Kamis, 26 Juli 2018

Cerpen : Terbang Bersama Pelangi



Bekas hujan masih menyisakan titik-titik gerimis halus ketika aku dan Silva bergegas menuju parkiran selepas kelas English. Hawa dingin yang terbawa angin sesekali menyengat kulit dan membuatku sedikit menggigil. Langkah kamipun terkadang harus diselingi lompatan-lompatan kecil untuk menghindari beberapa genangan air.

Tiba-tiba Silva berhenti dan menarik lenganku, “Sebentar Mel, itu bagus sekali…. Jelas sekali!” Serunya sambil menunjuk ke sebuah arah.
“Kalau aku berdiri di sini, kelihatan sebagai backgroundku ga?” Katanya sambil berdiri membelakangi fenomena itu. Fenomena Alam yang memang sangat indah, yaitu pelangi.

Aku mengangguk tanpa suara, dan Silvapun memberikan hp-nya padaku minta difotoin beberapa angle foto yang memperlihatkan pelangi sebagai backgroundnya.
"Nggak jelas kalau pakai hp Sil...." Kataku sambil memperhatikan hasil foto.
“Nggak papa deh, asal kelihatan dikit aja sudah oke.... Sini, gantian kamu…” Katanya sambil mendorongku untuk bertukar posisi. Aku berdiri tanpa rasa. Sama sekali tidak antusias seperti Silva.
“Aduuuh, mukamu kenapa begini deh…, macam orang yang sudah tiga hari belum makan.” Komentar Silva ketika melihat hasil jepretan kamera hp-nya. Aku cuma mengangkat bahu.

Sampai di parkiran, kami berpisah dan menuju motor masing-masing. Silvapun tampak segera memakai jaket dan helmya, kemudian siap meluncur.
“Kamu duluan ya, aku mau duduk dulu sebentar di sini…” Kataku pada Silva yang berhenti di depanku. 
“Okeee…., sampai besok…..” Katanya sambil meluncur pergi.

Aku menghela nafas panjang sambil duduk di bangku di pinggir parkiran dan memandang pelangi di ujung cakarawala yang mulai memudar. Hatikupun seolah ikut meleleh melihatnya.

Biasanya fenomena alam yang indah akan membuat hati ikut menjadi indah, dan akan menciptakan suasana riang buat sekitarnya. Aura bahagia.
Sama. Dulupun aku juga begitu. Merasakan hati yang berbunga-bunga dan senang sekali ketika melihat pelangi. Seolah melihat tujuh bidadari cantik jelita sedang menari dan memainkan selendangnya yang berwarna-warni. Menebarkan aura kebahagiaan pada dunia.

Anganku melayang pada kejadian beberapa tahun lalu. Saat aku sedang memeriksa DM di IG ku. Ada satu chatt yang membuatku tertarik.
“Hallo kak, boleh kenalan dong…., kenalan aja, kakak nggak usah folback IG ku juga ga papa, sebab IG ku tidak ada fotonya. IG kakak kan bagus, foto-fotonya menarik dan selalu menjaga semangatku setiap kali aku merasa down.”

Sebelum menjawabnya, aku mencoba melihat profilnya. Memang benar tidak ada foto-foto di sana, hanya ada sebuah foto dengan gambar botol infus yang juga menjadi gambar foto profilnya. Tidak ada keterangan lebih di biodatanya kecuali tulisan : Terbang Bersama Pelangi.

Beda sekali dengan ratusan foto-foto di IG ku yang penuh dengan aktifitas petualanganku di alam bebas, termasuk mendaki gunung di sana-sini dan pemandangan yang indah-indah.
“Hallo, aku senang kenalan dengan siapa aja koq…, dan aku juga senang sekali kalau kamu suka foto-fotoku, terimakasih.” Jawabku.

Awalnya memang seperti itu, hanya chatt basa-basi saja. Tapi karena tiap kali aku posting foto dan story dia selalu koment, maka obrolan kamipun jadi semakin akrab dan panjang.

Namanya Bayu, dan ternyata kami seumuran. Dia kuliah di salah satu Universitas di kota yang sama denganku. Anak tunggal, suka banget sama kucing. Dia bilang hobby tambahannya adalah memelototi foto-foto IG ku, sebab dengan melihat foto-foto itu, dia merasa ikut dalam foto itu.
“Serius. Kalau melihat foto-fotomu, aku seolah habis transfusi darah berliter-liter, sehingga semangat dan energiku jadi 100% full. Macam hp habis dicharge tuh…” Katanya.

Saat itu juga aku jadi tahu kenapa dia hanya memposting satu foto gambar infus dalam IG nya.
“Rata-rata orang kan memposting aktifitasnya dalam IG toh? Begitu juga dengan aku. Itu adalah aktifitas rutinku, berteman dengan jarum dan infus dalam sepanjang hidupku.” Katanya.

