Sebagai seorang wanita, bersikap
lemah lembut dan gerak-gerik terjaga tentu indah dan sedap dipandang mata.
Apalagi bila hal itu untuk melayani suami dan menghadapi anak-anaknya. Suami
tentu akan semakin gemas dan sayang bila istrinya gemulai dan selembut penari.
Anak-anak juga pasti akan adem hatinya bila melihat ibunya yang selalu lembut
dan santun di setiap gerakannya.
Tetapi menurutku nih…, semua
kegemulaian dan kelembutan itu sebaiknya hanya diungkapkan di rumah atau di
lingkungan terbatas saja. Kalau sudah di luar rumah dan berbaur dengan
masyarakat luas…, sebaiknya bersikap cekatanlah, jangan terlalu lemah-lembut
dan gemulai. Sebab itu malah akan merugikan diri sendiri. Apalagi
bila ke mana-mana harus menggunakan kendaraan umum seperti aku ini, hidup di
luar itu keras.
Tadi aku berkesempatan pulang
lebih awal alias siang karena ke kantor hanya menyerahkan laporan saja. Biasanya
kan malam hari baru sampai rumah. Jadi aku menunggu kereta ekonomi yang menurut
perkiraanku pasti masih kosong, maklum baru setengah dua belas siang.
Ternyata dugaanku tepat, masih
banyak bangku kosong ketika aku naik ke dalam gerbong kereta. Akupun duduk
dengan santai dan perasan berbunga-bunga… (hehehe… ini efek karena jarang dapat
tempat duduk kalau pulang kerja).
Setelah duduk, aku melihat
seorang wanita yang memakai baju panjang dan kerudung panjang yang berjalan
santai menggandeng anak perempuan ke arah pintu. Gerakannya sungguh
lemah-lembut ketika melangkah. Tiba-tiba saja bapak-bapak yang duduk di
sebelahku berteriak, “Ibu cepetan kalau mau turun…., yaah… si ibu mah…, lelet
amat sih jadi orang…. Tuh kan…!!” katanya.
Aku baru ngeh kalau ibu dan
anaknya itu mau turun dari kereta. Ya ampun….., pantas saja si bapak yang duduk
di sebelahku itu gemas campur jengkel melihatnya, gerakan si ibu memang lelet
banget, terlalu menjaga tindakan, padahal harap diketahui, KRL ini setiap
berhenti di stasiun untuk menaik turunkan penumpang itu tidak lebih dari tiga
menit, kecuali bila memang sedang menunggu signal stasiun.
Yang lebih berbahaya lagi, kereta
ekonomi seperti ini tidak ada pintunya, jadi kalau mau jalan ya langsung jalan,
tidak ada tanda-tandanya sama sekali. Kalau yang commuter kan sebelum jalan
pintunya tertutup dulu, jadi lebih save.
Nah, kembali ke ibu tadi, begitu
dia menginjakkan kakinya di peron stasiun, kereta jalan… jadi pada detik
terakhirlah kaki anaknya keluar dari
kereta. Untungnya kereta nggak langsung ngebut. Nyaris sekali!
“Si ibu tadi belum pernah naik
kereta atau gimana sih, masak nggak tahu kalau kereta cuma berhenti sebentar,
mana bajunya panjang…. Kalau tersandung gimana coba….” kudengar si bapak masih
ngomong sendiri.
Kegemasan si bapak itu pada ibu
tadi adalah bentuk keperdulian seseorang pada orang lainnya yang tidak ingin
melihat orang lain celaka. Memang benar si bapak tadi tidak suka pada
gerak-gerik si ibu yang dianggapnya lelet, hidup di luar rumah itu tidak
senyaman dan sehangat di rumah. Banyak hal yang harus dilakukan dengan sigap.
Kalau tidak dapat mengikuti arus ini ya sebaiknya tinggal di rumah saja
daripada celaka.
Hal seperti ini juga mungkin yang
mendasari banyaknya para wanita pekerja yang memakai setelan celana panjang
ketika berangkat bekerja. Itu semua demi efisiensi, sama sekali tidak ada
hubungannya dengan alasan untuk menarik lawan jenis. Aku pernah iseng
menghitung perbandingan pemakai setelan celana panjang dan rok panjang/pendek
di dalam gerbong khusus wanita. Hasilnya, sejauh pandanganku dapat menangkap
sosok penumpang ini karena padatnya penumpang sehingga terhalang penumpang
lain, maka ternyata diantara 65 orang wanita itu, hanya ada satu yang memakai
rok panjang. Lainnya memakai setelan celana panjang. Itu artinya para wanita
pekerja ini sudah siap tempur dalam berebut kesempatan. Kesempatan apa saja,
termasuk kesempatan mengejar kereta supaya tidak tertinggal sehingga cepat
sampai tujuan.
Percaya tidak, kalau aku pernah
membaca sebuah artikel kesehatan yang menyatakan bahwa tingkat kepikunan
seseorang itu berhubungan dengan kesigapan seseorang dalam beraktifitas/bergerak
sehari-hari. Jadi semakin lambat dam semakin sedikit gerakan seseorang, katanya
semakin mempercepat kepikunan datang padanya. Maka dari itu, kalau tidak mau
cepat pikun, ya harus sigap dan cekatan dalam bergerak. Oke?! Semangat!!
Bogor, 21 Maret 2013