Beberapa waktu yang lalu, sudah
agak lama sih, aku pernah membaca berita dari negeri seberang sono tentang
seseorang yang bermaksud ‘puasa’ dari internet selama satu tahun.
Waktu aku baca itu, aku sempat
tersenyum dan ngomong sendiri (dalam hati), “Apa hebatnya nggak berhubungan
dengan internet selama satu tahun?”
Hhhhffftttt…….
Ternyata, selama beberapa waktu
(mungkin sebulan lebih) aku tidak dapat mengakses internet dengan leluasa
karena hanya berteman HP yang koneksi internetnya kadang oke kadang ogah
sehingga nunggu loadingnya saja sampai ketiduran, saat itulah aku baru merasa
kalau keinginan seseorang dari sono yang berniat puasa internet selama satu
tahun itu sangat berharga.
Iya, bener!! Aku sudah merasakan
sendiri kesengsaraan dan ketakbergunaan diri ketika tidak terhubung dengan
internet. Aku merasa menjadi orang paling oon se dunia karena otakku zero
informasi. Lebih dari sekedar perasaan seekor katak dalam tempurung. Aku merasa
berada dalam tempurung yang ditimbun galian tanah setinggi gunung atau dibuang
keluar angkasa. ***bait lebay.com.
Ini bukan sekedar berhubungan
dengan orang lain dalam artian komunikasi atau chatting ya….., sebab kalau
sekedar komunikasi dengan orang lain sih aku merasa sudah cukup mendapatkannya.
Aku juga tidak terlalu suka chatting/ngobrol terlalu lama yang nggak kelihatan
orangnya bila tidak ada topic yang jelas. Aku lebih suka ngobrol langsung dengan manusia
hidup yang bisa-bisa kulakukan seharian…. (perumpi nyata bukan perumpi maya,
hehehe….)
Tidak punya koneksi internet,
tidak punya computer/laptop untuk menuangkan isi kepala, sungguh benar-benar
membuatku seperti layangan putus. Kreatifitas dan produktifitas serasa mandeg.
Bahkan sekedar mengeluarkan isi kepala menjadi sebait dua bait tulisan saja
tidak bisa. Menggoreskan pensil di atas kertas saja tidak berbentuk. Akhirnya banyak moment-moment bagus yang terpaksa harus lepas dari genggamanku. Tidak sempat terekam baik dalam tulisan ataupun goresan. Fayaaahhhh!!!!
Padahal dulu nih, duluuuu…….,
waktu belum melek computer dan internet tuh aku bisa saja menulis di kertas
pakai pulpen (atau pakai mesin tik manual), mengeluarkan isi kepala dengan lancar
jaya walaupun harus menghabiskan berlembar-lembar kertas coretan dulu sebelum
jadi bacaan yang bisa dibaca manusia.
Kenapa sekarang aku jadi begini?
Sifat super malasku yang menjadi dasar atau karena ketergantungan yang parah
pada benda-benda ini ya?!
Kalau jawabannya karena sifat
super malasku, wah… itu sih sudah bawaan orok, nggak bisa diganggu gugat dan
diperdebatkan lagi. Urusan cukup hanya sampai di sini, titik, tutup.
Tapi kalau jawabannya karena
ketergantungan pada benda-benda ini….., wah, ini sih is not good dong…. Harus
dicari solusinya. Harus up grade otak dan hati supaya kembali stabil.
(Apakah kisah seseorang dari sono
yang kutulis di awal tadi juga termasuk upaya dirinya untuk meng-up grade
dirinya sendiri ya?! Jadi kepikiran nih….)
Tapi, ketergantungan yang
kurasakan ini memang tercipta karena situasi dan kondisi lingkungan terkini
lho. Contohnya nih, kalau aku mendapat pesanan design leaflet nih, kalau semua
harus kukerjakan secara manual kan pasti akan memakan waktu yang cukup lama,
karena harus menggambar satu demi satu, lembar per lembar, menulisinya, mewarnai satu demi satu dan seterusnya.
Dengan adanya computer, aku cukup
menggambar manual beberapa saja dan tinggal sunting sana sunting sini, tempel sana
tempel sini, mewarnaipun nggak perlu beli cat air tapi tinggal pencet tombol, sehingga
dalam waktu relative singkatpun dapat menyelesaikan beberapa design, sehingga
deadline dari pemesan dapat terpenuhi.
Terus, aku harus bagaimana dong?
Ada yang mau ngajak aku
jalan-jalan untuk me-refungsikan lagi ‘aku’?
Surabaya, 13 Juni
2014
(hehehe…., kalimat penutupannya
gak jelas ya?!)