Selasa, 18 Maret 2014

Masih Banyak Yang Tidak Kutahu




Makanya jangan sok tahu!! Kata-kata itu kutujukan pada diriku sendiri sebab ternyata masih banyak banget hal di dunia ini yang tidak atau belum kuketahui, tetapi aku merasa selama ini sudah tahu. Tengil khan?!

Kumulai pagi itu duduk mencangkung memeluk lutut di teras rumah saudara temanku demi melawan hawa dingin pagi hari di kaki Gunung Arjuno, Lawang.  Tiba-tiba saja dari bawah pohon sukun yang berdiri tinggi menjulang di depan sana berterbanganlah beribu-ribu hewan kecil bersayap. Munculnya yang serentak dan terus menerus itu bagaikan air mancur yang menyembur dari tanah baru kemudian mereka terbang berpencar. Kejadian yang lumayan lama, ada kira-kira seperempat jam semburan itu terjadi. Tidak terbayangkan berapa jumlahnya. Segerombolan kelelawarpun tampak berterbangan dan menukik seperti pesawat tempur menikmati santapan pagi.

                                                  Ini kayu lapuk tempat laron bersarang


Aku penasaran, aku keluar  dan mencoba menangkap yang terbang rendah di situ. Ternyata Laron saudara-saudara. Kuhampiri asal mereka keluar dari bawah pohon sukun. Ada beberapa batang kayu lapuk yang teronggok di sana. Rupanya dari situ mereka keluar. Sungguh menakjubkan. Batang kayu lapuk itu adalah rumah bagi puluhan ribu makhluk hidup lain.

                                                      Ini laron yang akan masuk ke tanah


Yang lebih menakjubkan lagi adalah ketidak tahuanku bahwa laron juga keluar di pagi hari, karena selama ini tahuku adalah laron keluar sore hari menjelang maghrib dan kemudian beramai-ramai menuju cahaya lampu sehingga aku bisa menampungnya di sebuah ember berisi air di bawahnya untuk kugoreng esok harinya, hehehe…
“Kalau malamnya hujan, biasanya paginya akan datang laron mbak…” kata mbak Rini, adik ipar temanku. Aku manggut-manggut sambil berpikir, apakah laron itu tidak takut matahari ya? (emang vampire???!!!)

Kuikuti perjalanan beberapa laron yang terjatuh di rerumputan. Beberapa ada yang berhasil selamat (setelah sayapnya lepas) dan masuk ke sela-sela rerumputan atau lobang-lobang di pinggir dinding, tetapi banyak juga yang terpaksa harus merelakan dirinya ditangkap semut dan dibawa masuk ke liangnya.

Ketika mentari semakin tinggi, laron-laron itu sudah tidak ada lagi, sudah tidak tampak berterbangan lagi. Pendek sekali umurnya. Hanya sesaat sempat menghiasi pagi, sudah itu pergi. Kurasa seperti itu juga aku nanti, sekarang masih menjadi perhiasan dunia, sebentar lagi sudah bukan apa-apa…

                                                 Pangkal Pohon Jambu Biji yang Tumbang

Aku meneruskan langkah menjelajahi halaman Puslatker yang lumayan luas ini. Ada pohon jambu biji di sana. Kudekati dan kuamati pokoknya. Ternyata sekitar empat atau lima batang yang tumbuh itu berasal dari dahan utama yang sudah roboh dan dipotong. Aku menghela nafas, bahkan sebatang pohon roboh saja masih berusaha untuk tetap hidup dan berbuah, masakan aku tidak bisa?



Pohon jambu ini buahnya banyak dan tidak pernah dipetik, sampai-sampai yang sudah matang berjatuhan di bawahnya. Kulihat ada beberapa yang bekas dimakan codot, tapi yang lain jatuh karena ketuaan dan sudah busuk. Aku jadi teringat codot di rumahku yang terpaksa makan jambu air sepet karena tidak ada makanan lagi. Kasihan. Harusnya codot-codot di rumahku tuh pindah ke lawang saja, banyak makanan di sini….. atau, nanti kuberitahu saja deh, kan kukirim surat padamu codot, tunggu ya!! Kalau codot di Lawang sini mungkin perutnya buncit-buncit karena kebanyakan makan dan kurang bergerak kayak aku, hehehe…. (tapi kata seorang temanku, semua ini kan sudah ada yang mensutradarai, sudah ada scenarionya, jadi ya memang harus ada codot yang makan jambu sepet, dan harus ada juga codot buncit yang berkelebihan makanan…..)

                                              Buah Jambu yang berjatuhan karena ketuaan



Matahari semakin tinggi, kalau mandi di jam-jam ini biasanya airnya sudah tidak sedingin es batu lagi, hehehe….




Surabaya, 18 Maret 2014