Mistery. Mau tidak mau, suka atau
tidak suka, mistery adalah bagian dalam hidup ini. Hampir di setiap hal,
kesempatan, moment apapun, mistery ikut andil di dalamnya. Mistery itu rahasia
Yang Punya Hidup, itu menurutku, dan aku percaya.
Beberapa waktu yang lalu adik
suamiku meninggal dunia. Di detik-detik terakhir hidupnya, seolah dia sudah
mempersiapkan diri dengan siap untuk meninggal dunia. Kata istrinya, sekitar
lima menit sebelum roh nya pergi meninggalkan tubuhnya, adik suamiku ini
meluruskan kedua kakinya, kedua tangannya sedakep, terus dia minta ijin pada
istri, adik dan kakaknya yang menunggui untuk melepaskan selang oksigen dari
hidungnya. Dia minta maaf karena sudah tidak kuat lagi, jadi setelah itu minta
dituntun doa dan tidak sampai lima menit, diapun menghembuskan nafasnya yang
terakhir.
Tentang adik iparku ini, aku
tidak mau memikirkannya secara ekstreem, apakah dia bunuh diri atau tidak.
Sebab kata istrinya, sejak sakit, setiap diajak ke RS, dia selalu menolak dan
mengatakan kalau dia ke RS, besoknya pasti dia akan meninggal. Dan ketika
akhirnya harus dibawa ke RS, malamnya, sebelum besok paginya dia meninggal
dunia, dia beberapa kali melepas selang oksigen dari hidungnya sambil bilang, “Kalau
selang ini kucopot, aku mati lho…”
Tentu saja istrinya bilang, “Ya
kalau gitu jangan dicopot lho, nggak kasihan sama aku? Aku nanti sama siapa?”
Terlepas dari dia menentukan
sendiri kapan harus melepas selang oksigen yang dipasang, aku dan kami semua (keluarga)
sudah mengikhlaskannya untuk kembali ke pangkuan Illahi Robbi.
Menjelang kepergian adik suamiku
yang ke 40 harinya. Omnya bercerita, bahwa sebelum istri adik iparku ini
menelponnya, beliau sudah mendapat telepon dari nomer yang sama tetapi ketika
diangkat tidak ada suaranya. (Nomer itu adalah nomer HP adik suamiku yang
meninggal yang akhirnya dibawa istrinya)
“Waktu kamu nelpon Om kemarin itu
jam berapa?” Tanya Om waktu kami semua datang di acara doa 40 hari meninggalnya
adik iparku ini.
“Lupa Om, mungkin jam delapan
lebih…” katanya.
“Sebelum nelpon Om yang langsung
Om terima itu, apakah kamu sudah pernah mencoba menelpon sebelumnya?”
“Enggak Om, karena HP nya nggak
ada pulsanya. Jadi saya beli pulsa dulu baru nelpon Om, dan langsung Om terima
itu…”
“Tuh kan…, jadi HP nya nelpon
sendiri ke Om ya?...... Mungkin dia memang mau pamitan, sebab malam sebelumnya
waktu Om sedang doa, pintu kamar Om diketuk dari luar, dan ketika dibuka, tidak
ada siapa-siapa….. Tante kan sedang ke Tiongkok, control, anak-anak juga nggak
ada di rumah…. Dulu waktu mamimu mau 40 hari, pintu kamar Om juga diketuk dari
luar dan ketika dibuka, tidak ada siapa-siapa….”
Kami semua yang mendengar
ceritanya terdiam. Sebab kami yang lain tidak mengalami yang terjadi pada Om.
Kemudian istrinya bercerita,
bahwa di hari suaminya meninggal, dia sempat pulang ke rumahnya (saat itu
jenazah suaminya ada di rumah duka Adiyasa Surabaya) untuk mengambil beberapa
baju suaminya yang akan dimasukkan ke peti jenazah.
Tiba-tiba HP nya berbunyi, dan
ketika dilihat, ternyata nomer suaminya memanggil, padahal HP suaminya saat itu
juga sedang dia pegang. Maka diapun berkata ke kerabat yang mengantarnya saat itu bahwa suaminya menelpon. (sayangnya dia
tidak mengangkat telepon itu…, sejujurnya aku penasaran….)
