Aku memandang sesosok tubuh
mungil berselimut yang sedang tidur itu dengan diam. Tanpa rasa. Tanpa ingin
menyentuhnya. Bayi perempuan yang mungil dan cantik itu anakku. Ya, dia anakku.
Aku sudah punya anak sekarang. Benar-benar anak yang kulahirkan dari rahimku 4
hari yang lalu. Tapi kenapa aku merasa asing ya? Suatu perasaan aneh yang tidak
jelas.
Kupandangi terus raut mukanya
yang damai sambil tetap bertanya-tanya dalam hati. Kenapa aku tidak seperti
ibu-ibu yang lain, yang tampak begitu amat menyayangi anaknya? Kenapa rasa itu
tidak ada padaku? Bahkan merasa gemas karena melihatnyapun tidak ada padaku.
Aku merasa biasa saja…, amat biasa…
Ketika tengah malam suara
tangisnya membangunkanku, akupun tidak tergesa mengambilnya dari box bayi.
Malah Ibuku yang tiba-tiba sudah muncul di pintu kamarku dan segera
memeriksanya. Sejak pulang dari RS, memang hampir semuanya Ibuku yang mengurus.
“Kenapa?” Tanya Ibuku. Aku
menggeleng.
“Ooh…, pup dia….” Kata Ibuku
sambil menyiapkan popok kain yang baru. Ibuku belum mengijinkan aku memakaikan
diapers karena masih umur beberapa hari. Katanya, biar pakai popok kain aja
dulu, biar Ibu yang mencuci. Dan memang setiap subuh, Ibuku selalu mengambil
tumpukan selimut dan popok kotor dari kamarku. Malah seolah berlomba dengan Nenekku.
Mereka berdua cepet-cepetan mengambil kain kotor itu.
Ibuku juga yang setiap pagi dan
sore memandikan bayiku, karena aku belum berani. Aku hanya membantunya
menyiapkan semua perlengkapan mandi dan baju ganti.
Seperti ibu-ibu yang lain, aku
memang menggendong bayiku ketika selesai dimandikan ataupun ketika ada tamu
yang menjenguk, memberinya ASI setiap beberapa jam sekali sesuai petunjuk
dokter, dan lain-lain. Tapi itu semua kulakukan tanpa rasa. Aku hanya seperti
robot, dan menggendong bayiku seolah pencitraan aja. Masak anaknya dicuekin?
Aku nggak mau ada anggapan begitu.
Ketika tiap malam bayiku pup
beberapa kali dan mencret terus. Aku mulai agak panic. Apalagi tiap hari Suamiku menelpon menanyakan kondisi anaknya,
aku jadi takut terjadi apa-apa pada bayi ini. (Aku pulang ke rumah Ibu di
Surabaya ketika akan melahirkan, sedangkan Suami tetap di Jakarta)
Kubawa bayiku ke Dokter Spesialis
Anak, kutanyakan kenapa tiap malam mencret beberapa kali? Jawaban Dokter
sungguh mengejutkan, “Sepertinya bayi Ibu alergi ASI.”
Haaah?? Bayiku alergi pada ASIku
sendiri? Apakah dia merasa kalau aku menganggapnya asing??? Aduuuh…., bagaimana
ini?
“Apa Ibu minum jamu? Sebaiknya
jamunya untuk sementara di stop dulu Bu…, dan ASI tetap dilanjutkan karena ASI
adalah asupan terbaik buat bayi Ibu.” Kata pak Dokter.
Aku berhenti minum jamu, tetapi
bayiku masih tetap mencret, dan ASI tetap kulanjutkan. Hanya itu yang dapat
menghubungkan aku dengan bayiku.
Tidak terasa, hari berganti
minggu. Tiba-tiba, entah mulai kapan, rasa itupun mulai tumbuh di hatiku. Aku
tiba-tiba seperti induk ayam pada anaknya. Bayi ini anakku. Hidung mungilnya,
mata sipitnya, pipi ranumnya, bibir merahnya, jemari lentiknya, semua milikku.
Bayi ini adalah bagian hidupku, aku akan mempertaruhkan apapun demi dia. Tidak
kubiarkan seekor nyamukpun mendekatinya.
Akupun tidak pernah keduluan Ibuku
lagi kalau tengah malam tiba-tiba bayiku menangis. Aku pasti sudah mendekapnya
dalam pelukku ketika ibu datang ke kamarku.
Satu hari, kubaca sebuah artikel
tentang ibu baru di majalah. Tentang suatu kondisi ketika tiba-tiba seorang ibu
yang baru saja melahirkan diserang gundah gulana, sering marah tanpa sebab, sering
menangis sendiri, dan lain-lain yang intinya tidak sesuai dengan biasanya.
Kata artikel itu, perasaan
seperti ini dialami oleh sekitar 50-80% wanita setelah melahirkan. Tidak
berbahaya dan setelah dua minggu semua akan kembali normal. Kondisi ini
dinamakan Baby Blues Syndrome (Postpartum Distress Syndrome). Kalau ternyata
lebih dari dua minggu belum juga normal, berarti agak parah dan harus
berkonsultasi dengan dokter, namanya Postpartum Depression.
Alhamdulillah, belum dua minggu
aku sudah berhasil memeluk bayiku dengan penuh cinta. Rupanya aku sempat
terkena Baby Blues Syndrome yang membuatku merasa asing dengan bayiku sendiri,
dan bersyukur sekali semua itu sudah berlalu. Alhamdulillah. Sekali lagi,
Alhamdulillah. Baby Blues Syndrome, sayang sekali kau tidak berhasil
menjadikanku monster untuk anakku sendiri. Aku berhasil mengalahkanmu. Hiyaaaa….!!!!
Anakku adalah kecintaanku,
kebanggaanku sebagai wanita dan seorang istri yang dapat mempersembahkan buah
hati kepada suaminya. Bagaimana mungkin aku bisa mengabaikan bayi cantikku?
Kupeluk erat bayiku dalam dada….., love her so much…., muachhhh muachhhh
muachhhh…..
Malang, 7 Desember 2016
***suatu hal yang selama ini tidak pernah kuceritakan pada siapapun,
hingga pada saat ini.
Tulisan ini kuikutkan Lomba Bangga Menjadi Ibu di vemale.com dan dimuat pada tanggal 8 Desember 2016
http://www.vemale.com/relationship/ibu-bayi-dan-balita/100031-sungguh-aneh-usai-bersalin-kumerasa-seolah-tak-mencintai-bayiku.html
Tulisan ini kuikutkan Lomba Bangga Menjadi Ibu di vemale.com dan dimuat pada tanggal 8 Desember 2016
http://www.vemale.com/relationship/ibu-bayi-dan-balita/100031-sungguh-aneh-usai-bersalin-kumerasa-seolah-tak-mencintai-bayiku.html