Baaruuu… kusaaadariiii…..,
cintaku bertepuk sebeelaah tangaan. Hehehe, itu tadi syair lagunya Dewa
beberapa tahun yang lalu yang terlintas begitu saja ketika aku membuka halaman
ini. Yang akan kutulis kali ini juga tidak ada hubungannya dengan syair lagu
itu maupun arti kalimatnya. Tapi kalau mau diprobbing terus dan dicari
hubungannya, mungkin akan nyangkut sedikit ‘kali yeee…., yaitu makna patah
hati-nya (maksa.com), hehehe…
Terus terang aku memang jadi agak
patah hati melihat fenomena yang sering kujumpai di sekelilingku akhir-akhir
ini. Maksud di sekelilingku adalah di dalam krl… hehehe…, karena di dalam krl
inilah aku punya waktu ekstra untuk mengamati keadaan sekeliling. Kalau sudah
di tempat lain, pikiranku sudah harus konsentrasi pada yang lain juga. Mulai
dari tagihan rekening listrik, belanja, sampai arisan panci… (wowwww… ibu-ibu
banget ya….).
Kalau di krl ekonomi, kebanyakan
para penumpangnya sudah saling mengenal dan mereka selalu naik di gerbong dan jam
pemberangkatan kereta yang sama setiap harinya. Intinya mereka sudah komit
untuk selalu bareng-bareng. Sehingga ketika di dalam kereta, yang dalam kondisi
bernafas saja susah, mereka masih bisa tertawa-tawa dan bercanda. Bahkan ketika
masinis suatu saat mengerem ataupun melajukan keretanya secara tiba-tiba yang
mengakibatkan jalan kereta tidak stabil dan penumpang roboh ke sana ke mari,
hal itu malah dipakai bercanda, saling dorong dan saling timpa antara mereka.
(Kalau pas ada penumpang asing di tengah-tengah komunitas itu, ya derita
dialah…, hehehe…. seperti yang pernah kualami, terjebak di dalam komunitas
asing).
Nah, di dalam krl ekonomi ini,
suasana selalu ramai oleh candaan dan gelak tawa mereka. Berisik sekali, yang
bahkan terkadang candaan itu terdengar agak kurang pantas bagiku yang berada
dalam posisi sebagai out sider. Tapi toh buat mereka hal itu wajar saja, karena
mereka mungkin sudah terbiasa dan itu adalah bahasa mereka sehari-hari.
Lain lagi kalau berada di krl
commuter, khususnya gerbong wanita. Penumpangnya yang lebih terlihat wah dalam
penampilan dan gayanya itu jarang sekali saling bertegur sapa dengan penumpang
lainnya, kecuali memang temannya yang naik bareng-bareng ataupun ketemu di
dalam kereta. Tapi kelompok itupun tidak pernah banyak, paling banyak mungkin
hanya 5 orang. Padahal diantara mereka juga pasti sering bertemu dalam gerbong
yang sama karena berangkat pada jam yang sama.
Dalam gerbong kereta commuter
ini, sering juga terdengar suara tawa tergelak-gelak yang cukup kencang, sampai
membuat sebagian besar penumpang menoleh padanya, ataupun terlihat cekikikan,
ataupun tersenyum-senyum karena merasa lucu. Hanya saja, bedanya dengan
penumpang krl ekonomi, para penumpang commuter ini ternyata sedang
tertawa-tawa, cekikikan dan tersenyum-senyum dengan hapenya. Iya, mereka asyik
dengan hapenya sendiri-sendiri, bukan dengan makhluk hidup yang ada di
sebelahnya ataupun di depannya.
Sungguh dua pemandangan yang amat
berbeda. Di krl ekonomi, hanya sedikit penumpang yang bermain-main dengan
hapenya. Pertama mungkin takut pencopet. Ke dua mungkin karena makhluk hidup di
sampingnya lebih asyik untuk diajak bercanda. Ke tiga mungkin malu karena
hapenya bukan hape mahal dan canggih…. (yang ke tiga ini aku banget deh
kayaknya…. Hehehe…)
Sedang di commuter, hampir semua
penumpang selalu memegang hape di tangannya. Tidak perduli saking penuhnya dan hanya
kaki satu yang nempel di lantaipun mereka tetap saja bisa bermain hape. Mulai
dari yang sedang bertelepon dan tertawa terbahak-bahak dengan teman bicaranya
di seberang sana sampai dengan yang ngobrol serta chatting dengan teman di
jejaring social. Semuanya asyik dengan dunianya sendiri. Bahkan yang dapat
tempat duduk bisa membuka netbooknya ataupun tab-nya dengan gaya….. (Sempat
terpikir olehku, apakah sepenting itukah urusannya sehingga harus membuka
netbook ataupun tabnya di atas kereta yang paling lama perjalanannya hanya 60
menit?).
Aku agak sedih dan patah hati
karena di kereta ekonomi para penumpangnya yang punya kelompok-kelompok itu
biasanya hanya care pada teman kelompoknya saja yang membuat orang di luar
komunitas itu jadi merasa jengah dan menyesali dirinya sendiri kenapa sampai harus
terdampar dan terjebak di dalam komunitas mereka.
Kalau di commuter, aku jadi agak
sedih dan patah hati karena di dalam kereta ini para penumpangnya sudah mulai
terkikis rasa kepeduliannya pada orang yang berada di sekitarnya. Merasa lebih
enjoy berinteraksi dengan benda mati dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya.
Menyedihkan bukan kalau menyadari bahwa sekarang ini masyarakat kita sudah
semakin egois dan individualistisnyapun semakin menebal. Rasa kekeluargaan
semakin lama semakin menipis. Sayang sekali….
Bogor, 1 September 2012
(Sambil mencoba mengingat-ingat
syair lagu Dewa yang lainnya…. Hehehe…)