kereta sudah mulai melaju. Sebab kalau kereta belum jalan dan mereka mulai mencopet atau menjambret, kalau ketahuan, mereka bisa dihajar penumpang sekereta dan satu stasiun. Sedang kalau kereta sudah mulai jalan begini, siapa pula yang akan melompat turun mengejar mereka? Dapat dipastikan tidak bakalan ada penumpang yang melompat turun untuk mengejar. Bahkan aku yang melihat pemandangan itu tepat di depan mataku saja telat bereaksi.

Tetapi seandainya aku tidak telat bereaksipun aku juga tidak tahu harus berbuat apa. Apa aku harus berteriak? Mereka bertiga, dan aku sendiri. Apa aku berani? Kondisi Peron Jakarta saat itu sepi karena penumpang baru pada naik kereta. Calon penumpang dari Peron Bogor dan orang-orang serta petugas yang lain, ada di seberang sana, terhalang kereta yang baru saja berangkat. Lapor ke Petugas Stasiun? Ya telat…, para pencopetnya sudah keburu pergi.

Mungkin aku hanya dapat urun saran pada siapapun juga yang setiap harinya ataupun yang hanya sekali-sekali berhubungan dengan KRL, khususnya yang ekonomi jurusan Jakarta-Bogor, Bogor-Jakarta…, (karena untuk kereta ekonomi, pintu kereta selalu dalam keadaan terbuka), supaya berhati-hati di setiap kereta akan berhenti atau akan jalan di setiap stasiun. Sebab biasanya tepat pada saat-saat itulah para Pencopet atau penjambret beraksi. Ini berlaku bagi semua penumpang yang kebetulan berada di dekat pintu maupun di tengah gerbong sebab gerakan mereka cepet sekali. Ini untuk berjaga-jaga supaya kita jangan sampai jadi korban. Rasanya menjengkelkan sekali dan sungguh menyesakkan dada….., percayalah. Karena aku juga sudah pernah mengalami bagaimana rasanya menjadi korban pencopet.

Bogor, 3 Desember 2010

(Merasa prihatin, kenapa pemuda cakep-cakep begitu harus menjadi Pencopet dan tidak punya hati?)