Waktu aku harus menemui seseorang
di Lebak Bulus, aku kan naik kereta dulu ke Depok, setelah itu baru naik
Deborah menuju Lebak Bulus. Bis kecil itu masih kosong waktu aku naik, sampai
aku bingung sendiri mau milih duduk di mana. (Biasa, manusia nggak ada puasnya.
Bis penuh bingung cari kursi kosong, giliran bis kosong bingung milih mau duduk
di mana). Akhirnya aku milih duduk di dekat pintu depan supaya keluarnya nanti nggak susah,
pikirku.
Ketika bis sudah dalam kondisi
90% penuh, bispun mulai berjalan keluar terminal. Tiba-tiba ada seorang anak
laki-laki tanggung yang (tampaknya, karena aku nggak menengok) masuk dari pintu
belakang.
“Permisi bapak sopir, selamat
siang. Selamat siang juga pada para penumpang deh…. Saya ditugaskan oleh Allah….,
dst… dst… “ aku nggak nyimak lagi.
Tapi begitu botol plastic bekas
air mineral yang diisi beras itu mulai digoyang, aku menoleh. Habis, bunyinya
berisik sih, bukan berirama gitu. Jadi, aku yang nggak ngerti music ini makin
risih aja mendengarnya.
“Permisi deh,… bapak ibu sekalian deh…, saya anak tidak
punya dan cacat ingin mencari nafkah deh…. Allah juga sayang, Allah juga bapak,
Allah juga saudara, Allah juga…. (entah apa lagi, aku lupa). Hanya orang kaya yang sombong deh, yang pelit deh…. Nanti mati juga tidak dibawa
hartanya deh….” Wadoooh……, kalimatnya dalam lagu buatannya sendiri itu
bener-bener nggak nyambung blas dan nggak enak di dengar banget deh. Meletakkan
kata ’deh’nya sungguh maksa banget.
Eh, setelah nyanyi yang nggak
karuan itu, rupa-rupanya dia juga ingin berceramah yang lagi-lagi kalimatnya
nggak jelas dan nggak nyambung sama sekali. Apalagi waktu dia sempat
menyinggung kata-kata ‘cacat’ lagi dalam kalimatnya. Kutengok, ternyata tangan
kanannya memang agak mengecil dibanding yang kiri, dan ada bekas luka yang
belum kering benar di situ.
Sebetulnya kejadian hari itu
tidak terlalu membekas di kepalaku bila hal ini tidak terulang lagi keesokan
harinya di atas kendaraan yang berbeda. Aku sampai kaget dan spontan menengok
ke belakang ketika aku yang duduk di depan (aku naik angkot dari Tanjung Barat ke
arah Kampung Rambutan), mendengar kalimat awal yang sama, “Selamat siang bapak
sopir. Selamat Siang juga pada para penumpang deh……”
Ternyata memang anak yang sama
dengan yang kemarin di atas bis jurusan Lebak Bulus. Lagunya juga sama dengan
yang kemarin. Pakaian yang dipakainya juga masih sama seperti yang kemarin.
Ketika aku turun dari angkot
danmenyebrang jalan melewati semacam taman, tiba-tiba kudengar suara anak itu
di belakangku.
“Orang-orang kaya memang pelit
deh. Uang kan nggak dibawa mati deh…., dst……dst….” katanya. Entah ngomong
dengan siapa atau ngomong sendiri aku tidak berani menengok ke belakang. Takut.
Aku mempercepat langkahku supaya segera keluar dari taman dan sampai di seberang. Siapa yang tahu isi
hati anak-anak seperti ini, yang kalau dilihat dari wajahnya kurasa ada sedikit tanda-tanda agak kurang
waras…. Atau low IQ? Down Sindrom? Pokoknya campur-campur deh…..
Sebetulnya aku kasihan pada
anak-anak seperti ini, yang pasti berusaha sendiri untuk mencari uang tanpa
bimbingan. Mungkin kalau sesama pengamen atau anak jalanan yang lain ada
mengajarinya membuat lagu yang agak sedikit lebih bagus liriknya, pasti yang
mendengarnya juga nggak sebel-sebel amat. Tapi aku juga agak takut, karena
anak-anak yang seperti ini tiba-tiba saja dapat berubah jadi anarkhis kalau
lagi marah. Gimana dong…. (tapiiiiiii….., untuk catatan nih, bila saja aku
memang berada dalam posisi ‘harus’ berinteraksi langsung dengan anak-anak
semacam ini, aku yakin kalau aku dapat membuang rasa takutku pada mereka dan
dapat lebih daripada sekedar ber-empathi saja ….)
Bogor, 24
November 2012
Hujan deressss