Tadi pagi begitu buka FB,
diingatkan sama FB tentang kenanganku 4
tahun yang lalu, yaitu statusku yang
berbunyi : Aku tadi wawancara
atau interogasi ya? (ampun deh job yang satu ini…, huft…!!).
Penasaran job apa yang kukerjakan
4 tahun lalu, tulisan itupun kuklik. Kubaca komen-komen yang ada di situ yang
beberapa diantaranya adalah teman satu kantor di Nielsen.
Nama jobnya DAMITA. Nama yang
cantik ya?
Huehehe…, nama job boleh cantik,
tapi ngerjainnya setengah mati. Sumprit ini benar-benar job yang ajrut-ajrutan
susahnya. Susah di sini adalah dalam artian mencari responden yang harus
diwawancara.
Kesulitan utama adalah melihat tebalnya
kuesioner dan metode yang harus dipakai. Metodenya adalah, kita wawancara
langsung dengan responden, dan selanjutnya responden ditinggalin kuesioner
untuk diisi sendiri, dan interviewer akan kembali mengambil kuesioner itu
beberapa hari lagi.
Beberapa obrolan teman sekantor
di statusku itu mengembalikan lagi ingatan saat-saat ngerjain jobnya.
“Lama sekali ya? Semalam aku juga
sudah coba buka studynya, tapi sudah setengah jam masih belum dapat 25%. Gimana
nanti kalau witness? Bisa-bisa respondennya kabur.” kata Asri.
“Biar responden gak kabur, kasih
kuaci, biar gak terasa lama.” jawab Nina.
“Sumpah Nin, lama banget…” kata
Asri.
“Iya, mbak Ratih juga sudah
cerita..” jawab Nina.
“Gileeee…, 3,5 jam… (memang
sambil ditinggal bikin susu dan pipis,… tapi 3,5 jam?????), mati aja kalau sama
orang yang gak kenal…” kataku.
Selanjutnya Nina bilang, kalau
itu memang kebangetan, sebab katanya, peraturan kantor tuh wawancara paling
lama cuma boleh maksimal 1,5 jam. (itu
juga yang diwawancara sudah memble ngejawabnya)
“Hadeeeeehh…, Gak kira-kira yang
bikin studynya.” kata Asri.
“Kalau 1,5 jam itu belum dapat
separohnya Nin… (pas briefing aku juga sudah bilang sama Tuan Takur ***sebetulnya
nama SPV-nya itu Kurniawan, tapi banyak yang panggil Tuan Takur*** , kalau pas
wawancara ini aku harus nginep di rumah responden)
habis brieffing
Kemudian Asri nanya aku dapat PSU
mana? PSU singkatan apa aku lupa, tapi itu adalah sebutan untuk wilayah
wawancara, misalnya Kelurahan A Kecamatan A, Jakarta Pusat, Barat, Utara,
Selatan, atau Timur.
Kubilang aku dapat Booster, tapi
dengan minimum income 42 jeti per bulan. Booster itu calon respondennya boleh
masuk wilayah (kali ini: Jakarta) mana aja, dengan beberapa syarat khusus,
misalnya kali ini dengan income minimum 42 jeti itu.
Untuk yang bukan booster seperti tugas
Asri, mungkin income nggak harus minimum puluhan jeti seperti tugasku, tapi
tetap berlaku berbagai syarat khusus sebagai calon responden. Lumayan banyak
larangan untuk calon responden, untuk job ini misalnya tidak boleh punya warung
kelontong, tidak boleh kerja di perusahaan pesaing, tidak boleh ini tidak boleh
itu, wiiiuuhhhh…… Belum lagi wilayah sudah ditentukan harus di mana. Belum lagi
calon responden menolak diwawancara karena melihat tebalnya daftar pertanyaan
yang akan diajukan.
Tugasku yang booster, calon
responden boleh di wilayah Jakarta manapun asal minimum incomenya 42 jeti,
dengan ketentuan syarat sebagai calon responden sama dengan yang bukan booster,
karena ini standard wawancara. Kesulitannya hanya soal waktu, karena orang
dengan minimum income puluhan jeti itu kan bukan orang dengan banyak waktu
menganggur. Mau nggak dia ditanya macam-macam yang nggak ada untungnya (secara
langsung) sama sekali buat dia.
Saat itu, fee yang kudapat per
responden kalau nggak salah ingat sekitar 300 ribu rupiah. Lumayan sih kalau bisa
dapat banyak. Tapi aku hanya mengambil 5 target saja, sebab aku nggak yakin
apakah beberapa orang kenalanku (yang memenuhi syarat sebagai responden) mau
diminta waktunya untuk wawancara buanyak pertanyaan yang amat sangat detail. Seperti
misalnya apa merk pasta giginya, belinya di mana, belinya berapa kali sebulan,
kalau merk itu nggak ada apa mau beralih ke merk lain, kalau iya, merknya apa, dan
lain-lainnnn pertanyaan lagi yang tebal halaman kuesionernya sekitar 3cm.
Setelah 5 wawancara kulakukan dan
kulaporkan, eeeh….., ternyata dikasih bonus, disuruh cari satu lagi, diwitnes.
