Sabtu, 01 September 2012

Baru Kusadari



Baaruuu… kusaaadariiii….., cintaku bertepuk sebeelaah tangaan. Hehehe, itu tadi syair lagunya Dewa beberapa tahun yang lalu yang terlintas begitu saja ketika aku membuka halaman ini. Yang akan kutulis kali ini juga tidak ada hubungannya dengan syair lagu itu maupun arti kalimatnya. Tapi kalau mau diprobbing terus dan dicari hubungannya, mungkin akan nyangkut sedikit ‘kali yeee…., yaitu makna patah hati-nya (maksa.com), hehehe…

Terus terang aku memang jadi agak patah hati melihat fenomena yang sering kujumpai di sekelilingku akhir-akhir ini. Maksud di sekelilingku adalah di dalam krl… hehehe…, karena di dalam krl inilah aku punya waktu ekstra untuk mengamati keadaan sekeliling. Kalau sudah di tempat lain, pikiranku sudah harus konsentrasi pada yang lain juga. Mulai dari tagihan rekening listrik, belanja, sampai arisan panci… (wowwww… ibu-ibu banget ya….).

Kalau di krl ekonomi, kebanyakan para penumpangnya sudah saling mengenal dan mereka selalu naik di gerbong dan jam pemberangkatan kereta yang sama setiap harinya. Intinya mereka sudah komit untuk selalu bareng-bareng. Sehingga ketika di dalam kereta, yang dalam kondisi bernafas saja susah, mereka masih bisa tertawa-tawa dan bercanda. Bahkan ketika masinis suatu saat mengerem ataupun melajukan keretanya secara tiba-tiba yang mengakibatkan jalan kereta tidak stabil dan penumpang roboh ke sana ke mari, hal itu malah dipakai bercanda, saling dorong dan saling timpa antara mereka. (Kalau pas ada penumpang asing di tengah-tengah komunitas itu, ya derita dialah…, hehehe…. seperti yang pernah kualami, terjebak di dalam komunitas asing).

Nah, di dalam krl ekonomi ini, suasana selalu ramai oleh candaan dan gelak tawa mereka. Berisik sekali, yang bahkan terkadang candaan itu terdengar agak kurang pantas bagiku yang berada dalam posisi sebagai out sider. Tapi toh buat mereka hal itu wajar saja, karena mereka mungkin sudah terbiasa dan itu adalah bahasa mereka sehari-hari.

Lain lagi kalau berada di krl commuter, khususnya gerbong wanita. Penumpangnya yang lebih terlihat wah dalam penampilan dan gayanya itu jarang sekali saling bertegur sapa dengan penumpang lainnya, kecuali memang temannya yang naik bareng-bareng ataupun ketemu di dalam kereta. Tapi kelompok itupun tidak pernah banyak, paling banyak mungkin hanya 5 orang. Padahal diantara mereka juga pasti sering bertemu dalam gerbong yang sama karena berangkat pada jam yang sama.

Dalam gerbong kereta commuter ini, sering juga terdengar suara tawa tergelak-gelak yang cukup kencang, sampai membuat sebagian besar penumpang menoleh padanya, ataupun terlihat cekikikan, ataupun tersenyum-senyum karena merasa lucu. Hanya saja, bedanya dengan penumpang krl ekonomi, para penumpang commuter ini ternyata sedang tertawa-tawa, cekikikan dan tersenyum-senyum dengan hapenya. Iya, mereka asyik dengan hapenya sendiri-sendiri, bukan dengan makhluk hidup yang ada di sebelahnya ataupun di depannya.

Sungguh dua pemandangan yang amat berbeda. Di krl ekonomi, hanya sedikit penumpang yang bermain-main dengan hapenya. Pertama mungkin takut pencopet. Ke dua mungkin karena makhluk hidup di sampingnya lebih asyik untuk diajak bercanda. Ke tiga mungkin malu karena hapenya bukan hape mahal dan canggih…. (yang ke tiga ini aku banget deh kayaknya…. Hehehe…)

Sedang di commuter, hampir semua penumpang selalu memegang hape di tangannya. Tidak perduli saking penuhnya dan hanya kaki satu yang nempel di lantaipun mereka tetap saja bisa bermain hape. Mulai dari yang sedang bertelepon dan tertawa terbahak-bahak dengan teman bicaranya di seberang sana sampai dengan yang ngobrol serta chatting dengan teman di jejaring social. Semuanya asyik dengan dunianya sendiri. Bahkan yang dapat tempat duduk bisa membuka netbooknya ataupun tab-nya dengan gaya….. (Sempat terpikir olehku, apakah sepenting itukah urusannya sehingga harus membuka netbook ataupun tabnya di atas kereta yang paling lama perjalanannya hanya 60 menit?).

Aku agak sedih dan patah hati karena di kereta ekonomi para penumpangnya yang punya kelompok-kelompok itu biasanya hanya care pada teman kelompoknya saja yang membuat orang di luar komunitas itu jadi merasa jengah dan menyesali dirinya sendiri kenapa sampai harus terdampar dan terjebak di dalam komunitas mereka.

Kalau di commuter, aku jadi agak sedih dan patah hati karena di dalam kereta ini para penumpangnya sudah mulai terkikis rasa kepeduliannya pada orang yang berada di sekitarnya. Merasa lebih enjoy berinteraksi dengan benda mati dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Menyedihkan bukan kalau menyadari bahwa sekarang ini masyarakat kita sudah semakin egois dan individualistisnyapun semakin menebal. Rasa kekeluargaan semakin lama semakin menipis. Sayang sekali….


Bogor, 1 September 2012
(Sambil mencoba mengingat-ingat syair lagu Dewa yang lainnya…. Hehehe…)