Sedih mendengar ceritanya, sebab ternyata Bayu mengidap kelainan darah sejak kecil. Dalam periode tertentu darahnya mengental dengan sendirinya, sehingga harus diinfus obat pengencer darah. Setelah itu harus transfusi darah. Dulu katanya masih amat jarang, kadang tidak tiap tahun sekali, tapi sejak tiga tahun terakhir ini, periodiknya semakin sering dan semakin sering.
“Aku sih sudah langganan di RS ini, mungkin seluruh dokter dan perawat di sini kenal sama aku, soalnya aku usil. Pernah tuh malam-malam perawat yang jaga kugangguin pakai kain sprey yang putih itu, eeh masak ada yang lari ... hahaha….”

Satu saat, tiba-tiba dia menghilang beberapa hari…., tidak ada chatt atau komennya sama sekali dalam storyku. Kucoba DM tapi tidak dibalas, dibacapun tidak. Ada apa dengannya? Pikirku. Terus terang aku jadi kehilangan juga. Kami sudah seperti sahabat, saling curhat dan support, walaupun kami belum pernah bertemu muka.
“Aku boleh jenguk kamu?” Tanyaku suatu ketika.
“Eit, jangan…! Nggak usah…, nanti kamu malah takut setelah ketemu aku dan nggak mau berteman sama aku lagi.” Jawabnya.
“Emangnya aku anak kecil?” Balasku.
“Pokoknya jangan ya…., nanti kalau aku minder lihat kamu secara nyata dan malah hilang semangat hidupku gimana?!”
“Anjir, kenapa ngomongmu serem gitu sih?”
Itulah kenapa aku dan Bayu belum pernah bertemu muka. Dia tidak mau. Malu. Sebab katanya sekarang dia sudah pakai kursi roda karena tubuhnya terlalu lemah.  Makin tampak betapa cemennya dia dibanding aku, katanya waktu itu.

Lain waktu, ketika dia menghilang lagi, “Áku masuk lagi, sudah tiga hari….. Tapi kali ini aku ngerasa agak beda deh, sejak hari pertama masuk, badanku rasanya sakit semua, lemas sampai mau pegang tab aja nggak sanggup. Mana hawanya dingin, hujan terus sih… , tempatmu hujan juga ga?” Tiba-tiba chattnya muncul lagi.
“Iya, sama…., di sini juga hujan…” Jawabku.
“Kamu punya cerita apa tentang hujan? Kamu pasti sering main hujan ya?” Tanyanya.
“Aku iri sama kamu, sebab sejak kecil aku tidak boleh kena hujan sama mamaku. Kalau kena hujan, takutnya nanti flu, terus merembet ke mana-mana….” 

Metabolisme tubuhnya yang kacau telah membuat fisiknya menjadi amat rentan terhadap berbagai macam penyakit. Sedih sekali kan.
“Tapi aku suka lihat pelangi. Kata nenekku dulu, Tuhan akan memanggil orang-orang yang baik kembali padaNya dengan naik pelangi…” Katanya.
“Apa iya? Bukannya yang naik pelangi itu hanya bidadari?” Tanyaku.
“Justru ituuu…., kan sudah kubilang kalau orang-orang baik aja yang akan naik pelangi. Kalau orangnya jahat, mana mau bidadarinya bawa dia kan? Hehehe…..”

Kekanakan? Childish? Mungkin iya. Mungkin semua orang akan menganggapnya begitu. Tapi tahukah mereka betapa jenuhnya hidup dari hari ke hari yang tidak pernah jauh dari urusan RS dan Transfusi darah? Pernahkah merasakan tubuh yang tidak dapat melakukan aktifitas selayaknya manusia normal seumur hidupnya? Di saat pemuda seumurannya menggeber motornya dan berbalap ria di jalanan seperti Rossy, dia hanya termangu di atas ranjang RS dengan jarum infus di lengan. Atau seperti aku misalnya, yang sudah melompat dari satu gunung ke gunung lainnya? Pernahkah merasakan kesunyian hatinya? Kesepiannya? Sedihnya?

Tapi Bayu ikhlas menerima itu semua, dan untuk bertahan, hal yang dapat dilakukannya hanyalah bermimpi serta hidup dalam dongeng. Hanya mimpinya itulah yang membuatnya tetap hidup, dan aku tidak mau menjadi salah satu orang yang menghancurkan mimpinya. Tidak apa-apa kalau dia mau menjadikan aku mimpinya asal dia tetap mau menerima transfusi darah dan tinggal beberapa hari di RS sampai kondisinya agak membaik. Sebab, dia pernah bercerita kalau dia merasa sudah sangat capek dan tidak mau dibawa ke RS ketika saatnya transfusi tiba. Tetapi karena tiba-tiba aku posting fotoku yang sedang di puncak Mahameru, dia jadi ingin hidup lagi karena dia merasa sedang berada di puncak Semeru bersamaku.