Diwitnes itu adalah melakukan wawancaranya dengan didampingi (diawasi) orang
dari kantor atau klien. Bisa SPV, TA, Koordinator, Siapun orang kantor dengan
jabatan apapun, Klien yang menyewa kita, atau QC. (yang paling akhir itu adalah Quality
Qontrol yang lebih banyak cari kesalahan kita kalau wawancara, supaya dia dapat
dengan mudah mendepak kita keluar ***baca:dipecat*** itu menurutku lho…..,
walaupun ada juga sih QC yang ‘agak’ baik).
Tadinya aku menolak karena sudah
nggak ada stock lagi buat diwawancara (males menghubungi teman-temanku lagi, wawancaranya lama), tapi katanya calon
responden sudah ada, temannya mbak Winarti yang saat itu masih jadi TA, asistennya
SPV.
Yaa…, kalau calon respondennya
sudah ada begitu, aku sih mau aja…., okelah kalau begitu. Jadi, aku ditemani
mbak Winarti ke rumah temannya yang tinggal di Jakarta Timur. Teman mbak
Winarti ini pengusaha Rumah Makan di daerah Cikini, kalau nggak salah ingat.
Maklum sudah 4 tahun berlalu. Tapi waktu ambil kuesioner yang ditinggal di
responden, aku pergi sendiri ke sana. Untung orangnya baik, walaupun beberapa pertanyaan
masih banyak yang kosong, jadi sambil kutunggui mengisinya, hehehe…
sedang brieffing
Kalau lihat fee nya yang lumayan,
mungkin interviewer yang lain akan ambil kesempatan sebanyak-banyaknya buat
ngerjain booster. Mungkin dengan sedikit probbing dan modifikasi di sana-sini, nggak
perlu ambil job yang lain bulan itu, konsen di satu job ini aja…. Tapiiiiii,
aku lebih males mikir ke belakangnya kalau misalnya sampai kena QC yang ribet.
Contoh kalau misalnya kena QC dan
akhirnya dikeluarkan alias dipecat adalah begini, ini aku pernah dengar cerita
dari salah seorang yang dikeluarkan karena kena QC.
Ketika kita akan melakukan
wawancara, pertama kali kita harus menunjukkan ID Card. Kemudian kita memegang
kuesioner di depan responden, responden tidak boleh melihat isi kuesioner, tapi
responden kita kasih sebuah buku pedoman jawaban yang disebut Show Card. Di
dalam Show Card ini ada jawaban-jawaban yang harus dipilih oleh responden.
Misalnya, kita tanya pertanyaan nomer
5 di kuesioner kita, dimana bapak/ibu bekerja? Maka di ShowCard yang dipegang
responden itu ada jawaban nomer 5: a. PNS, b. ABRI, c.Karyawan Swasta, d.Dll.
Ketika responden menjawab: c.
Karyawan Swasta.
Kita harus tanya: Karyawan Swasta
di Perusahaan apa?
Kalau misalnya responden
menjawab: Di Johnson& Johnson.
Misalnya padahal saat itu kita
sedang wawancara untuk perusahaan Uinilever, ya wawancara tidak boleh dilanjut karena
calon responden ternyata bekerja di perusaan pesaing. Kalau tetap dilanjut juga
dan ketika QC mengkonfirmasi (biasanya via telepon) hal itu tetap dilakukan,
biasanya kuesioner akan diturunkan dan interviewer dapat peringatan.
Yang parah dan bakalan
dikeluarkan adalah pada saat wawancara, kita tidak memberikan ShowCard pada
responden. Ini fatal. Alasannya apa aku juga tidak tahu. Yang jelas, banyak
interviewer dikeluarkan karena ketahuan tidak menunjukkan Show Card pada
responden.
Padahal ada kejadian juga,
sebetulnya bukan salah interviewer waktu responden ditanya QC, apakah
ditunjukkan Show Card dan responden bilang tidak. Ternyata kata interviewernya,
waktu wawancara itu berlangsung memang suasana agak ramai (wawancara di toko),
dan responden melayani wawancara sambil melayani pembeli. Jadi responden tidak
ingat bahwa interviewer pernah menyerahkan Show Card padanya. Tapi tetap yang
seperti ini tidak ditolerir oleh QC. (Biasanya interviewer baru yang agak
memaksa wawancara dengan kondisi responden sibuk seperti itu karena takut tidak
dapat responden lagi).
Okelah. Kembali pada job DAMITA
ku tadi. Waktu itu aku memang hanya mengerjakan 6 saja, sebab aku juga harus
membagi waktu dengan job-job yang lain yang juga mendesak waktunya, hehehe…
Oh ya, setiap selesai wawancara,
biasanya kita selalu memebrikan sekedar souvenir kepada responden yang sudah
kita wawancara sebagai ucapan terimakasih. Walaupun menurutku nilainya tidak
berimbang dengan waktu yang sudah diberikan ke kita.
Macam dan jenis souvenir
beda-beda, sesuai jenis job dan besarnya kontrak sepertinya, hehehe… Aku pernah
memberikan souvenir berupa Voucher Belanja, Jam Meja, Payung, termos, Mug, Tas,
dll. (yang paling sering sih Mug dan tas Nielsen)
Malang, 23 Januari 2017
***edisi kangen masa-masa lalu