Waktu sedang ada urusan ke rumah
kakak suaminya (kakak suamiku juga), kembali hal tersebut berulang. HP nya
berbunyi dan ketika dilihat, nomer mendiang suaminya memanggil. Dia sempat
memberitahu istri kakaknya kalau suaminya menelpon, padahal HP nya juga sedang
dia pegang. Sekali lagi, dia juga tidak mengangkat telepon itu dan langsung
mematikannya. (dan sekali lagi, aku makin penasaran)
Kalau cerita dari adikku lain
lagi. Istrinya kan juga meninggal kira-kira 50 hari sebelum adik suamiku ini
meninggal.
Istrinya sama sekali tidak
meninggalkan pesan apapun sebelum meninggal, karena di saat-saat terakhir
sebelum kondisinya koma, dia dan istrinya masih ngobrol dan bercanda dengan
tamu yang bezoek. Ketika kemudian suster
memasukkan obat ke infusnya, saat itu juga istrinya mengeluh dadanya sakit,
tidak dapat bernafas, biru, pingsan, koma……, sampai esok paginya meninggal
dunia.
Kondisi shock seolah tidak
percaya istrinya sudah tidak ada, menjadi beban pikirannya selama berhari-hari
(karena begitu tiba-tiba). Mulut pasti bilang ikhlas, tapi dalam hati kecilnya
dia pasti merintih, bertanya-tanya kenapa… Kesedihannya dapat termaklumi
walaupun kita tidak dapat merasakan seperti apa yang dia rasa.
Setiap hari sejak istrinya
meninggal, dia tiap hari pergi ke makam. Sambil bertanya di dalam hatinya,
apakah ini nyata? Kenapa istrinya tidak memberi tanda sedikitpun padanya?
Kenapa istrinya tidak berpamitan padanya? Mimpi atau apalah, dia sangat ingin
bertemu istrinya untuk terakhir kalinya….
Ketika acara tahlilan hari yang
ke sekian, aku lupa hari ke berapa…, sepertinya menjelang ke 7 hari, adikku
bercerita kalau salah seorang kawan dekatnya seolah mendengar bisikan di
telinganya, sepertinya itu adalah istrinya yang minta tolong disampaikan ke dia
untuk menyiapkan baju gantinya setiap
pagi.
Adikku menangis, karena dia tidak
mendapatkan pesan itu langsung dari almarhumah. Tapi disiapkannya baju ganti 4
setel di tepi tempat tidur seperti biasanya ketika dia sedang merawat istrinya
yang sakit.
“Aku tidak tau dia ingin pakai
yang mana, makanya kusiapkan 4 setel biar dia memilih sendiri…” kata adikku.
“Waktu selesai sholat shubuh,
ketika sedang berdoa….., tiba-tiba sekelebatan aku melihat dia lewat seolah
memberi tahu kalau mau ke kamar mandi dengan memakai salah satu baju yang sudah
kusiapkan…. Akupun membuka pintu kamar mandi dan menyemprotnya dengan
disinfectan seperti biasa tiap dia mau ke kamar mandi sejak sakit itu….”
“Sekarang hatiku sudah plong, aku
lega dia sudah berpamitan padaku. Aku benar-benar ikhlas melepasnya menghadap
Sang Khalik, karena aku percaya bahwa kami akan dipertemukan kembali kelak….” Katanya
sambil berkaca-kaca.
Karena pada dasarnya aku memang
cengeng, jadi setiap mendengar cerita-cerita seperti ini, banjir bandang tidak
dapat lagi kuhindari. (Pun saat aku menulis ini…., ujung bajuku sudah kuyup
karena air mata bercampur ingus)
Aku hanya bisa mengerti tanpa
dapat ikut merasakan kesedihannya. Kesedihan dan rasa sakit itu murni miliknya.
Kesedihanku ketika adik suamiku meninggal dan istri adikku adalah kesedihan
berbeda. Sakitnya berbeda dengan yang mereka rasakan.
Kalau cerita selanjutnya bukan
mistery kesedihan, tapi lebih ke mencekam ke rasa (hati) dan pikiran. Ini
bermula ketika aku dan anak laki-lakiku hanya berdua menginap di rumah baru kami
di Malang.
Siangnya adalah saat membawa
sebagian perabotan dari rumah Ibu ke rumah baruku ini. Sorenya semua pengantar
yang terdiri dari Ibu, Bapak, Adik-adikku, beberapa orang Teman, dan para
tukang pada pulang. Tinggal kami berdua.
Di suasana yang sepi itu, aku
mematikan semua lampu kecuali teras dan kamar mandi karena takut kalau misalnya
ada orang jahat yang tahu kalau ternyata di rumah ini hanya aku berdua anakku
dan timbul niat jahat isengnya.
