Jumat, 23 November 2012

Antara Kasihan dan Takut




Waktu aku harus menemui seseorang di Lebak Bulus, aku kan naik kereta dulu ke Depok, setelah itu baru naik Deborah menuju Lebak Bulus. Bis kecil itu masih kosong waktu aku naik, sampai aku bingung sendiri mau milih duduk di mana. (Biasa, manusia nggak ada puasnya. Bis penuh bingung cari kursi kosong, giliran bis kosong bingung milih mau duduk di mana). Akhirnya aku milih duduk di dekat pintu  depan supaya keluarnya nanti nggak susah, pikirku.

Ketika bis sudah dalam kondisi 90% penuh, bispun mulai berjalan keluar terminal. Tiba-tiba ada seorang anak laki-laki tanggung yang (tampaknya, karena aku nggak menengok) masuk dari pintu belakang.
“Permisi bapak sopir, selamat siang. Selamat siang juga pada para penumpang deh…. Saya ditugaskan oleh Allah…., dst… dst… “ aku nggak nyimak lagi.
Tapi begitu botol plastic bekas air mineral yang diisi beras itu mulai digoyang, aku menoleh. Habis, bunyinya berisik sih, bukan berirama gitu. Jadi, aku yang nggak ngerti music ini makin risih aja mendengarnya.
“Permisi deh,…  bapak ibu sekalian deh…, saya anak tidak punya dan cacat ingin mencari nafkah deh…. Allah juga sayang, Allah juga bapak, Allah juga saudara, Allah juga…. (entah apa lagi, aku lupa).  Hanya orang kaya yang sombong deh, yang  pelit deh…. Nanti mati juga tidak dibawa hartanya deh….” Wadoooh……, kalimatnya dalam lagu buatannya sendiri itu bener-bener nggak nyambung blas dan nggak enak di dengar banget deh. Meletakkan kata ’deh’nya sungguh maksa banget.

Eh, setelah nyanyi yang nggak karuan itu, rupa-rupanya dia juga ingin berceramah yang lagi-lagi kalimatnya nggak jelas dan nggak nyambung sama sekali. Apalagi waktu dia sempat menyinggung kata-kata ‘cacat’ lagi dalam kalimatnya. Kutengok, ternyata tangan kanannya memang agak mengecil dibanding yang kiri, dan ada bekas luka yang belum kering benar di situ.

Sebetulnya kejadian hari itu tidak terlalu membekas di kepalaku bila hal ini tidak terulang lagi keesokan harinya di atas kendaraan yang berbeda. Aku sampai kaget dan spontan menengok ke belakang ketika aku yang duduk di depan (aku naik angkot dari Tanjung Barat ke arah Kampung Rambutan), mendengar kalimat awal yang sama, “Selamat siang bapak sopir. Selamat Siang juga pada para penumpang deh……”

Ternyata memang anak yang sama dengan yang kemarin di atas bis jurusan Lebak Bulus. Lagunya juga sama dengan yang kemarin. Pakaian yang dipakainya juga masih sama seperti yang kemarin.

Ketika aku turun dari angkot danmenyebrang jalan melewati semacam taman, tiba-tiba kudengar suara anak itu di belakangku.
“Orang-orang kaya memang pelit deh. Uang kan nggak dibawa mati deh…., dst……dst….” katanya. Entah ngomong dengan siapa atau ngomong sendiri aku tidak berani menengok ke belakang. Takut. Aku mempercepat langkahku supaya segera keluar dari taman  dan sampai di seberang. Siapa yang tahu isi hati anak-anak seperti ini, yang kalau dilihat dari wajahnya  kurasa ada sedikit tanda-tanda agak kurang waras…. Atau low IQ? Down Sindrom? Pokoknya campur-campur deh…..

Sebetulnya aku kasihan pada anak-anak seperti ini, yang pasti berusaha sendiri untuk mencari uang tanpa bimbingan. Mungkin kalau sesama pengamen atau anak jalanan yang lain ada mengajarinya membuat lagu yang agak sedikit lebih bagus liriknya, pasti yang mendengarnya juga nggak sebel-sebel amat. Tapi aku juga agak takut, karena anak-anak yang seperti ini tiba-tiba saja dapat berubah jadi anarkhis kalau lagi marah. Gimana dong…. (tapiiiiiii….., untuk catatan nih, bila saja aku memang berada dalam posisi ‘harus’ berinteraksi langsung dengan anak-anak semacam ini, aku yakin kalau aku dapat membuang rasa takutku pada mereka dan dapat lebih daripada sekedar ber-empathi saja ….)


Bogor, 24 November 2012
Hujan deressss