Kali ini, untuk kesekian kalinya dia menghilang lagi. Jaraknya memang semakin mendekat. Ini hanya kurang dari seminggu yang lalu dia masuk RS. Tidak ada chatt lagi. Ada perasaan sesak di hatiku. Kesedihan yang berbeda yang aku tidak tahu kenapa.

Kuhubungi temanku seorang Dokter Muda yang sedang koas di RS itu. Kutanyakan padanya, apakah mungkin mencari seorang pasien yang sedang dirawat, tapi tidak tahu di ruangan apa, kamar apa, dan sebagainya yang berhubungan dengan itu.
“Emang temanmu sakit apa?” Tanyanya. 
Kuceritakan semua yang kutahu tentang Bayu padanya, dan dia bersedia menolong mencarikan data-datanya.

“Bay, aku habis kuliah nih, sekarang aku mau ke RS, aku mau lihat kamu. Bodo amat kamu marah apa tidak…” aku mengirim chatt ku via DM dan segera menyiapkan motorku yang tadi sempat terkena hujan di parkiran. Aku yakin Bayu menghilang ini karena dia masuk RS lagi. Terserahlah, nanti dia marah padaku atau bagaimana, itu urusan nanti. Yang penting aku sekarang ingin memberikan semangat padanya.

Ah, hujan lagi. Aku memandang ke langit yang menggayut kelabu ketika akan keluar dari parkiran. Sepertinya sudah tiga kali hujan reda hujan reda sejak pagi ini. Bahkan mentaripun tampaknya tidak diberi kesempatan untuk mengintip.

Ketika sejenak   hujan tampak agak mereda, rintik-rintik, aku langsung memakai jas hujan dan memacu motorku menuju RS. Biarin pakai jas hujan, daripada tiba-tiba di tengah perjalanan deras lagi, pikirku. 
Hujan yang deras seharian ini meninggalkan beberapa genangan yang agak dalam alias banjir, sehingga membuat jalanan menjadi lumayan macet karena motor-motor yang berusaha menghindari genangan banyak menghabiskan ruas jalan.

Sampai di perempatan dekat RS, kemacetannya benar-benar luar biasa. Mobil dan motor semrawut saling berebut jalan. Bunyi klakson bersahutan membuat suasana semakin kacau.

Tapi ajaib, hujan tiba-tiba berhenti, awan hitam menghilang dan sang surya mengintip malu-malu. Pelangipun bertengger dengan indahnya. Membuat suasana kacau balau menjadi segar. Macetpun tidak terasa menjengkelkan lagi. Aku tersenyum melihat pelangi itu. Masya Allah indahnya.

Setelah melakukan perjuangan dan doa, akhirnya aku berhasil keluar dari kemacetan dan segera masuk ke area parkir RS. Temanku Ady sang DM yang sedang koas sudah menungguku di dekat pintu masuk.
“Ayo, kuantar kamu ke ruangannya…” Katanya ketika aku sudah berdiri di depannya. Aku mengangguk.
“Jadi kalian tuh belum pernah ketemu sekalipun?” Tanyanya disela-sela langkah kami.
“Belum, bahkan wajahnya seperti apapun aku sama sekali tidak tahu… Kalau dia sih sudah tau aku dari IG ku…” Jawabku sambil membuka hp, siapa tahu Bayu membalas chattku tadi. Tapi tidak ada.

Langkah kami sepertinya menuju wilayah pavilion di samping RS. Baik juga temanku ini, mau mencarikan informasi di mana Bayu dirawat. Hehehe, makasih ya…, kapan-kapan kutraktir ngopi deh.

Kami berhenti di depan sebuah kamar nomer 5. Pintunya terbuka. Sepi. Aku mengetuk pintu dan mencoba melongok ke dalam.
Tiba-tiba keluarlah seorang pemuda berambut ikal dan berkacamata.
“Selamat siang…” Sapaku.
“Selamat siang, mbak Melly ya…., mari masuk mbak…” Katanya. Aku kaget dia tahu namaku. Sebegitu ngetopnyakah aku?
“Mas ini…??” Tanyaku.
Tiba-tiba Ady menepuk lenganku, “Mel, kutinggal dulu ya…. Masih ada yang harus kukerjakan…” Katanya sambil menganggukkan kepalanya ke pemuda di depan kami ini.
“Oke…, makasih banyak ya Dy….” Aku melambaikan tanganku mengiringi kepergian Ady.
“Maaf, jadi mas ini?”  Aku mengulang lagi pertanyaanku.
“Saya Iqbal mbak, saya sepupunya Bayu…” Jawabnya.
“Oh oke,  jadi ini bener kamar Bayu kan, sekarang di mana dia?” Tanyaku berusaha melongok ke dalam kamar.

