Kamis, 12 Juni 2014

Ketergantungan Is Not Good




Beberapa waktu yang lalu, sudah agak lama sih, aku pernah membaca berita dari negeri seberang sono tentang seseorang yang bermaksud ‘puasa’ dari internet selama satu tahun.

Waktu aku baca itu, aku sempat tersenyum dan ngomong sendiri (dalam hati), “Apa hebatnya nggak berhubungan dengan internet selama satu tahun?”

Hhhhffftttt…….
Ternyata, selama beberapa waktu (mungkin sebulan lebih) aku tidak dapat mengakses internet dengan leluasa karena hanya berteman HP yang koneksi internetnya kadang oke kadang ogah sehingga nunggu loadingnya saja sampai ketiduran, saat itulah aku baru merasa kalau keinginan seseorang dari sono yang berniat puasa internet selama satu tahun itu sangat berharga.

Iya, bener!! Aku sudah merasakan sendiri kesengsaraan dan ketakbergunaan diri ketika tidak terhubung dengan internet. Aku merasa menjadi orang paling oon se dunia karena otakku zero informasi. Lebih dari sekedar perasaan seekor katak dalam tempurung. Aku merasa berada dalam tempurung yang ditimbun galian tanah setinggi gunung atau dibuang keluar angkasa. ***bait lebay.com.

Ini bukan sekedar berhubungan dengan orang lain dalam artian komunikasi atau chatting ya….., sebab kalau sekedar komunikasi dengan orang lain sih aku merasa sudah cukup mendapatkannya. Aku juga tidak terlalu suka chatting/ngobrol terlalu lama yang nggak kelihatan orangnya bila tidak ada topic yang jelas.  Aku lebih suka ngobrol langsung dengan manusia hidup yang bisa-bisa kulakukan seharian…. (perumpi nyata bukan perumpi maya, hehehe….)

Tidak punya koneksi internet, tidak punya computer/laptop untuk menuangkan isi kepala, sungguh benar-benar membuatku seperti layangan putus. Kreatifitas dan produktifitas serasa mandeg. Bahkan sekedar mengeluarkan isi kepala menjadi sebait dua bait tulisan saja tidak bisa. Menggoreskan pensil di atas kertas saja tidak berbentuk. Akhirnya banyak moment-moment bagus yang terpaksa harus lepas dari genggamanku. Tidak sempat terekam baik dalam tulisan ataupun goresan. Fayaaahhhh!!!!

Padahal dulu nih, duluuuu……., waktu belum melek computer dan internet tuh aku bisa saja menulis di kertas pakai pulpen (atau pakai mesin tik manual), mengeluarkan isi kepala dengan lancar jaya walaupun harus menghabiskan berlembar-lembar kertas coretan dulu sebelum jadi bacaan yang bisa dibaca manusia.

Kenapa sekarang aku jadi begini? Sifat super malasku yang menjadi dasar atau karena ketergantungan yang parah pada benda-benda ini ya?!

Kalau jawabannya karena sifat super malasku, wah… itu sih sudah bawaan orok, nggak bisa diganggu gugat dan diperdebatkan lagi. Urusan cukup hanya sampai di sini, titik, tutup.

Tapi kalau jawabannya karena ketergantungan pada benda-benda ini….., wah, ini sih is not good dong…. Harus dicari solusinya. Harus up grade otak dan hati supaya kembali stabil.

(Apakah kisah seseorang dari sono yang kutulis di awal tadi juga termasuk upaya dirinya untuk meng-up grade dirinya sendiri ya?! Jadi kepikiran nih….)

Tapi, ketergantungan yang kurasakan ini memang tercipta karena situasi dan kondisi lingkungan terkini lho. Contohnya nih, kalau aku mendapat pesanan design leaflet nih, kalau semua harus kukerjakan secara manual kan pasti akan memakan waktu yang cukup lama, karena harus menggambar satu demi satu, lembar per lembar, menulisinya,  mewarnai satu demi satu dan seterusnya.

Dengan adanya computer, aku cukup menggambar manual beberapa saja dan tinggal sunting sana sunting sini, tempel sana tempel sini, mewarnaipun nggak perlu beli cat air tapi tinggal pencet tombol, sehingga dalam waktu relative singkatpun dapat menyelesaikan beberapa design, sehingga deadline dari pemesan dapat terpenuhi.

Terus, aku harus bagaimana dong?
Ada yang mau ngajak aku jalan-jalan untuk me-refungsikan lagi ‘aku’?

Surabaya, 13 Juni 2014
(hehehe…., kalimat penutupannya gak jelas ya?!)