Aku nyaris terlelap karena capek,
ketika tiba-tiba anakku membangunkanku.
“Mie, mamie…. Dengerin deh….” bisiknya.
Sayup-sayup tadinya aku memang
mendengar suara gemeresek di luar kamar sebelum anakku membangunkanku, tapi
kucuekin karena mengantuk. Ternyata anakku terbangun dan mendengar juga.
Sayup kudengar suara ‘dep’,
seperti orang yang meloncat. ‘Deg’ jantungku hampir copot. Aku takut ada orang
yang datang.
Kemudian suara langkah seperti
hilir mudik dan bunyi tas kresek yang berisik seolah orang sedang sibuk banget
berbenah atau membungkus sesuatu.
“Biarin aja dek, paling tikus atau
kucing…” jawabku menenangkan anakku. Akupun pura-pura tidur suapaya anakku juga
tidak ketakutan. Tapi diam-diam kuintip dari sela-sela bulu mataku. Kulihat dia
melek, tapi diam tidak bergerak. Tegang mendengarkan suara berisik di luar
kamar.
Akhirnya kupeluk dia, dan diapun
miring menghadap tembok.
Dalam diamku aku berpikir
sendiri. Apa iya itu tikus atau kucing yang sedang berisik di luar kamar?
Kalau tikus, tikus dari mana? Apa
iya, kebawa di antara barang-barang dari rumah ibu? (agak mustahil)
Kalau kucing, kucing dari mana?
Pintu dari ruang belakang sudah kututup, jadi misalnya kucing itu lompat dari
atap terbuka (hanya teralis) ke dapur, pasti tidak dapat masuk ke ruang tengah
dan mengeong-ngeong karena tidak bisa balik lompat ke atas. (jadi inipun
mustahil)
Kalau orang, masuknya darimana?
Belakang sudah tertutup atap dan teralis, pintu depan tadi sudah kuganjal sapu,
kursi, beserta perabotan yang pasti berisik kalau dibuka paksa dari luar. (ini
juga mustahil)
Jadi, hanya ada dua kemungkinan
yang kira-kira dapat menghasilkan suara itu, yaitu; pertama adalah serangga dan
sebangsanya yang terjebak di dalam tas kresek, atau yang kedua yaitu ‘sesuatu’
yang ingin kenalan dan mengucapkan selamat datang padaku dan anakku. Walaupun
sejujurnya, selama hidupku ini, belum pernah sekalipun aku mengalami langsung interaksi
dengan ‘sesuatu’ itu, kecuali sekarang, kalau itu memang benar ‘sesuatu’.
Akupun mulai melafalkan ayat
kursi entah berapa ribu kali, yang jelas sampai aku tertidur. Ketika aku
kembali terbangun, kulihat jam di HP ku sekitar pukul 23.15 WIB. Oh, belum jam
dua belas malam, pikirku. Suara-suara berisik tadipun sudah tidak ada lagi.
Suasana sunyi senyap. Kulihat anakkupun sudah tertidur pulas.
Kuambil HP ku dan membaca
beberapa pesan yang masuk serta membalasnya, dan tidak tahu jam berapa, akupun
tertidur lagi sampai tiba-tiba kulihat suasana yang terang dari arah dapur
(jendela kamar yang terhubung ke dapur). Subuhpun terlewat dengan sukses, astaghfirullah al adziim.
Aku keluar kamar. Sudah pagi
ternyata.
Kuperiksa barikade yang kubuat di
pintu depan masih utuh. Tas kresek berisi mie cup instan juga bersih, tidak ada
serangga apapun yang kemungkinan terjebak di dalamnya….
So? Harap disimpulkan sendiri
kira-kira suara apa yang kudengar tadi malam, sebab akupun tidak tahu…. Hanya
ada sedikit tambahan, “Mie, lain kali mamie pasang cctv dong biar tau suara apa
tadi malam.” Kata anakku.
“Ngapain pakai pasang cctv dek,
lain kali kalau kita di sini dan bunyi lagi, ya langsung kita lihat aja, kita
intip…” jawabku.
“Kalau diintip nanti suaranya
berhenti…” jawab anakku.
Aku tersenyum sendiri. Berarti
anakku semalam juga tidak percaya waktu kujawab: kalau nggak tikus ya kucing……
Hehehe…..
Surabaya, 21
April 2015
(Kondisi kegerahan karena tidak
ada AC), Surabaya panas bingiiiitttssss……