Senin, 02 September 2013

Melongok Sedikit ke Belakang




Beberapa hari lalu aku menerima SMS dari sahabat lama, --- teman nongkrong di DKS (Dewan Kesenian Surabaya) puluhan tahun silam ketika aku masih kuliah, yaitu seorang penulis yang bernama Henri Nurcahyo (http://radiobuku.com/2010/03/henri-nurcahyo-sepuluh-lembar-untuk-sahabat-pena/), --- yang isinya mengatakan kalau dia sedang ada di Bogor sampai 3 hari ke depan untuk meliput Pameran Bonsai Nasional yang diadakan di halaman Bekas Kantor Kabupaten Bogor di Jl. Veteran Bogor.

Mumpung kerjaanku agak bisa kucuekin, maka akupun mencuri waktu dan menyempatkan diri untuk menemui sahabat lamaku ini.  Sehingga ketika pulang dari kantor  aku langsung bablas ke Bogor tidak turun di Stasiun tempat tinggalku yang masih dua stasiun lagi ke Bogor.

Kalau kuingat-ingat, ternyata  cukup lama juga aku tidak menginjakkan kaki di Stasiun Bogor, yang mengakibatkan aku ketinggalan jaman dan  tidak tahu perubahan terakhirnya seperti apa, teristimewa sejak terjadi perombakan pengelolaan atau istilah kasarnya pembersihan pedagang-pedagang dari area stasiun seluruh wilayah Jabodetabek.

Hasilnya, akupun  lumayan kaget melihat suasana Stasiun Bogor yang sekarang tampak benar-benar seperti Stasiun Kereta betulan, bukan Pasar seperti biasanya… hehehe…
Dulu, suasana di dalam stasiun seperti berada di dalam suatu tempat tertutup karena di sepanjang kanan dan kiri tertutup bangunan-bangunan/warung-warung/toko-toko/kios-kios, dan lain-lain.
Sekarang, suasana stasiun terasa lega sekali. Tidak ada bangunan pedagang yang selama ini membuat suasana seperti terisolir. Tempat itu sekarang menjadi area parkir kendaraan bermotor (mobil dan motor) yang luas. Bahkan jembatan penyebrangan dan jalan raya di depan kantor PLN itu terlihat jelas.

Aku berjalan  kaki ke arah Jembatan Merah kemudian menyeberang jalan dan meneruskan perjalanan menuju Mall Bogor Trade World yang dulu…..,  ketika aku masih sering mengantarkan anakku sekolah di Jalan Polisi, bangunan ini belum ada.

Akhirnya kutemukan juga sahabat lamaku itu. Memakai baju putih, topi pet, dan memegang kamera, penampilan khas wartawan… hehehe…. (dia dulu memang wartawan beberapa media cetak terkemuka di Surabaya).
Masih seperti dulu…., hanya rambut putihnyalah yang membedakan bahwa kami sekarang sudah berada di jaman yang berbeda pula…. (Dia boleh jadi tua dan beruban, tapi kalau aku, aku masih merasa berumur 18 tahun tuh…. Hehehe….)

Obrolan tak berujung tak berpangkalpun bergulir lepas. Membahas semua-mua….., mulai dari keluarga, pekerjaan, teman-teman dari masa lalu, sampai hal-hal sekarang, hal-hal nanti, dan apa-apa yang masih jadi mimpi buat kami…

Nostalgia, mengorek kembali semua kenangan masa lalu itu sungguh indah. Masa-masa baru mulai belajar hidup dan mengais pelajaran dari sana-sini.
Terus terang, masa kuliahku dulu kurasa hanya 20% belajar di kampus (akademis), 30% di Sekretariat Pecinta Alam Wanala, 30% di DKS, 20% di mana-mana….
“Kerjaanmu sekarang ini kan kerjaan jaman mahasiswa dulu, kenapa koq sampai sekarang masih kamu kerjakan. Harusnya kan kamu anteng di kantor…. “ katanya.
“Waduh, kayaknya aku gak cocok jadi orang kantoran deh…, sudah beberapa kali pernah kucoba dan ternyata gak betah….. Malah, ada saatnya aku malah harus berantem dengan seseorang gara-gara cara mikir yang gak sama…” jawabku.
“Yang sekarang ini sudah berapa lama, koq betah lho?!” tanyanya lagi.
“Di sini belum ada yang nggarai…, lagian ini kan bukan kerja kantoran…” jawabku.
“Hahahahaaaa……” kami tertawa bareng. Mungkin dia menertawakan kekeras-kepalaanku, aku sendiri menertawakan apa ya?! Ah, pokoknya tertawa sajalah….
Obrolan kami banyak memakai bahasa Suroboyoan, jadi orang-orang yang mendengar obrolan kami pasti tahu kalau kami orang Surabaya. Bahasa Derah yang khas, meledak-ledak, ramai, dan ekspresif…. (Bangga banget aku!)

Hari menjelang gelap, lampu-lampupun mulai menggantikan tugas matahari.  Itu semua mengingatkan pada kami bahwa kamipun harus menyudahi pertemuan ini untuk kembali ke asal masing-masing, hehehe….


Bogor, 1 September 2013