 Aku melihat berkeliling. Sebuah ranjang   kosong, seperangkat kursi tamu, di mejanya ada sebuah tab yang masih menyala, dan ada kursi roda di ujung kamar.
“Mbak Melly duduk dulu deh…, pasti macet ya tadi di jalan?” Katanya. Aku mengangguk sambil tersenyum.
“Trimakasih.” Akupun duduk di salah satu kursi tamu itu.
“Kaget koq saya tahu mbak Melly?” Tanya Iqbal dengan wajah yang susah diceritakan. Berubah dari yang tadi penuh senyum, menjadi amburadul.

“Sebetulnya, dua minggu terakhir ini Bayu tidak pernah meninggalkan RS mbak, dan saya hampir tiap malam menemaninya dengan mamanya di sini.” Iqbal mulai bercerita tanpa kuminta.
“Saya juga tahu apa saja yang dilakukannya untuk membunuh rasa jenuhnya selama ini, termasuk chatt-chattnya dengan mbak Melly.”
“Kami sekeluarga juga merasa berterima kasih pada mbak Melly yang selama ini sudah mau jadi teman Bayu. Mbak benar-benar inspirasi buatnya…”
“Saya juga senang koq jadi temannya Bayu, tapi sekarang ini dia lagi ke mana?” Jawabku. Perasaanku mulai nggak enak nih.

Iqbal menunduk sejenak sambil menarik nafas dalam-dalam.  Tangannya meremas rambutnya sendiri. “Bayu sudah pergi mbak. Baru saja. Tuhan memanggilnya kira-kira setengah jam yang lalu. Dia masih di ruang intensive sekarang. Saya tadi sedang membuka IG nya, ingin memberitahu mbak Melly ketika mbak Melly tiba-tiba mengetuk pintu….” Katanya dengan wajah memerah yang tiba-tiba sudah penuh air mata. Tampak sekali Iqbal berusaha menahan supaya tidak tersedu.    Hanya air mata yang begitu deras yang menggambarkan isi hatinya.
"Perjalanan Bayu sudah sampai mbak, dia sudah terlalu lelah selama ini...., kasihan dia. Walaupun berusaha bertahan, tapi dia sudah tidak kuat lagi... Mungkin ini yang terbaik untuknya. Tuhanpun mungkin sudah tidak tega melihat penderitaannya, jadi segera memanggilnya pulang." Kata-kata Iqbal yang beruntun menunjukkan betapa dia merasakan kesedihan yang amat sangat.

Kusenderkan tubuhku yang tiba-tiba lemas seolah tak bertulang, dan kupejamkan mataku, menahan tetes air yang tiba-tiba mendesak ingin keluar. Dadaku sesak. Jantungku berpacu cepat. Aku terlambat.

Setengah jam yang lalu itu adalah ketika aku sedang terjebak kemacetan di perempatan tadi, ketika tiba-tiba sang surya mengintip malu-malu dan meninggalkan jembatan bidadari ke surga. Pelangi yang tadi membuatku tersenyum dan menghapuskan kejengkelan hatiku karena terhadang macet.

Ah…., rupanya saat itulah Bayu pergi menghadapNya, dan ternyata Tuhan benar-benar mengirimkan bidadari untuk menjemputnya dengan pelangi. Berarti kamu memang orang baik Bay….., isakku tak tertahan lagi. Selamat jalan sahabatku…. Tuhanpun seolah mengabulkan permintaanmu yang tidak ingin aku menemuimu, sehingga memanggilmu segera untuk menghadapNya sebelum aku tiba.

Angin dingin kembali menyapu kulit, dan tetes air di ujung hidung membunyarkan lamunanku. 

Saat ini, pelangi di ujung mataku sudah semakin memudar. Selendang-selendang bidadari sudah tak nampak lagi, menyisakan butiran-butiran halus yang semakin membias. Pelangi kali ini sudah pergi, tapi ceritaku tentang pelangi bertambah satu, tidak hanya tentang tujuh bidadari saja, tetapi ada juga tentang Bayu di dalamnya. Tentang orang baik yang telah terbang bersama pelangi. 

Entah darimana tiba-tiba terdengar suara Monita Tahaela menyenandungkan kidung indah :
                       Kaupun tak lagi kembali
                       Sebuah janji terbentang di langit biru
                       Janji yang datang bersama pelangi
                       Angan-angan pilupun perlahan-lahan menghilang
                       Dan kabut sendupun berganti rindu
                       Sejak saat itu langit senja
                       Tak lagi sama...

Bersama pelangi juga akan selalu teriring doaku untukmu sahabat, semoga kau tenang dan bahagia di sisiNya.


                                                   Selesai


*** Cerpen ini untuk tugas kuliah Kakak
Bikinnya buru-buru, biar diedit sendiri sama dia.